Kamis, 18 Agustus 2011

Our Fate


Author :  Gi
Genre   : Romance
Cast       : Lee Gi Hae, Lee Sung Min, Shim Chang Min

nb: FF yang gue bikin disaat gue lagi sakit, sooo maaf-maaf aja kalo ceritanya rada maksa ato aneh banget. ini semua terjadi atas kesadaran saya dalam kondisi demam yang tinggi ahahaha. but still, please enjoy it ^^
Sung Min

Chang Min

 ><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><><>< 

“Honey... i’m home.” Ujar sebuah suara dari arah pintu depan. aku yang saat itu sedang merapikan dapur pun melangkah kan kaki ku menuju sumber suara. Ku lihat seorang namja tinggi sedang merubuhkan tubuhnya dengan lemas di sofa depan.


“You’re home.” Senyum ku pada namja itu.
“Yes, i’m home... and i’m so tired...” ia memejamkan matanya.
“No! No! No! Wake up!! Don’t sleep on sofa! Go to bedroom, change your clothes to pajama, wash your face, your leg and hand!!”
“Ugh...... i’m so tired, i even can’t stand up.” Ia masih memejam kan matanya. Aku akhirnya menghampirinya dan mengangkat tangannya lalu kutaruh di bahu ku. Dengan sekuat tenaga, ku angkat dia supaya bisa berdiri. tapi saat dia sudah berdiri, tiba-tiba saja ia dengan sengaja mendaratkan ciuman kilat di pipi ku.

“I’m home, my wife~~” senyumnya.
“YAK! SHIM CHANG MIN!!” teriak ku kaget bercampur marah.
“Aigoo, honey, you scream on my ears.”
“I don’t care! Don’t play around again! Go to bedroom, now!!” marah ku.
“Allright, allright. Oh yeah, i almost forgot. This is from eomma.” Ia mengeluarkan sebuah amplop surat dari kantongnya. aku pun mengambilnya, baru ku buka setelah namja itu benar-benar pergi ke kamar.

 
ku baca selama beberapa saat surat dari eomma. Setelah ku baca dan ku resapi dalam-dalam ke otakku, aku bergerak pergi ke dalam kamar. Ku lihat Chang Min justru tertidur di kasur tanpa mengganti pakaiannya.

“Chang Min-ah! You’re not change your clothes?! Aigoooo...... kau benar-benar susah dibilangin...”
“Aaah... sudah lama sekali tidak dengar logat dan bahasa korea mu, yeobbo.” Ia membuka matanya dan tersenyum kearah ku.

“Kau sudah baca surat dari eomma?” tanyanya.
“Ne.” Aku duduk di samping tubuh Chang Min yang tiduran.
“Kau mau datang?”
“...... Kau membolehkannya?”
“Tentu saja... toh kita sudah lama sekali tidak pulang dan menengok mereka.”
“... Yasudah. Aku sih ikut-ikut saja.”
“Gwenchana?”
“Ne.” Senyum ku.
“Kalau begitu beres-beres lah. Lusa kita berangkat ke Korea.”
“Ne...... yak! bangun! ganti baju mu!!” omel ku lagi.
“Honey, kau cium sesuatu tidak?” tanyanya tiba-tiba.
“Eh? AH!! AKU LUPA!!” aku langsung lari ke dapur, aku lupa kalau aku tadi sedang mencoba untuk masak.

“Jangan di paksakan kalau kau memang tidak bisa masak. Kan bisa delivery...” gumam Chang Min dari belakang ku yang ternyata ikut aku berlari ke dapur. Aku cuma bisa menyengir.

Ya... ini lah kehidupan ku tiap harinya, sebagai istri seorang exclusive manager disuatu perusahaan yang ada di London. Kami sebenarnya baru menikah setahun yang lalu, saat ini umur ku masih 19 tahun. Ya... aku menikah saat umur ku masih 18 tahun, itu karena suatu alasan...

Aku dan Chang Min pindah ke London setelah kami menikah. Dan hidup lah kami berdua saja di sini, jauh dari keluarga dan teman-teman. Tapi ini pun juga ada alasan...

~@~@~@~@~@~@~

-2 days later-

Akhirnya kami kembali lagi ke Korea semenjak setahun yang lalu kami pergi meninggalkan negara ini. Udaranya memang berbeda dari London, haaa... aku sangat merindukan suasana Seoul yang selalu hangat ini.

Saat ini aku dan Chang Min sedang perjalanan menuju rumah oppa ku, Lee Sung Min. sudah lama sekali aku tidak berhubungan lagi dengannya, sekalinya dapat kabar adalah surat dari eomma kemarin, anak pertama Sung Min oppa akhirnya lahir juga. yaa... sekarang aku dipanggil tante, ahahahha...

“Yup, Sung Min’s hyung house. We’re arrived.” Ujar Chang Min menyadarkan ku dari lamunan.
“This is so fast.” Jawab ku.
“...... Are you okay?”
“... Yes, i’m fine.” Aku tersenyum meyakinkan. Aku pun turun dari mobil, baru saja mau membunyikan bel rumah Sung Min oppa, tiba-tiba seseorang keluar dari dalam. Sesosok namja yang sudah lama sekali tidak ku lihat... sosok namja yang sudah sangat ku rindukan......

“Gi Haekkie, kau pulang juga akhirnya.” Senyum nya lembut seperti biasa. Ia membuka kan gerbang untukku, dan langsung memelukku. Aku yang ada di dalam pelukannya hanya terdiam. Ia melepaskan pelukannya dan menatap ku.

“Kau berubah... terlihat semakin dewasa. Yang tidak berubah adalah, neo yeoppodda...” senyumnya. Aku terdiam untuk selama beberapa saat, baru akhirnya ku balas juga senyumannya.
“Gomawo, oppa. Kau juga tidak banyak yang berubah, palingan hanya penampilan mu saja yang sekarang terlihat tua. Wajar sih... sekarang kau dipanggil appa.”
“Yash, kau bocah, kita bahkan hanya beda setahun!” ia mengacak-acak rambut ku.

“Annyeong, hyung.” Sapa Chang Min, masih dalam mobil.
“Ah, Chang Min-ah! Oh ya, ayo masukkan mobilnya ke dalam.” Sung Min oppa membuka gerbang lebih lebar lagi agar mobil dapat masuk.

“Kalian bawa mobil ke sini?” tanya nya pada ku sambil jalan masuk.
“Sewa. Tadi Chang Min menelpon temannya yang ada di Korea untuk meminjam mobilnya.” Jelasku.
“Aaah... Chang Min-ah, biarkan saja barang-barangnya, nanti juga ada pelayan yang mengurusnya. Kau masuk saja ke dalam, ayo istirahat. Pasti perjalanan kalian melelahkan.” Ajak Sung Min oppa. Chang Min pun menurut dan masuk ke dalam menyusul ku dan Sung Min oppa.

“Mana eomma?” tanya ku.
“Di dalam kamar. Sedang bersama dengan Hee Yeon. Mengurus bayi, dia seorang yeoja loh.”
“Kureyo? Kau sudah memberi nama untuk bayinya oppa?”
“Tentu saja.”
“Nugu?”
“Lee Gi Hae.”
“........... Jinjja?”
“Jeongmal.” Sung Min oppa menatap ku dalam.
“...... Kau konyol sekali oppa. Masa tante dan keponakan punya nama yang sama?”
“Memangnya kenapa? Tidak boleh?”
“B-bukannya tidak boleh sih... tapi kan...”
“Aku suka dengan nama itu.” Lagi-lagi Sung Min oppa menatap ku. Aku langsung mengalihkan pandangan ku kearah lain. Kurasakan seseorang menggenggam tangan ku, yang baru kusadari adalah Chang Min, ia tersenyum ke arah ku. Benar...... disini ada Chang Min yang bersama ku... aku harus kuat. Toh sudah selama setahun ini aku berusaha melupakan itu semua...

Malamnya, sudah lama sekali kami sekeluarga tidak berkumpul. Aku menikmati suasana ini. Mata ku tidak pernah bisa lepas dari bayi mungil yang digendong-gendong oleh Hee Yeon eonnie, istri dari Sung Min oppa. Sekarang muncul satu lagi anggota keluarga kami... benar-benar waktu yang bahagia, yang harusnya aku juga ikut senang... tapi entah mengapa hati ku tidak bisa bahagia saat ini...

“Kenapa sih sejak tadi kau tidak bisa melepaskan mata mu dari si kecil Gi Hae, Haekkie?” tanya Chang Min yang ada di sebelahku.
“E-eh? Ah... anni... Gi Hae terlalu lucu, jadinya aku selalu memperhatikannya.” Jawabku.
“Bilang saja kau iri kan, Haekkie-ya?” goda eomma.
“Anni...” wajah ku memerah.
“Makanya, cepat lah kau susul oppa mu ini. Kau dan Chang Min sudah menikah selama setahun, tapi kenapa sampai sekarang tidak juga punya anak?”
“Eommmaaa...!!” malu ku.
“Aku sih mau saja... tapi Gi Hae selalu menolak. Katanya belum siap.”
“Yeobboooo!!” tambah ku malu lagi. mereka semua justru menertawa kan ku yang sedang memerah ini. Kenapa mereka membahas itu disaat sekarang sih? Kepikiran untuk punya anak saja tidak pernah terlintas di otakku, jujur saja..........

Aku merasakan seseorang menatap ku, aku menoleh kesekitar dan menemukan Sung Min oppa menatap ku lurus ke dalam mata ku. Wajahnya terlihat sangat serius, padahal yang lainnya sedang tertawa. Aku mengalihkan pandangan ku, berpura-pura ikut dalam pembicaraan antara Chang Min, eomma, dan Hee Yeon eonni. Tapi risih... aku tetap tahu Sung Min oppa terus menatap ku.

“A-.... aku mau bikin teh manis dulu ya. Do you want too, honey?” tanya ku pada Chang Min.
“Eh? Well... boleh.” Senyum Chang Min.
“Allright.” Aku pun berdiri dan pergi ke dapur. Sebenarnya ini hanya alasan agar aku terhindar dari tatapan Sung Min oppa.

Aku menyalakan kompor untuk memanaskan air. Ku dengar suara langkah seseorang. Awalnya kupikir itu hanyalah salah satu pelayan Sung Min oppa. Rumahnya besar, pelayannya juga banyak, sudah pasti itu salah satu pelayannya.

“Memangnya sekarang kau sudah bisa masak? Dulu bahkan kau sama sekali tidak bisa menyentuh kompor. Masak air saja habis karena menguap.” Aku membalikkan badan ku cepat, dan ku temukan Sung Min oppa sudah ada dibelakang ku.
“E-eh? Kenapa kau ada disini oppa? Kau mau teh juga?” aku berusaha biasa.
“Anni... cuma mau berjaga-jaga, takut dapur ku hancur.” Ia mendekat dan berdiri di samping ku. Aku jadi kaku di tempat ku.

“Mana gelasnya? Harusnya kau siapkan dulu.”
“Ka-kau cerewet oppa! Dimana kau menyimpan gelas?”
“Di laci atas kepala mu.” Tunjuk Sung Min oppa. Aku pun bergerak untuk membuka laci atas dan mengambil gelas. Tapi karena aku jadi tegang, saat sudah menyentuh gelas, tangan ku terpeleset, dan gelas pun jatuh.

Sung Min oppa dengan cepat mencegah gelas yang hampir membentur kepala ku. Ia menangkap gelas itu, sambil menarik tubuh ku agar jaga-jaga kalau ia tidak bisa menangkapnya, setidaknya kepala ku tidak kena gelas. Tapi justru karena itu... sekarang Sung Min oppa memelukku...

“Kau sama sekali tidak berubah... tetap cereboh...” ujarnya berbisik di telinga ku, yang membuat ku merinding.
“Go-gomawo...” aku mendorong pelan tubuhnya, mengambil gelas dari tangannya dan konsentrasi lagi pada kompor. Tapi tiba-tiba aku merasakan sesuatu hangat di belakang ku, aku juga merasakan ada sesuatu yang melingkar di perut ku. Sung Min oppa memeluk ku dari belakang.

“Op-oppa...” ujar ku pelan yang sebenarnya bingung mau bicara apa.
“Bogoshipo......... chagi...” bisiknya ditelinga ku.
“S-Sung Min oppa!” aku meronta sedikit.
“Sssstt... biarkan begini dulu untuk beberapa saat.”
“Tap-tapi oppa...”
“Aku sudah terlalu merindukan mu... kau tidak tahu aku tersiksa selama setahun ini tidak melihat mu? Apa kau tidak merindukan ku? ...... Saranghae, Gi Haekkie... na saranghaneun yeojachingu...”

Konyol memang, tapi...... kenyataan nya adalah...... dulu aku dan Sung Min oppa berpacaran. Itu kejadian tepat 4 tahun yang lalu, sebelum aku menikah dengan Chang Min. ya... kami berdua terlibat dalam percintaan. Aku dan Sung Min oppa bahkan sudah berpacaran selama 3 tahun... tapi pada akhirnya... takdir memisahkan kami berdua...

-flashback-

“Chagi... mianhaeee... aku...terlambat lagi... ha... haa...” ku lihat ia kesulitan mengatur napasnya. Saat ini sedang turun salju, timbunan salju ada dimana-mana, lari-larian di udara sedingin ini pasti sangat menyusahkan.

Aku melepaskan syal yang ada di leher ku. Ku dekati dia yang sedang terbungkuk kelelahan sambil masih mengatur napasnya, ku kalungi syal ku di leher nya, membuatnya tersentak. Akhirnya ia berdiri tegak dan menatap ku.

“Gwenchana. Yang penting kau datang.” Senyum ku.
“...Gomawo... tapi tetap saja kau harus pakai syal mu, nanti kau kedinginan.” Ia berniat untuk melepaskan syalnya, tapi kutahan tangannya.
“Andwae! Lihat muka mu sudah pucat! Kau daritadi lari-larian kan? sudahlah pakai saja. Aku tidak apa.” senyum ku. Tapi tetap ia menarik tangan ku, akhirnya ia melepaskan juga syal nya dan ia kalungkan di leher ku lagi.
“Jangan sok kuat. Tinggal berapa bulan lagi kau akan ujian kelulusan. Kau harus jaga kesehatan mu.”
“Tapi nanti kau kedinginan...”
“Gwenchana...” senyumnya. Tiba-tiba ia memelukku. Aku yang kaget cuma terdiam di dalam pelukannya.

“Aku akan merasa hangat hanya dengan memelukmu. Jadi tidak apa-apa...” bisiknya. Aku pun hanya pasrah dan membiarkannya terus memelukku.
“Oppa...... kau mau menunggu ku kan?” tanya ku.
“Tunggu?”
“Ne... sebentar lagi aku akan lulus. Setelah itu... seperti janji kita...... kita akan bertunangan, lalu menikah. Kau mau menunggu ku kan?”
“Pertanyaan bodoh apa itu? Tentu saja aku akan menunggu mu. Kau tahu kan, sekalinya aku berjanji, aku tidak akan pernah mengingkari janji ku.”
“Oppa curang sih, lulus duluan! Tidak tahu apa aku sedang stress sekarang. bagaimana kalau aku tidak lulus?!”
“Ssstt... jangan bicara begitu! nah, tahun kemarin aku sudah berjuang untuk lulus, sekarang waktunya kau berjuang. Ayo semangat. Kau pasti bisa.” Ia melepaskan pelukan nya dan justru menyentil hidung ku.
“Yak!” aku balas menarik hidung.
“Aiggoo... appooo (sakit)... Haekkie-ya...”
“Manja...”
“Siapa yang manja, huh?!” ia tiba-tiba menggelitikku.
“Yak, yak oppaaa!!” aku sama sekali tidak bisa melawan kalau ia sudah mulai menggelitikiku.

“Ayo ke caffe, menghangatkan tubuh kita.” Ia menarik ku lembut. Sepanjang perjalanan, ia terus menggenggamku. Biarpun saat ini salju ada dimana-mana, tapi rasanya hangat sekali berada di sampingnya juga genggamannya.

“Oppa, setelah aku lulus, kau janji mau mempertemukan eomma mu dengan appa ku kan? kita sudah 3 tahun pacaran, tapi mereka berdua belum pernah bertemu. Aneh kan rasanya kalau aku dekat dengan eomma mu, kau dekat dengan appa ku, tapi eomma dan appa tidak pernah bertemu?”
“Iya, iya... sekalian kita bicarakan tentang pertunangan kita nanti dengan mereka. Oh ya, ngomong-ngomong, namja bernama Chang Min, yang dikenalkan appa mu itu, masih dekat-dekat dengan mu?”
“Ih, kenapa sih oppa tiba-tiba bertanya tentangnya?”
“Anni... aku hanya takut saja. Ku lihat dia lumayan tampan. Gayanya juga asyik. Benar-benar tipe mu kan sebenarnya.”
“Oppa, aku kan hanya cinta padamu. Harusnya kau percaya padaku.” Aku menggelembungkan pipiku.
“Percaya sih aku percaya. Sangat malah. Tapi... yang namanya cemburu tidak bisa ditahan kan?” ia menoleh dan menusuk lembut pipi ku. Aku pun tersenyum kepadanya, dan ia balas tersenyum.

-end of flash-

“Op-oppa, lepaskan aku... kalau dilihat sama yang lainnya bisa terjadi masalah.” Aku berusaha untuk melepaskan tangannya dari perut ku.
“Memangnya kau sama sekali tidak merindukan ku?”
“......... Op-...”
“Haekkie-ya............ jujur saja... aku masih sangat mencintai mu... hubungan kita selama 3 tahun tidak bisa dihilangkan begitu saja. Perasaan ku tidak bisa dimusnahkan begitu saja... apa kau tidak merasakan hal yang sama?? Apa kau sudah tidak mencintai ku lagi??”
“.........Oppa... kita ini kakak adik kandung. Ingat itu... kita tidak mungkin bersama...” tiba-tiba Sung Min oppa membalikkan tubuhku sehingga aku bisa melihatnya sekarang. mata hitam nya menatap ku lekat-lekat.

“Apa karena aku kakak mu, perasaan mu sudah hilang? Apa karena aku seorang namja yang kebetulan lahir dari eomma yang sama dengan mu... kau tidak mencintai ku lagi? aku masih Lee Sung Min, Gi Hae! Aku masih Sung Min yang dulu!” tiba-tiba nada nya meninggi.

“... Ta-tapi...... aku sudah punya Chang Min. toh... kau dan Hee Yeon eonnie sudah punya anak... kau seharusnya tidak boleh bicara hal ini lagi oppa... itu masa lalu. Kita sudah punya keluarga sendiri-sendiri.” Aku mengalihkan pandangan ku. Tapi tangannya mengarahkan dagu ku agar aku melihatnya lagi. tanpa menunggu apa-apa, dalam hitungan detik, Sung Min oppa mencium ku. Ia mendaratkan bibir nya dengan lembut di bibirku.

Aku yang terlalu kaget dan tegang cuma bisa berdiri kaku. Tangannya memeluk tubuh ku erat. Semakin lama aku kehilangan napas ku, Sung Min oppa mendekap ku sangat erat. Aku mendorong tubuhnya, tapi dia jauh lebih kuat. Aku mencoba sekali lagi, namun kali ini dengan sekuat tenaga ku.

Ia berhasil ku dorong. Dan tanpa ada rem, tangan ku bergerak menamparnya. Air mata ku pun jatuh. Ia hanya terpaku menatap ku.

“Kau punya anak... sekalipun kau mengatakan kau cinta padaku, kau punya anak, sebagai simbol cinta mu pada Hee Yeon eonnie. ...... dan terimakasih... kau sukses membuat pertahanan ku selama setahun ini runtuh... apa kau senang sekarang? ya... aku juga masih mencintai mu... apa kau bahagia mendengar itu sekarang?? tapi kita sudah tidak mungkin lagi, oppa... kau kakak kandung ku. kau harus terima takdir kita oppa.” Aku menyeka air mata ku dan pergi meninggalkannya di dapur sendirian.

Aku langsung masuk kamar melewati Chang Min, eomma dan Hee Yeon eonnie yang kebingungan.

Jahat...... Sung Min oppa jahat... tidak tahu kah dia betapa beratnya aku melihatnya lagi? ya... aku memang masih mencintainya. Aku berusaha untuk biasa saja, tapi ternyata dia yang membuat semua pertahanan ku hancur.

Lagipula...... aku yakin sekarang ia juga mencintai Hee Yeon eonnie... anak mereka adalah buktinya... tapi kenapa ia masih berani-beraninya mengatakan padaku kalau ia mencintai ku? Sakit....... terlalu sakit di hati ku saat ini...

“... Honey?” ku dengar suara Chang Min yang masuk ke dalam kamar. Aku berpura-pura tidur.

“Sleeping?......eng...... Good night.” Aku mendengar suara langkah mendekat, tidak berapa lama kemudian aku merasakan seseorang menyelimuti ku. Orang itu juga sempat mengusap-usap rambut ku lalu membenarkan poni ku. dan, keluar dari kamar lagi.

Aku juga tidak bisa menyakiti Chang Min... ia sudah terlalu baik mau menerima ku. harusnya sekarang aku hanya mencintai Chang Min seorang. Ditambah... dia adalah suami ku.

-flashback-

“Ah, appa, itu Sung Min dan eomma nya!” aku menunjuk ke arah dimana meja dengan Sung Min dan eomma nya disana.
“Mana?” tanya appa.
“Itu disana. Ayo kita hampiri. Oh ya, jangan lupa, appa jangan malu-malu in ya.” Ledek ku.
“Kau ini sama appa mu malah bicara begitu. appa keren begini, tidak mungkin malu-malu in. Aaah... iya appa lihat Sung Min.” appa tersenyum kearah Sung Min. Sung Min yang akhirnya melihat kami berdua melambai dari jauh. Ia berdiri, menarik dua bangku keluar, untuk aku dan appa ku duduk. Aku hanya tersenyum melihatnya, dia memang pintar menarik hati appa.

“Appa memang keren, tapi Sung Min oppa jauh lebih keren.” Balas ku. tapi tidak ada jawaban dari appa, ia justru berdiri di tempatnya. Aku menoleh dan melihatnya sedang membesarkan matanya.

“Appa?”
“......Dia..... Jin Young?”
“Eh? Ah... nama eomma Sung Min memang Jin Young. appa sudah kenal??” bingung ku. appa tidak menjawab tapi justru jalan dengan cepat menghampiri Sung Min dengan eommanya. Ku lihat ekspresi Jin Young adjumma juga sama seperti appa.

“Sung Ho?!” adjumma berdiri dari bangkunya.
“Kalian sudah saling kenal? Wah... kebetulan sekali.” Ujar Sung Min oppa. Aku mendekat, baru saja mau berdiri disamping Sung Min oppa, tapi tiba-tiba appa menarik ku.

“Kalian tidak boleh bersama!” teriaknya tiba-tiba.
“Eeh??” bingung ku dengan Sung Min oppa.
“Su-Sung Min-ah... kenapa kau selama ini tidak cerita? Ah... tidak tidak... harusnya aku sudah sadar... harusnya aku sudah sadar...” gumam Jin Young adjumma tidak jelas.
“Se-sebenarnya apa yang terjadi eomma?” tanya Sung Min.
“Kalian tidak boleh bersama. Apapun yang terjadi, apa pun alasan kalian berdua, kalian berdua harus pisah.” Jelas Jin Young adjumma tiba-tiba membuat jantung ku rasanya berhenti.
“Ta, tapi kenapa?! Kenapa kami tidak boleh bersama?! Apa alasannya!?” tanya ku tidak percaya.
“Itu karena...” Jin Young adjumma menatap ku, air matanya jatuh. Aku jadi semakin bingung.
“Kalian bersaudara. Kalian adalah kakak adik kandung.” Jelas appa tiba-tiba. Aku dan Sung Min oppa terdiam seribu bahasa. Tidak ada yang bicara sedikit pun. Sampai akhirnya ku dengar Sung Min oppa tertawa.

“Kalian pasti sedang mengerjai kami berdua kan? ini pasti hanya lelucon kan?! aku dan Gi Hae tidak mungkin bersaudara. Apalagi kandung.” Tawa Sung Min oppa.
“Sung Min-ah... apa kau tahu kemana appa mu?” tanya adjumma.
“Bukankah...... eomma bilang dia... pergi?”
“Ya... dia pergi meninggalkan kita, setelah kita berdua setuju untuk cerai. Saat itu umur mu masih 2 tahun, dan Gi Hae masih 1 tahun. Kami cerai...... keputusan hakim adalah kau ikut dengan eomma, sedangkan Gi Hae ikut dengan appanya.”
“Bo-BOHONG!!”
“Itu benar. Kalau kau tidak percaya, kita bisa tes DNA...... harusnya aku tahu kau adalah anakku, Sung Min-ah......” sambung appa.
“...Jadi... kau... eomma ku?” aku menatap Jin Young adjumma. Ia bergerak memelukku. Air matanya dapat kurasakan membasahi baju ku.
“Gi Hae...... anakku... mianhae... maafkan eomma, nak... eomma benar-benar bodoh, harusnya eomma lebih menuruti kata batin eomma sebagai ibu mu... tapi eomma tidak memperdulikannya, karena eomma melihat selama ini Sung Min bahagia bersama mu. Sejak kecil ia tidak pernah bertemu appanya, eomma ingin sekali-kali memberikannya kebahagiaan... tapi ternyata...... oh Gi Hae...... seandainya kau bukan anak ku...” tangis Jin Young adjumma pecah. Aku pun jadi ikut menangis dalam pelukannya.

“Aku tidak benci pada mu, Sung Min-ah. Aku tidak mungkin benci pada anakku sendiri. Tapi karena kau adalah anakku... kau tidak mungkin bisa bersama Gi Hae... dia adik kandung mu... jeongmal mianhae...... appa...... appa minta maaf... ini salah kami berdua sejak awal...tapi kalian harus pisah sekarang juga...” dapat ku dengar appa ikut menangis.

Malam ini... harusnya jadi malam kebahagiaan ku dengan Sung Min oppa. Tapi semua jadi hancur... karena takdir kami berkata lain. Takdir kami sudah memutuskan jalannya sendiri, tanpa kami berdua ketahui jalan yang mereka buat...

~@~@~@~

Besok, sebenarnya adalah hari pernikahan Sung Min oppa dengan Hee Yeon eonnie, yeoja yang dikenalkan oleh Jin Young adjumma, yang sekarang ku panggil eomma. Tapi dari pagi, Sung Min oppa tidak ditemukan dimana pun. Ia menghilang. Pergi entah kemana.

Aku sudah mencari nya di tempat yang biasa kami datangi berdua, tapi tak juga ia ditemukan. Sampai sudah malam begini... ia masih menghilang.

“Ia pasti menghilang karena pernikahan besok...” ujar eomma lemas di sofa. Ia terlihat sangat letih. Aku hanya diam duduk disampingnya.

“Gi Hae-ya......... maafkan eomma... tapi eomma harus melakukan ini semua. Eomma tahu kalian masih saling mencintai. 3 tahun bukan waktu yang sebentar... eomma mengerti perasaan kalian. Tapi kalian adalah kakak adik.” Ujar eomma tiba-tiba seperti itu.
“Ne, eomma. Gwenchana.”
“Saat ini Sung Min melarikan diri... karena ia masih sangat mencintai mu. Tapi aku tidak bisa membiarkannya begitu saja. Kalian tidak boleh bersama. Ini sudah derajatnya...... eomma sendiri sedih harus berbuat sejahat ini. Tapi...... ini yang namanya peraturan kehidupan...”

“Kalau Sung Min melarikan diri... terpaksa... Gi Hae-ya... kau mau membantu eomma?”
“... Apa itu eomma?”
“Kalau Sung Min tidak mau menikah, bagaimana kalau kau saja.”
“M-mwo?!” kaget ku.
“Kalau ia melihat mu sudah menikah dengan orang lain, ia pun akhirnya mengalah. Tolong eomma, anak ku...”
“Appa juga setuju dengan ide Jin Young-ah...” appa tiba-tiba muncul.

“Kau harus menikah, Gi Hae-ya...”
“Ta-tapi...” aku membelalakan mata ku. ini terlalu cepat.
“Aku bersedia menjadi suami mu.” Muncul seorang namja tinggi dari belakang appa. Appa menoleh kebelakang sambil tersenyum.
“Tadi appa kerumahnya, tidak disangka, tanpa appa memohon, Chang Min mau jadi suami mu, Gi Hae-ya. Bagaimana? Toh kalian sudah dekat kan?”
“Tidak bisa begitu! Chang Min-ah! Kenapa kau mau saja? Kau pasti sakit hati kan kalau seperti ini?!” aku berdiri dari duduk ku.
“Gwenchana... kalau kau terus bersama ku, aku yakin suatu saat nanti kau akan membalas perasaan ku.” senyum nya.
“Kami mohon, anakku...” ujar eomma sekali lagi. aku menatap mereka bertiga yang ada didepan ku bergantian. Takdir? Yah...... mungkin ini adalah takdir yang ditulis untukku.

“...Baiklah...”

~@~@~@~

Hari ini adalah hari pernikahan ku. harusnya Sung Min oppa yang hari ini menikah, tapi semua jadi berubah. Gaun yang harusnya untuk Hee Yeon eonnie, hari ini ku pakai. Memang awalnya para tamu bingung, tapi mereka tidak peduli seperti nya. Yang mereka tahu hanyalah ada dua orang sepasang kekasih yang saling mencintai sedang berdiri di depan altar.

“Shim Chang Min, apa kau bersedia menerima Lee Gi Hae sebagai istri mu, yang akan bersama mu dalam suka dan duka sampai kematian yang memisahkan kalian?”
“Ya, saya bersedia.” Jawab Chang Min mantap disebelah ku.
“Dan kau, Lee Gi Hae, apa kau bersedia menerima Shim Chang Min sebagai suami mu, yang akan bersama mu dalam suka dan duka sampai kematian yang memisahkan kalian?”

Tiba-tiba pintu depan menjeblak terbuka. Semua langsung menoleh, termasuk aku dan Chang Min. ku temukan Sung Min oppa berdiri disana. Napasnya tidak beraturan. Tatapannya lurus kearah ku. ia sama sekali tidak peduli akan banyak orang yang melihatinya sekarang.

“ANDWAE, HAEKKIE-YA!! ANDWAE!! JANGAN TERIMA!! SARANGHAE! NA JEONGMAL SARANGHAE! AKU TIDAK PEDULI SEKALI PUN KITA KAKAK ADIK!! AKU TIDAK PEDULI APA KATA ORANG! AKU TIDAK PEDULI!! BAHKAN AKU TIDAK PEDULI SEKALIPUN TUHAN AKAN MENGHUKUM KU NANTI!! HANYA AKU YANG BOLEH MENIKAH DENGAN MU!!” teriak nya seperti orang kalap.

Penjaga datang dan menarik nya keluar, tapi ia berusaha bertahan. Semua orang membicarakannya. Aku kembali menghadap kedepan. Air mata ku mengalir.

“ANDWAE, GI HAE!!” masih terdengar Sung Min oppa berteriak.
“Gi Hae......” panggil Chang Min disebelah ku. aku mendengakkan kepala ku dan menatap pastur sedang menatap ku balik. Ia tersenyum, seakan menyerahkan semua jawaban padaku.

“Apa kau bersedia menerima Shim Chang Min sebagai suami mu?” tanya pastur sekali lagi.
“ANDWAEEEE!!! GI HAEEEEE!! KU MOHON TOLAK, GI HAE!!” ku dengar suara Sung Min oppa yang masih berada di belakang ku, seperti nya ia masih berusaha untuk melarikan diri dari para penjaga. Cukup... aku harus sadar... takdir ku adalah yang sudah ditetap kan Tuhan...... itu adalah jalan yang harus ku ambil......

“Gi Hae?” panggil pastur.

“Ya. Aku bersedia.”

-end of flash-

Aku terbangun, ku lihat kearah jam ku, sekarang sudah pukul 11 malam. Ku lihat ke samping ku, Chang Min tertidur pulas. Dengan hati-hati aku turun dari kasur ku, takut membangunkannya. Begitu juga saat aku membuka pintu, perlahan ku buka, dan keluar. Aku berjalan dalam sendiri, di rumah orang yang sebenarnya masih sangat ku cintai.

Aku baru menyadari, ternyata Sung Min oppa punya taman di belakang rumahnya. aku pun keluar dan duduk dibangku taman. Ternyata salju turun. Aku baru ingat, sekarang bulan desember. Aku menengadahkan kepala ku, membiarkan wajah ku terkena rintikan salju yang turun.

Tiba-tiba aku merasakan selimut tebal menghangatkan pundak ku. aku menoleh dan mendapati Sung Min oppa. Ia duduk disamping ku sambil terus menatap lurus ke depan.

“Mianhae... tadi... aku memang kelewatan.” Ujarnya.
“... Hem... gwenchana.” Jawab ku. dan kami berdua saling terdiam. Lama tidak ada yang bicara. Harusnya aku berdiri dan pergi sebelum terjadi hal yang tidak boleh terjadi. Tapi...... ini sudah sangat lama... aku merindukan suasana seperti ini.

“Daritadi aku tidak bertanya, bagaimana kabar mu?” Tanya Sung Min oppa tiba-tiba.
“Ah... baik. Kau oppa?”
“Ne. Sama...”
“Baguslah...”
“...... Kau bahagia?”
“He?”
“Kau bahagia bersama Chang Min?”
“....... Ya. Sangat malah.”
“... Begitu. baguslah.”
“Ku harap kau dan Hee Yeon eonnie juga. tapi pasti bahagia ya? Kau baru saja punya malaikat kecil.” Aku tersenyum.
“Ya... kami memang bahagia.”
“Bagus kan kalau begitu.”

“Gi...”
“Hem?”
“Masih ingat......setahun yang lalu... sebelum kau kelulusan, di tengah salju begini... aku berjanji satu hal pada mu?” Aku diam saja.

“tapi sepertinya kau lupa ya...” senyumnya sedangkan aku masih belum menjawab apa-apa.

“Aku... minta maaf padamu... maafkan aku ternyata aku tidak bisa menepati janji ku padamu.”
“Oppa... setahun yang lalu, kau hanya berjanji untuk menunggu ku. tapi kenyataannya, aku duluan yang pergi meninggalkan mu. Aku duluan yang mengikat kan janji ku pada orang lain. Harusnya aku lah yang minta maaf.” Jawab ku.
“Anni...... tetap saja... aku telah berjanji untuk menikahi mu kelak.” Ia menoleh dan menatap ku dalam.

“Mianhae...” ia menunduk.
“... Gwenchana......” kami kembali terdiam.

“Eng... aku sebaiknya kembali ke kamar ku lagi sebelum Chang Min mencari ku.” aku bergerak untuk berdiri tapi ia menahan tangan ku. aku menoleh kearahnya.
“Haekkie-ya...... aku punya satu permintaan......”
“He?”
“Mau kau ikut dengan ku sebentar?”
“................ Tapi...”
“Jebal...”
“...... Baiklah...”
“Oke. Kajja.” Ia menarikku lembut. Selama perjalanan, ia terus menggandeng ku. semua kenangan seakan melintas diantara kami berdua sehingga aku dapat melihat semua nya. Saat-saat aku masih bersamanya... saat-saat yang membahagiakan.

Kami tiba di gereja kecil. Aku sempat terbengong melihatnya, tapi Sung Min oppa terus membawa ku, masuk ke dalam. Di dalam sangat sepi. Tidak ada siapa-siapa. Kami berhenti tepat di depan altar.

“Oppa... apa yang mau kita lakukan?”
“... Aku mau menepati janji ku...”
“MWO?! Tapi...”
“Hanya untuk malam ini saja...... setidaknya... aku harus menepati janji ku. malam ini kita menikah, besok, kita cerai dan kembali dengan kehidupan kita masing-masing. bagaimana?”
“...... Kau... kau serius??” aku menatapnya tidak percaya.
“Kau tanya pada ku, ayo cepat! Palli, palli!! Kau tau kan kalimatnya?!”
“E-eh...”
“Palli!!!”
“Ara, ara....... eng... Lee Sung Min, apa kau bersedia menerima ...... menerima ku sebagai istri mu yang akan bersama mu dalam suka dan duka sampai...... esok hari?”
“Apa macam itu?! Yang serius dong!!”
“Tapi kau bilang cuma sampai besok kan?!”
“...... Ya sudah terserah. Eng... Ya, aku bersedia. Dan kau, Lee Gi Hae, apa kau bersedia menerima ku sebagai suami mu yang akan bersama mu dalam suka dan duka sampai... haaa... sampai esok hari?”
“...... Jinjja... ini konyol.”
“Sudah jawab saja! Palli!!”
“........... Ya... aku bersedia.”
“...Sekarang kita sudah sah jadi suami istri.”
“Ya...... terserahlah.”
“......Waktunya pasangan suami istri, ... saling berciuman...” aku terdiam. Aku baru sadar ia menatap ku sangat dalam dan lembut. Tangannya bergerak meraba pipi ku lembut, lalu kesamping memainkan rambut ku. semakin lama wajahnya semakin dekat. Aku pun semakin dapat merasakan napasnya.

“Close your eyes.... my wife...” bisiknya. Dengan ragu... aku akhirnya menutup mataku. Napasnya terasa hangat di kulit ku. hidung kami sudah saling bersentuhan, dan terakhir, aku dapat merasakan bibir nya yang lembut berada tepat di bibir ku.

Tuhan... ternyata aku benar-benar mencintainya. Biar ia adalah kakak kandung ku, tapi perasaan ku pada nya sudah terlalu dalam. Apa dosa bagi ku untuk mencintai seorang namja? Aku tidak mau malam ini berakhir... aku mau tetap seperti ini... aku mencintai nya......

Tak terasa air mata ku mengalir. Sung Min oppa yang merasakannya, ia menjauhkan wajahnya dan menatap ku. ia pun bergerak menyeka air mata ku.

“Kenapa kau menangis?” tanyanya dalam nada bisikan.
“Saranghaeyo...... na jeongmal saranghaeyo....... otthokhe?” tangis ku pecah. Ia memeluk ku. hangat. Kehangatan yang dulu sudah ku lupakan, sekarang dapat kurasakan lagi darinya. Aku menangis sejadi-jadinya di dalam pelukannya.

“Kurasa kita lebih menyedihkan daripada Romeo and Juliette...... Mereka masih bisa bersama karena hanya keluarga yang menentang. Kita? Bahkan Tuhan pun menentang kita... tapi aku mencintai mu oppa...... otthokhe??” tanya ku ditengah tangis.
“Gi...... apa kau benar-benar mencintai ku?” tanya nya lagi.
“Ne...”
“......Kau mau terus bersama ku?”
“...Ne.. oppa.” Tiba-tiba ia melepaskan pelukannya. Ia jalan menjauh, menuju tempat dimana lilin menyala. Ia mematikan dua buah lilin, dan ia ambil tempatnya. Ia kembali lagi ke depan ku dan memberikan ku satu.

“Hanya ini satu-satu nya cara agar kita bisa bersama.” Ujarnya menatap ku serius. Aku menatap tempat lilin ditangan ku.
“Oppa... kau tidak bermaksud untuk...... bunuh diri, kan?”
“Itu niatan ku. aku tidak peduli. Ingat dihari pernikahan mu? Aku bilang aku tidak peduli sekali pun Tuhan akan menghukum ku nanti. aku mencintai mu, dan hanya dengan mu lah keinginan ku. kau... mau mati bersama ku?”
“...... Kau serius?”
“Aku, Lee Sung Min... sebagai suami mu malam ini bersumpah di hadapan Tuhan untuk terus bersama mu, sekali pun kematian menghampiri kita. Karena aku yakin... kita masih bisa bersama setelah kematian kita. Kau, Lee Gi Hae... apa kau bersumpah untuk terus bersama ku? sekalipun di kehidupan setelah kematian?” aku terdiam mendengar sumpah nya. Ia menatap ku sangat dalam. Aku kembali memperhatikan tempat lilin di tangan ku.

“Tapi... takdir kita...”
“Takdir...... Tuhan memang sudah menentukan takdir untuk kita semua. Tapi ada kalanya manusia bisa merubah takdirnya, kalau ada kemauan dan usaha. Mungkin aku sudah kelewatan... tapi cinta ku sudah sangat kuat Gi Hae...... aku ingin mengubah takdir ku sendiri.”

Mengalahkan takdir? Benar kata orang... cinta itu luar biasa. Bisa mengalahkan apa saja. Sekalipun sebuah takdir......

“Haekkie-ya??” panggil Sung Min oppa. Aku kembali menatapnya.

“Ya. Aku bersumpah, sebagai seorang istri...” jawab ku. ku lihat senyuman yang sangat manis melebar di wajah Sung Min oppa. Ia memelukku.

“Kau siap?”
“Ne...”
“Dalam hitungan ketiga...”

“1...”

“2...”

“3...”

~@~@~@~@~@~

-5 years later-
*author pov*

Seorang anak perempuan sedang asyik berlarian-larian di taman yang bisa dibilang sepi ini. Eomma nya terus memperhatikannya dari bangku taman. Mengawasi anaknya agar tidak jatuh dan terluka. Datang seorang namja, disampingnya ia menggandeng seorang anak laki-laki sambil membawa bungkusan permen.

“Hee Yeon-ah...” panggil namja itu. Sang eomma yang merasa namanya dipanggil pun menoleh. Terlihat senyuman mengembang di wajahnya.
“Chang Min... Gi Hae-ya, Gi Hae-ya! Ke sini nak! Lihat siapa yang datang...” ia memanggil anaknya yang ada di kejauhan. Sang anak pun menurut dan mendekati eommanya.
“Annyeong, Gi Hae-yaa~” sapa Chang Min.
“Paman Chang Min... nyeong...” senyum Gi Hae.
“Sung Min-ah, ayo sapa bibi Hee Yeon.” Suruh Chang Min pada anak laki-laki disampingnya.
“Annyeong bibi Hee Yeon~~ eng... Gi, Gi...... ini...” Sung Min memberikan bungkus permen itu untuk Gi Hae.
“Omawo~ ah, Umin, Umin ayo kita main disana!” tarik Gi Hae semangat.
“Jangan main jauh-jauh ya Gi Hae.” Peringat sang eomma. Sedangkan kedua anak kecil itu sudah tidak peduli lagi, mereka sudah terlalu asik.

“Lama tidak bertemu... bagaimana kabar mu?” Chang Min duduk disamping Hee Yeon.
“Baik-baik saja. Kau sih, di London terus. tapi bahasa Korea Sung Min masih bagus, masih sama seperti yang terakhir kali kau datang.”
“Tentu saja, kan ku ajari terus biar tidak lupa.”
“Baguslah, Sung Min punya appa yang pintar.”
“...... Kau masih belum mau menikah?” tanya Chang Min tiba-tiba.
“... Hem? ... anni... kau sendiri juga belum kan? anehnya kau malah mengadopsi anak daripada menikah lagi.”
“Hahaha...... konyol memang... tapi aku hanya belum mau menikah lagi kok, bukan berarti gak. Hanya belum menemukan yang cocok saja.”
“Masih mencintai Gi Hae?”
“Kau sendiri juga masih mencintai Sung Min kan?” balas tanya Chang Min. Hee Yeon menjawabnya dengan tertawa.

“Gi Hae dan Sung Min, siapa yang sangka mereka memilih cara itu?” gumam Chang Min.
“Cinta mereka sudah terlalu dalam, sampai-sampai mereka nekat melakukan apa saja.”
“Iya benar... Sampai-sampai mempengaruhi kita juga.”
“Sekarang hari nya kan?”
“Yup. mau jalan sekarang? sebelum sore.”
“Baiklah. Gi Hae-ya! Sung Min-ah! Ayo nak! Kita mau jalan.” Teriak Hee Yeon. Kedua anak kecil itu pun menghampiri lagi.
“Kita mau kemana appa?” tanya Sung Min semangat.
“Ke makam ‘appa’ dan ‘eomma’ kalian. Kajja.”

Takdir? ... itu hanyalah kata yang sering kita jadikan sebagai tembok hidup kita sendiri. Asal kau mau dan berusaha, sebesar apa pun tembok didepan mu pasti bisa kau runtuhkan, begitu juga dengan takdir mu pasti bisa kau kalahkan...... karena mereka terbentuk berdasar kan isi hati mu sendiri...

Cinta? ...... tidak ada definisi arti yang sesungguhnya. Tapi yang sudah pasti, Tuhan pun lelah harus menghadapi yang satu ini, karena mereka terlalu kuat... dan hanya kekuatan cinta yang dapat merubah jalannya takdir.

===END===

sekali lagi, saya minta maaf kalo jelek m(-_-)m


Tidak ada komentar:

Posting Komentar