Author: ARGE
Genre: Mistery, Kekerasan
Rate: PG
Cast: -Infinite
-Lee Gi Hae (OC)
-Lee Cheon Sa (OC)
~@~@~@~@~
Malam itu, langit lebih gelap daripada malam biasanya. Padahal, malam
itu bulan purnama menyinari bumi. Rintik-rintik hujan yang semakin lama semakin
menghujani bumi, menghalau pandangan mataku. Awalnya aku hanya berjalan cepat,
sampai aku terpaksa berlarian sepanjang perjalanan menuju rumah.
Payung, kenapa selalu tertinggal saat aku akan membutuhkannya? Dan
kenapa dia mengikuti saat bahkan langit pun tak berpikiran untuk menurunkan
hujan?
Aku melirik kearah jam ditangan kiri ku, sekali lagi jam itu
memperingati ku kalau sekarang sudah pukul 9 malam lewat 25 menit. Sudah
malam, tau, jam itu seakan bicara padaku.
Aku pun semakin khawatir. Kurasa eomma (ibu) punya tiga alasan untuk mengurung ku
sepanjang akhir pekan. Pertama, karena aku pulang dalam keadaan hujan-hujanan.
Kedua, karena aku pulang terlalu malam, melewati batas biasanya. Ketiga, karena
aku bahkan tak memberikan mereka kabar kemana aku pergi.
Tapi, aku kan hanya main ke rumah sahabatku sendiri. Sudah biasa.
Kurasa itu tak seharusnya diperdebatkan.
Dari kejauhan, aku sudah bisa melihat pagar rumah ku. aku semakin
mempercepat lari ku. berharap semakin cepat aku tiba, semakin ringan eomma mengomeli ku. ku dorong pagar kayu rumahku, yang memang tak digembok. Aku
melewati perkarangan rumah, dan baru menyadari... mati lampu?
Aku membuka pintu, syukurlah... padahal tadi aku sempat berpikir,
kemungkinan paling buruk adalah appa (ayah) mengunci pintu dan tak membiarkan aku
masuk semudah itu. Gelap. Keadaan jadi semakin gelap sekarang. Apa benar, ya,
mati lampu? Setahu ku appa dan eomma tak suka gelap-gelapan, sekalipun waktu
mereka tidur.
Kulangkahkan kaki ku semakin masuk, dan aku tahu aku sudah sampai di
ruang tengah. “Appa?” panggil ku. keadaan begitu sepi. Apakah tidak ada orang
di rumah? “Eomma?” panggil ku sekali lagi, sambil mencoba mencari kontak lampu.
Sebelum jari-jari ku mencapai dinding, cahaya petir sudah menyinari keadaan
rumah.
Dan... aku tidak percaya dengan apa yang tadi kulihat. Tidak. Aku tidak
mau percaya. Tapi sekali lagi, cahaya petir memperjelas penglihatan ku. dan mau
tak mau, aku harus mempercayai penglihatan ku sendiri. Beku. Aku membeku. Aku
bahkan tak bisa merubuhkan tubuhku sendiri. Jantungku seakan berhenti, tak mau
bergerak. Ia juga membeku.
Disana... dua tubuh lemas itu tergeletak begitu saja diatas lantai.
Lantai yang harusnya berwarna putih itu, untuk kali ini, mereka merubah warna
menjadi merah. Bukan sulap. Apalagi sihir. Merah itu... adalah merah darah.
Darah... yang... keluar dari kedua tubuh lemas itu.
Aku... aku tidak ingin mengenali kedua tubuh itu. Tidak. Tidak! Aku
tidak kenal!
“Gi Hae...?” sebuah suara memanggil, yang aku ingat, itu nama ku. saat
itu aku menyadari, ada orang lain dalam ruangan ini. Seorang pria berdiri, di sana.
Di tengah ruangan. Di dekat kedua tubuh lemas itu. Yang artinya, juga di dekat
ku. aku tidak bisa berpikir. Siapa dia? Sampai tiba-tiba tubuh itu merengkuh ku
kedalam pelukannya. “Syukurlah, Gi Hae!” aku bisa mendengar nada bahagia dalam
nadanya.
Ia melepaskan pelukannya, mengecek kondisi ku. memeriksa tubuh ku. dan
aku masih memandangi nya. Aku semakin mengenali dirinya. “Kau tak apa kan? Tak
terluka kan? Gi Hae? Gi Hae jawab oppa! (panggilan untuk pria yang lebih dewasa)”
Disaat yang sama, aku merasa ada yang dingin di pipi ku. air? Aku...
menangis? Pria itu memeluk ku sekali lagi. Diusapnya pelan kepala ku. lalu dia
berbisik, “Ada oppa... don’t be afraid... you’re with me...”
“Hoya oppa... appa dan eomma... sedang pergi? Kenapa rumah gelap? Ke
market?” akhirnya aku bisa bersuara. Tapi kali ini, pria itu yang tak bisa
bersuara. Ia bungkam. Dan untuk selamanya, aku tak akan mendapatkan jawaban
atas pertanyaan itu.
Eomma, ternyata... lebih baik jika kau mengomeli ku saat ini...
~@~@~@~@~
Haa... HA HA HA! Hahaha... kalian
pikir bisa memiliki Gi Hae? Menjauhkan aku dari gadis kecil ku itu? Ahahaha!
Sekarang kalian berujung tidak berguna seperti sampah begitu.
Tidurlah yang nyenyak disana. Gi
Hae akan baik-baik saja bersama ku... akan kubuat tempat yang indah untuknya
disini...
Selamat tinggal, ... appa? Eomma?
HAHAHA!
~@~@~@~@~
.: 4 years later :.
*Cheon Sa pov*
Aku keluar dari taksi.
untuk sejenak, ku pandangi apa yang ada dihadapanku saat ini. Club malam. Tak pernah
berpikir aku akan pergi ke sini lagi. Gadis itu memang merepotkan! Setelah
menghela napas panjang, aku akhirnya melangkah masuk kedalam club. Seperti
biasanya, dan memang sudah seharusnya, club penuh dengan orang-orang.
Perlu waktu beberapa
detik untuk bisa melihat sosoknya, sampai akhirnya mata ku menangkap sesosok pria sedang duduk di bangku bartender. Di sampingnya, ada seorang gadis yang
menidurkan kepalanya di meja bartender. Jauh lebih baik dari saat terakhir kali gadis itu ke sini. Dulu aku harus menariknya yang sedang menari di lantai dansa
sambil mabuk.
Aku langsung menghampiri
mereka dengan cepat. Tinggal beberapa langkah lagi sampai, pria yang duduk
disamping gadis itu menoleh. Dan aku bisa melihat betapa lega nya dia melihat
diriku. “Lebih cepat dari sebelumnya. Dia belum sempat turun ke lantai dansa.”
Ujar pria itu. Aku langsung menoleh ke arah si gadis, yang menutup matanya
rapat.
“Tapi sepertinya ia tak
sanggup turun ke lantai dansa, kali ini.” Ujar pria itu lagi, sama-sama memerhatikan
wajah gadis blonde ini. “7 gelas.” Beritahunya. Dan aku menggeleng-geleng
sendiri mendengarnya.
“Sebenarnya apa yang
terjadi?” tanyaku pada pria yang ku kenal bernama Myung Soo itu. “Tahan
ceritanya, chagi (sayang). Bantu aku angkut dia.” Aku pun menurunkan bahu ku, dan
menaruh tangan kanan gadis ini di sana. Myung Soo oppa menggendong tangan satunya.
Dan dengan cepat kami keluar dari tempat ini.
“Kenapa bisa dia ke
tempat ini lagi?” Tanya ku pada Myung Soo oppa, saat kami sudah berada dalam mobil nya. Pria itu menghela napas, sambil berkonsentrasi pada jalanan.
“Who knows.” Myung Soo oppa menggedikkan bahunya.
“Padahal kupikir ia tak
akan pernah ke sini lagi sejak setahun yang la—...” aku memberhentikan omongan
ku, membuat Myung Soo oppa menoleh kearah ku sebentar.
“Ada apa?” tanya nya,
penasaran.
“... Sepertinya aku tahu
ada apa dengannya.” Gumam ku. “Hari ini tepat 4 tahun.” Lanjutku. Dan tanpa
keterangan lebih lanjut, Myung Soo oppa sudah mengerti. Dan karena hal ini, aku dan
Myung Soo oppa jadi sama-sama bungkam.
Mengingat kejadian itu,
memang tak pernah menyenangkan. Tak akan pernah. Aku melirik kearah spion dalam
mobil, ku lihat gadis itu tertidur pulas. Wajahnya kelihatan begitu lelah. Aku
menghela napas, kuharap ia mimpi indah.
Sampai akhirnya, kami
tiba di rumah ku. Myung Soo oppa membantu ku mengangkut gadis itu masuk kedalam
rumah. Di ruang tengah, ku lihat Hoya oppa yang sedang minum, langsung
tersedak. Dengan panik ia menghampiri kami. “Why? What happen?? Gi Hae kenapa??”
tanya nya.
“Oppa, bisa kau tidurkan
Gi Hae di kamarnya?” tanya ku, pelan. Aku tidak ingin gadis ini terbangun. Tanpa
menjawab, Hoya oppa langsung menggendong nya. Aku menghadap ke arah Myung Soo oppa,
dan kami berdua keluar dari rumah.
“Terimakasih, ya, oppa, sudah
mau menemani Gi Hae. Maaf dia selalu merepotkan, oppa...” ujarku, sambil
mengantarnya kembali ke mobil.
“It's okay, Cheon
Sa-ya.” Senyum Myung Soo oppa. Ia terlihat tulus, tapi aku bisa melihat ia
begitu kelelahan sebenarnya. Jam segini, biasanya ia sudah tidur di rumahnya,
setelah pulang kerja. “Jangan salahkan Gi Hae, dia sedang banyak pikiran.”
Lanjut Myung Soo oppa.
“Iya... kau pulanglah,
oppa. Istirahat.” Senyum ku. dia balas tersenyum. Dan sebelum ia masuk ke dalam
mobil, ia menarik dagu ku dan mencium bibir ku lembut.
“Nite.” Ujarnya, aku
hanya mengangguk. Ia masuk kedalam mobil, dan pergi setelah aku masuk kembali
kedalam rumah.
Aku langsung menuju ke
lantai atas, dan berdiri di depan pintu kamar yang terbuka. Ku lihat Hoya oppa
berdiri disamping kasur single, ditengah ruangan kamar yang sederhana ini. Aku
melangkah masuk ke dalam, dan tersenyum kepada Hoya oppa.
“Ganti baju oppa. Baru
setelah itu kau tidur. Besok kau masih kerja juga, kan?” suruhku. Hoya oppa
tidak mengatakan apa-apa, ia hanya terus memandangi gadis yang tertidur dengan
tenang itu. “Gi Hae tidak apa-apa, kok. Sudahlah, biarkan dia istirahat juga. Ya?” akhirnya Hoya oppa mengangguk.
“Kau juga istirahat, sis.” Hoya oppa mengelus kepala ku pelan, baru setelah itu ia
melangkah keluar kamar.
Pandangan ku kembali
kearah gadis tadi. Lee Gi Hae, sepupu ku. sepupu ku yang sebenarnya ku temui
hampir tiap 2 minggu sekali. Tidak. Ia bukan perempuan yang suka mabuk-mabukan. Tapi aku
tidak mengerti, apakah ia akan melakukan hal yang sama tahun depan, ditanggal
yang sama dengan hari ini? Tahun kemarin ia sudah melakukan hal ini, dan kali
ini ia melakukan sekali lagi.
“Beruntunglah kau, Myung
Soo oppa mau menemani mu.” Gumam ku, entah kenapa siapa. Sebenarnya, aku ini
jahat. Disaat sepupu ku sedang mengalami hari beratnya, sampai ia
mabuk-mabukan, aku justru mengenang masa menyenangkan, satu tahun yang lalu.
Ya... satu tahun yang
lalu, adalah pertama kali nya aku bertemu dengan Myung Soo oppa. Semua berkat
Gi Hae. Myung Soo oppa adalah rekan kerja Gi Hae. Mereka sangat dekat,
sampai-sampai Myung Soo oppa mau menemani Gi Hae ke club. Kalau saja waktu itu
Hoya oppa tidak kerja, mungkin aku tidak akan bertemu dengan Myung Soo oppa.
Sepertinya aku harus berterimakasih pada Hoya oppa juga.
Hoya oppa adalah kakak laki-laki ku. Kakak ku satu-satunya. Kami hanya tinggal berdua, atau kadang Gi Hae
menginap disini. Kedua orangtua kami adalah workaholic. Tapi jangan salah
sangka, kehidupan kami tak seperti kebanyakan drama-drama. Kami ini keluarga
harmonis, sekalipun aku jarang bertemu dengan kedua orang tuaku. Selain itu,
Hoya oppa dan aku sangat akrab. Dia selalu melindungi ku. Kakak kebanggaan ku.
Aku kembali memandangi
Gi Hae... aku tersenyum, berharap senyuman ku sampai ke dalam mimpinya. “Kau
kuat, Gi Hae-ya. Kau bukan perempuan lemah. Semangatlah.”
~@~@~@~@~
Mabuk-mabukkan lagi? Sampai tidak sadar begitu? Gi Hae... kenapa kau
menyiksa dirimu sendiri seperti itu? Apa yang kau pikirkan saat ini?
Kalau kau bersama ku, aku akan selalu membuatmu bahagia. Tak akan
kubiarkan hidup mu jadi seperti sekarang. Aku akan membuatmu selalu senang...
aku akan terus mencintai mu...
... ...Sebentar lagi, kok, Gi Hae sayang... tunggu sebentar lagi...
Kita akan bersama sebentar lagi...
Aku sedang membuat ‘paradise’ untuk mu, kau pasti suka. Tunggu sebentar
lagi, ya, sayang...
~@~@~@~@~
*Gi Hae pov*
Pusing. Kepala ku
rasanya pusing sekali. Seluruh badan ku berat. Aku tak bisa memerintah satu
organ pun dari tubuhku sendiri. Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah menyambut
cahaya masuk kedalam mataku. Dan berpikir, dimana aku sekarang? Apa yang terjadi?
Beberapa detik kemudian,
aku sadar aku berada dalam kamar ku sendiri, yang ada di rumah sepupu ku. aku
juga ingat semalam aku mabuk-mabukan. Sepertinya Cheon Sa yang menjemput ku,
ya? Jelas Myung Soo oppa yang memberitahukannya. Lagi-lagi aku merepotkan
mereka berdua. Aku harus berterimakasih, terutama pada Myung Soo oppa. Pria itu sampai mau tidak mau ikut denganku.
Aku bangun dari tidurku,
akhirnya aku bisa menggunakan tubuhku sendiri. Aku butuh minum. Aku pun turun
dari kasur, turun ke lantai bawah, dan menuju dapur. Rumah ini selalu sepi
seperti biasanya. Hoya oppa dan Cheon Sa, mereka berdua sama-sama kerja sih.
Tapi masa mereka berdua mau mengikuti jejak orangtua mereka?
Aku sih tidak mau
mengikuti jejak orang tua ku. appa hanya berkerja membantu temannya di toko
daging. Sementara eomma hanya jadi ibu rumah tangga. Aku kan punya cita-cita
berkarir. Dari dulu aku selalu suka melihat wanita sibuk. Tapi sampai saat ini
aku ragu... kalau appa dan eomma masih ada, apakah mereka bangga dengan diriku
saat ini?
Dari dulu, aku selalu
membayangkan akan jadi orang sukses, dan melihat mereka berdua tersenyum.
Apakah sekarang mereka tersenyum? Haha... aku tak pernah tahu. Tak akan pernah
tahu. Sama seperti, apa yang terjadi saat itu? Siapa yang tega merenggut mereka
dari kehidupan ku? dan mengapa? Sampai saat ini... itu hanya pertanyaan tak
terjawab.
4 tahun yang lalu, malam
itu, aku kehilangan keluarga ku. aku kehilangan mereka dengan cara yang
menggenaskan. Kejam. Aku sampai tidak tahu bagaimana perasaan ku saat itu.
Polisi datang, memeriksa semuanya. Tapi mereka tak menemukan keanehan apa pun.
Tak ada juga barang yang dirampok. Semua seperti biasanya, kecuali tubuh lemas
yang dilumuri darah itu...
Pembunuh itu, entah apa
yang ia pikirkan. Yang ku tahu hanya satu, dia sangat hebat. Polisi pun tak
bisa melacaknya. Atau sekedar menemukan sidik jari nya. Dia melakukannya dengan
bersih. Seakan... memang sudah seharusnya appa dan eomma malam itu mati.
Tiba-tiba aku
tersadarkan dari lamunan ku. tenggorokan ku seakan menjerit. Dia benar-benar
butuh air saat ini. Aku mengambil minum, sambil memerhatikan ke sekeliling.
Sepertinya ada yang kulupakan... apa ya? Setelah selesai minum, aku pun mandi,
dan pergi meninggalkan rumah itu. Tentu saja setelah aku menulis pesan untuk
Hoya oppa dan Cheon Sa.
~@~@~@~@~
Sung Yeol oppa! Aku baru
ingat hari ini aku janjian bertemu dengan Sung Yeol oppa! Astaga! Sekarang
sudah malam, padahal aku janji makan siang dengannya. Pasti dia marah! Aku
langsung bangun dari duduk ku. ku matikan TV, dan langsung berganti baju. Ku
ambil jaket, dan bersiap untuk pergi. Saat aku membuka pintu, saat itu juga aku
tertegun. Seorang pria berdiri tepat di depan pintu rumahku. Kami berdua
sama-sama kaget.
“Gi Hae-yaa! Aku baru
saja mau menekan bel.” Ujar pria itu, masih tercengang kaget. Menyadari siapa
yang berdiri di depan ku, sekali lagi aku kaget. Tapi... bukan kaget seperti
tadi. Kali ini, jantungku yang membuat ku kaget, karena tiba-tiba dia berdebar
kencang.
“... Woo Hyun oppa...”
gumam ku.
“Aku tidak melihat mu
tadi saat makan siang. Aku hanya bertemu dengan Myung Soo. Dan... pria itu
menceritakan tentang semalam.” Cerita Woo Hyun oppa. “... Kau... baik-baik saja?”
tanya nya, dengan nada yang lembut. Nada yang seperti biasanya. Nada yang sukses
membuatku berdebar.
“I'm fine, oppa. Thanks.” jawabku, berusaha untuk biasa saja.
“Really?” tanya nya
meyakinkan. Aku mengangguk sebagai jawaban, dan untuk beberapa saat ia hanya
menatap ku, baru tersenyum. “Baguslah. Eng... kau sudah makan malam?” tanya nya
lagi.
“Sudah. Baru saja. Ah,
oppa, maaf, aku harus buru-buru.” Aku teringat akan Sung Yeol oppa. “Aku
harus segera pulang.” Ujarku.
“Pulang?” Woo Hyun oppa
tampak bingung.
“Ah, maksud ku pulang
kerumah. Bukan apartement ini.” Jelasku. Iya... aku tinggal di apartement,
untuk beberapa alasan, sekalipun sebenarnya aku bosan kalau tinggal sendiri.
“Oh.” Woo Hyun oppa
mengerti. “Biar kuantar, ya?” tawarnya. Aku menatapnya, dan aku tahu sepertinya
aku tidak bisa menolak nya. Akhirnya aku tersenyum dan mengangguk. Aku memang
tidak pernah bisa menolak Woo Hyun oppa.
Woo Hyun oppa ini adalah
senior ku saat aku masih SMA dulu. Waktu itu kami hanya sekedar saling tahu.
Dan tak kusangka, kami bertemu lagi di kantor. Ya... aku dan dia satu kantor
sekarang. Kalau aku bagian design, dia bagian personalia. Sudah di jabatan
tertinggi lagi. Dia termasuk orang kepercayaan direktur kantor ku. namja yang
hebat, kan?
Kami jarang bertemu
sebenarnya. Hanya bertemu saat jam makan siang, itu juga kalau beruntung. Tapi
biar begitu, hubungan kami saat ini sangatlah dekat. Kalau kata Myung Soo oppa,
tinggal tunggu waktu sampai Woo Hyun oppa menyatakan cinta padaku. Aku anggap
itu sebagai doa. Aku tidak mau berharap terlalu tinggi dulu. Karena aku tidak
ingin jatuh di lubang terdalam.
*Cheon Sa pov*
“Cheon Sa-ya, ayo
pulang.” Aku mendengak dan menemukan seorang pria berdiri di depan meja kerja
ku. Sung Jong, pria teramah di kantor ini kurasa. Aku sangat dekat dengan nya.
“Wait.” Jawabku.
Dia memainkan hiasan yang ada di meja ku, sambil menunggu aku memberesi bawaan
ku. Sung Jong sangat baik sebenarnya, dia mau-mau saja mengantar aku pulang
hampir tiap malamnya.
Biar sebenarnya Myung
Soo oppa kurang suka dengannya. Tapi Myung Soo oppa juga tidak ingin aku pulang
sendirian, apalagi kalau mengingat aku selalu pulang larut malam. Dan Myung Soo
oppa juga sudah terlalu lelah untuk harus pergi ke kantor ku dulu, mengantar ku
pulang, baru dia pulang kerumahnya. Tidak. Aku tidak mau sampai Myung Soo oppa
kelelahan.
Sudah beberapa kali aku
berpikir akan pindah ke kantor yang sama dengan Myung Soo oppa saja. Tapi Gi
Hae melarang ku, selain karena kantor nya jadi lebih jauh lagi dari rumah ku,
juga karena sebenarnya aku sudah mendapatkan jabatan yang sangat enak di sini.
Aku kerja sebagai
sekretaris pribadi direktur perusahaan ini. Dan Gi Hae bilang dia akan
menendang ku kalau sampai aku melepaskan jabatan itu, mengingat dia hanya
berkerja di bagian design perusahaan. Selain itu juga... sepertinya aku tidak
bisa meninggalkan direktur begitu saja.
“Cheon Sa, kau sudah mau
pulang?” aku menoleh—begitu juga dengan Sung Jong—ketika seseorang keluar dari
ruangan yang ada di sebelah meja kerja ku. direktur Kim.
“Ne, direktur.” Aku
tersenyum kearahnya. Sung Jong sempat menunduk sekilas kearah direktur,
sementara direktur memerhatikan Sung Jong dengan lekat.
“Pulang bersama seperti
biasanya?” tanya direktur.
“Iya, aku selalu
merepotkan Sung Jong.” Tawa ku, diikuti dengan tawa kaku Sung Jong. Entahlah...
tiba-tiba suasana menjadi agak canggung.
"Well. Hati-hati kalau
begitu. Kau juga Lee Sung Jong.” Direktur pun langsung melangkah pergi.
“Hati-hati dijalan,
direktur.” Ujar ku, tepat sebelum pria itu benar-benar menghilang.
“Dingin banget, Kim Sung
Gyu itu.” Gumam Sung Jong, yang masih memerhatikan tempat direktur menghilang.
“Tidak sedingin yang kau
kira, kok. Dia sebenarnya baik. Dia selalu menolongku.” Jawabku, akhirnya
selesai beres-beres.
“Itu karena dia menyukai
mu, Cheon Sa-ya.” Ujar Sung Jong, saat kami berdua juga melangkah pergi dari
ruang kerja ku.
“Ngaco.” Jawabku. “Oh
iya, nanti bisa mampir ke minimarket dulu tidak, sebentar?” tanyaku pada Sung
Jong. “Malam ini aku mau masak makanan kesukaan Gi Hae.”
“Loh? Memangnya dia
kenapa?” tanya Sung Jong.
“Semalam dia pulang
kerumah ku. dia baru saja melewati hari berat nya. Jadi aku berniat untuk
menyemangatinya. Kau nanti ikut makan malam bersama kami juga, ya?” ajak ku.
“Me??” agak kaget Sung
Jong.
“Iya. Hiburlah Gi Hae.
Bagaimana pun dia sahabat kecil mu, kan? Melihat mu dia pasti senang.” Ujarku.
“Hem... yasudah.” Senyum
Sung Jong. Aku pun ikut tersenyum. Sung Jong disini memang teman masa kecil Gi
Hae. Mereka berdua, tumbuh bersama. Bisa jadi, Sung Jong lebih mengerti Gi Hae
dibandingkan diriku sendiri.
*Gi Hae pov*
Aku turun dari mobil Woo
Hyun oppa. Kami sudah sampai di depan rumah ku. rumah ku yang dulu. Rumah yang
selalu membuatku membeku untuk beberapa saat. Tapi setelah itu, aku seperti
merasakan kehangatan dari nya. Seakan appa dan eomma selalu menyambutku. “Home
sweet home.” Ujarku.
“Apa perlu aku ikut
masuk? Biar kakak mu tidak salah paham?” tawar Woo Hyun oppa. Sepanjang
perjalanan, aku cerita padanya tentang janji ku dengan Sung Yeol oppa.
“Tidak perlu, oppa.
Tapi... lebih baik kau masuk dulu. Sejak tadi aku tidak menyambut mu.” Tawaku,
mengingat tadi aku tidak mempersilahkan dia masuk, dan dia sudah repot-repot
mengantar ku. tidak sopan kan kalau langsung ku suruh pulang.
Akhirnya kami berdua
masuk kedalam rumah. Sepi. Aku melihat ke seluruh ruangan, dan tidak menemukan
Sung Yeol oppa dimana pun. “Sepertinya Sung Yeol oppa tidak dirumah.” Beritahu
ku pada Woo Hyun oppa yang juga sedang memandang ke sekitar. “Mau minum apa,
oppa?” tanya ku pada Woo Hyun oppa.
“Air biasa saja, Gi
Hae-ya. Tak perlu repot-repot.” Jawabnya, “Aku ke kamar mandi mu sebentar, ya.”
Ujarnya. Woo Hyun oppa memang sudah beberapa kali ke sini. Dia juga sering
mengobrol dengan Sung Yeol oppa. Jadi dia sudah tidak asing lagi dengan rumah
ku.
Saat sedang di dapur,
kudengar suara pintu depan terbuka. Aku pun ke depan, dan melihat Sung Yeol
oppa datang, digotong oleh temannya, Dong Woo oppa. Teman dekat Sung Yeol oppa.
Aku langsung menghampiri dengan khawatir. “Oppa? What happen? Dong Woo oppa, Sung
Yeol oppa kenapa??” tanyaku. Ku bantu Dong Woo oppa menidurkan Sung Yeol oppa
di sofa.
Aku mencium bau alkohol
dari tubuh Sung Yeol oppa. Dia mabuk. “Dong Woo oppa, apa yang terj—oppa?” aku
memerhatikan Dong Woo oppa yang juga langsung terduduk di sofa. Aku juga
mencium bau alkohol darinya. Mereka berdua habis mabuk-mabukan. Aku menghela
napas. Dan aku benar-benar menyesal sudah melupakan janji ku dengan Sung Yeol
oppa. Kalau saja aku menepatinya, mungkin sekarang ia tak harus mabuk-mabukan.
Karena aku tahu, Sung
Yeol oppa juga pasti baru saja melewati hari beratnya. Karena dia kakak ku.
berarti dia juga merasakan hal yang sama, seperti yang kurasakan saat ini.
Terimakasih untuk kejadian 4 tahun yang lalu. Karena itu, kami berdua sekarang
jadi seperti ini tiap tahunnya.
Aku membalik badan ku,
berniat untuk mengambilkan minum. Sampai tiba-tiba seseorang mendorong tubuh
ku, dan aku jatuh ke lantai. ...Dong Woo oppa menindih ku. “Op-oppa?” kaget ku. Pria itu menahan kedua tangan ku, ia tersenyum kearahku.
“Kau selalu tampak
manis, Gi Hae-ya...” bisiknya, membuat aku merinding.
“Oppa lep-mmmhh...” aku
memberontak, tiba-tiba saja Dong Woo oppa mencium bibir ku kasar. Dia terlalu
kuat. Aku tidak bisa mendorong ia menjauh. Dan bau alkohol nya, semakin tercium
saja. Sampai-sampai kupikir aku bisa jadi mabuk juga mungkin. Dong Woo oppa
memaksa untuk masuk kedalam mulut ku, tapi aku terus mengatupkan bibir ku.
tidak. Ini tidak benar! Sung Yeol oppa! Tolong! Aku ingin berteriak tapi tak
bisa, karena Dong Woo oppa terus membungkam ku dengan ciumannya.
“HEY! STAY AWAY FROM
HER!” tiba-tiba seseorang menarik kasar Dong Woo oppa. Aku langsung bangun dan
memeluk tubuhku. Aku baru sadar, aku bergetar. Untuk beberapa saat, aku tak
bisa berpikir. Nyaris... nyaris... saja. Sampai aku tersadarkan, dan melihat
Woo Hyun oppa memukul keras Dong Woo oppa. Sampai pria itu tidak bergerak
lagi. Mungkin pengaruh alkohol juga, ditambah pukulan keras dari Woo Hyun oppa.
Woo Hyun oppa langsung
menoleh kearah ku, dan menghampiri ku. “Are you okay?” tanya nya. Dapat ku lihat
wajahnya cemas. Aku tak bisa bersuara, hanya terus memeluk tubuhku yang
bergetar. Baru kali ini... baru kali ini aku merasakan ketakutan luar biasa.
Kurasakan Woo Hyun oppa mengelus bibir ku lembut. Perih. Aku merasa sangat
perih disana. “Brengsek... kau sampai berdarah begini...” Wajah Woo Hyun oppa
benar-benar menunjukkan kemarahan.
“It’s okay... I’m
here...” Woo Hyun oppa memelukku. Memberikan aku kehangatan tubuhnya. Dan aku
tahu. Aku tertolong karenanya,... juga semakin mencintai dirinya.
*Cheon Sa pov*
Ternyata Gi Hae sudah pulang,
dia hanya meninggalkan note dan memberitahu dia sudah tidak apa-apa. Aku
memandang kearah belanjaan ku. untuk apa aku belanja, coba... bahkan saat ini
Hoya oppa juga belum pulang. Dan Sung Jong langsung pulang mengetahui hanya
kami berdua di dalam rumah.
Aku pun masuk ke dalam
kemarku. Dan mengistirahatkan tubuh ku. lelahnya... ku ambil ponsel ku, dan
lihat ada pesan dari Myung Soo oppa. Seperti biasanya, aku selalu tersenyum
sekalipun hanya melihat nama nya. Ku baca pesannya, dan aku tahu dia sudah
dijalan pulang. Aku langsung membalas pesannya, hati-hati oppa. Aku baru saja
sampai. Dan ternyata aku seorang diri. Adu ku.
Semenjak bersama Myung
Soo oppa, hidup ku semakin lengkap. Aku tak pernah merasakan kebahagiaan
seperti ini sebelumnya. Aku sangat mencintai Myung Soo oppa. Dan kuharap untuk
selama nya seperti ini. Egois dan terlalu bermimpi sebenarnya. Tapi apa
salahnya berdoa, kan?
Aku tak mendapatkan
balasan lagi dari Myung Soo oppa. Mungkin pria itu tengah berkonsentrasi.
Haaa... lebih baik aku tidur saja.
~@~@~@~@~
*Gi Hae pov*
“Sudahlah oppa...” aku
menarik tangan Sung Yeol oppa, berusaha membujuk namja itu. Tapi pria itu
menoleh dan menatap ku tajam. Tatapan yang menyeramkan, yang tak pernah berani
ku lihat.
“APA NYA YANG
SUDAHLAH?!” bentaknya. “DIA SUDAH BERANI-BERANINYA MELUKAI MU, GI HAE! Pria itu... pria itu harus dapat pelajaran! Lepaskan aku, Gi Hae!” mendengarnya,
aku justru memeluk tubuhnya. Dan saat itu ia berhenti. Aku tak dapat lagi
membendung air mata ku. aku selalu ingin menangis kalau sudah melihat Sung Yeol
oppa lepas kendali begini.
“Please oppa... aku tak
mau oppa bertengkar... aku tak mau oppa terluka...” gumam ku, sambil terisak.
Lama Sung Yeol oppa hanya terdiam, sampai akhirnya ia balas memelukku. Ia
mengusap-usap kepala ku lembut, memberitahukan aku kalau dia sudah kembali.
“... Kau ketakutan, ya,
semalam?” tanya Sung Yeol oppa pelan. “I'm sorry... sorry oppa, ... malah tidak
berguna...”
“It's okay, oppa.”
Jawabku.
Sung Yeol oppa, adalah pria temperamen. Pria yang menyeramkan kalau sudah marah. Dan aku selalu
takut. Takut kalau ia berbuat sesuatu, atau takut aku akan kehilangan dirinya
lagi. Dari dulu, ia selalu bertengkar dengan appa, sampai-sampai ia pergi dari
rumah dan tak kembali lagi. Bahkan... ia masih bertengkar dengan appa, terakhir
kali appa ada. Sehari sebelum pembunuhan itu, Sung Yeol oppa pulang kerumah.
Kupikir saat itu akhirnya kami bisa bersama-sama lagi, tapi ternyata... mereka
bertengkar. Bahkan lebih hebat daripada sebelumnya.
Eomma sampai menangis.
Tapi tak ada satupun yang mau mengalah, baik appa atau Sung Yeol oppa. Keduanya
sama-sama keras. Seperti kata orang-orang, like
father, like son. Tapi aku sangat sayang padanya. Sebagai seorang kakak, dia
berhasil. Karena itu aku tak mau kehilangan dirinya lagi. Sekalipun
sebenarnya... aku dan dia bukan kakak-beradik kandung. Tapi Sung Yeol oppa
merawatku seperti kami sedarah.
Aku... aku besar di
panti asuhan sebenarnya. Park Gi Hae, adalah nama asliku, katanya sih. Aku tak
pernah tahu tentang keluarga kandungku. Bibi dipanti asuhan bilang, aku
ditemukan sendirian sambil menangis di pinggir jalan. Mungkin aku hilang.
Sampai aku cukup besar, umur 11 tahun, appa dan eomma, keluarga Lee ini,
mengangkat ku sebagai anak mereka.
Sung Yeol oppa lah yang
melihat ku pertama kali—saat itu aku sedang bermain dengan teman-teman ku—lelaki itu menghampiri ku. dan Sung Yeol oppa mengajak ku bermain, mengajari ku
bermain basket saat itu. Selanjutnya, aku resmi menjadi adik nya, menjadi salah
satu anak dari keluarga Lee. Tidak ada lagi Park Gi Hae, yang ada sekarang
adalah Lee Gi Hae.
“Aku harus
berterimakasih pada Woo Hyun.” Ujar Sung Yeol oppa, ketika aku berhenti
menangis. “Untung ada dia, kalau tidak... entahlah. Bagus pria itu mengusir
Dong Woo jauh-jauh. Dong Woo memang sialan...”
“Sudahlah, oppa.”
Ujarku. “Makan siang?” tawarku. Untuk beberapa saat Sung Yeol oppa terdiam,
baru setelah itu ia menyengir.
“Diluar saja. Oppa
traktir.”
~@~@~@~@~
Aku meneguk habis minum ku. ku pandangi bulan malam ini. Lebih indah
dari biasanya. Aku mengalihkan pandangan ku dari jendela, dan kutaruh gelas
kaca ku diatas meja. Aku melangkah menuju pintu, yang mengarah ke bawah tanah.
Ku nyalakan lampu, dan terlihat lah ruangan persegi yang sederhana, sekarang
menyambutku.
“YAK!! LEPASKAN AKU! APA MAU MU, HEY!” ku dengar sebuah teriakan,
mengganggu saja. Aku melirik kearahnya sebentar. Besar mulut saja, tidak sadar
kalau dirinya sudah tak berdaya. Terikat di kursi, di tengah ruangan. Aku
mendekat kearah meja yang ada di dalam ruangan itu.
“Hey... kau suka nya apa?” tanya ku. “Benda tajam, atau pistol?”
“...A-apa?! Orang gila! Lepaskan aku sekarang juga!!” teriak dia sekali
lagi.
“Ditanya juga...” aku menghela napas. “Hey, kau lebih suka pelan-pelan,
atau langsung?” tanya ku sekali lagi. Dia tak menjawab kali ini, tapi berusaha
melepaskan ikatan tangannya. “Dasar sombong... aku kan sudah bertanya
baik-baik.” Aku mengangkat bahu ku.
Akhirnya ku ambil pistol, lalu ku ambil satu peluru. Kalau untuk dia,
satu saja sudah cukup. Baru setelah itu ku hampiri dirinya, yang langsung
menatap ku tajam. “Kau! Lepaskan aku!!” bentaknya. Ku raba bibir nya dengan
jari-jari ku. ku tatap dirinya, dan aku tersenyum.
“Bagaimana rasa bibir nya? Manis?” tanya ku. kurasa dia tidak mengerti
maksudku, karena dia hanya diam memandang ku. “Aku iri. Aku saja belum pernah
mencoba mencium nya.”
“A-apa sih maksud mu?”
“Gi Hae manis, ya? Pasti bibir nya juga... manis...” ku tangkup wajah
nya dengan tangan ku, lalu ku masukkan pistol ke dalam mulutnya. Dia mengeram,
tak bisa bicara karena terbungkam oleh pistol, dan tangan ku mengunci dagunya.
“Ini hukuman karena kau berani-berani nya merebut ciuman pertama Gi
Hae, yang sudah kujaga sejak lama itu...”
“Bye, fella~” cengir ku, sambil menarik pelatuk pistol, dan DOR!
HAHAAHAHA!
Haaa... aku menjauh dari pria tak bernyawa ini. Darah nya kemana-mana,
sial, masa aku harus mandi lagi? Aku pun menaruh pistol ku kembali, dan naik
keatas, membiarkan mayat tak berguna itu begitu saja. Seperti nya semakin
bahaya... keamanan Gi Hae semakin terancam. Aku harus cepat-cepat membuat
‘paradise’, agar bisa cepat juga Gi Hae terlindungi...
To
be continue
Tidak ada komentar:
Posting Komentar