Rate : Romance
Cast : Choi Min Ho, Han Ra Young
Support cast : SHINee, AJ (U-Kiss), Lee Gi Hae, Han Hee Ra, Kim Soo Hyun.
Disclaimer : every cast in this story was claimer by theirself. I’m not claimed them by mine.
Summary : our false, is just in fact we are a fools...
~@~@~@~@~
Ra Young duduk dengan tenang di sofa, sambil memandang keluar jendela. Di depannya, sepiring kue kesukaan nya dihiraukan begitu saja. Padahal beberapa menit yang lalu, saat ia menerima pesan dari AJ, ia sangat bersemangat. Tapi sekarang, semangat itu sudah meluap keluar.
“Kau kenapa, chagiya?” tanya AJ sambil duduk disamping Ra Young, yang sebenarnya sangat mengagetkan untuk yeoja itu.
“Ah! He? Ah... anni, gwenchana.” Ra Young tersenyum. Sayangnya AJ tidak semudah itu tertipu.
“Heemm...” tatap AJ. Membuat Ra Young jadi salah tingkah. Yeoja itu duduk lurus, dan mengambil sepotong kue kesukaannya. “Ada yang kau sembunyikan dari ku ya?” tanya AJ lagi.
“Anniyaaa.” Jawab Ra Young. “Em! Masshita! Hey coba kue buatan eomma mu ini.”
“Kau mencoba mengalihkan pembicaraan, ya kan?” tebak AJ tidak mudah dialihkan begitu saja. Kali ini Ra Young hanya terdiam. Entah dia tidak menjawab, atau memang keasyikan memakan kue nya.
AJ pun hanya bisa menghela napasnya panjang. Ia mengelus-elus kepala Ra Young lembut. Yeoja itu menoleh kearahnya, sambil masih terus memakan kue.
“Kalau ada apa-apa, beritahu aku. Kau tahu aku akan selalu ada untuk mu, kan?” senyum AJ lembut, masih terus mengelus kepala Ra Young. Lama yeoja itu hanya menatap nya, sampai akhirnya Ra Young balas tersenyum.
“Ne, gomawo.” Jawab Ra Young.
“Ngomong-ngomong, coba lihat apa yang baru saja kutemukan di kamar ku. Ini sudah lama sekali ya, sampai-sampai aku sendiri lupa taruh dimana.” AJ menunjuk sebuah buku yang lumayan besar juga berat. Buku dengan cover biru laut, dan sebuah benang emas membentuk kata ‘Memoriam Book of Us’. Beberapa debu terlihat berterbangan ke sekeliling saat AJ menaruh nya di meja.
Lembar per lembar pun di buka oleh AJ. Ra Young yang duduk disebelahnya hanya melihati dalam diam. Banyak foto-foto yang lewat begitu saja. Sampai akhirnya AJ menemukan halaman mereka.
“Lihat, yeoja cupu ini.” Tunjuk AJ kesatu foto. Pandangan Ra Young mengikuti, dan saat yeoja itu sadar, dengan reflek ia memukul AJ dengan bantal sofa.
“Siapa yang cupu, huh!?” ujar Ra Young sambil masih terus memukul-mukul AJ.
“Mian, miaan! Aigooo... galak sekali...” menyesal AJ sudah meledek Ra Young, sekarang akibatnya tangan nya sakit kena pukul keras bantal dari Ra Young.
“Puhahahaha! Chagi, apa yang terjadi dengan mu? Hahaha.” Tiba-tiba Ra Young tertawa keras saat ia menemukan foto AJ, yang entah kenapa terlihat seakan ia sedang melamun dengan wajah konyol.
“...Aku tidak sadar kalau aku sedang di foto saat itu...” jawab AJ. Dan Ra Young masih terus menertawakannya.
“Tapi memang foto nya tidak ada yang benar, lihat ini si Jong Hyun, hahaha.” Tawa AJ meledek.
“Ki Bum sok keren.” Cibir Ra Young.
“Anak itu memang selalu begitu. Lihat yang lainnya, hahaha ini foto saat Yo Seob didandani seperti yeoja.” Tunjuk AJ kearah salah satu foto.
“Astaga ini Joon? Muahahaha ada apa dengan wajah nya?” tawa Ra Young kembali pecah saat melihat banyak sekali foto teman-temannya yang lucu.
“Hah... lihat ini, disaat yang lainnya aneh-aneh karena mereka difoto diam-diam, si Min Ho ini tetap saja keren. Padahal dia sendiri tidak sadar kapan foto ini di ambil. Aneh ya, apa yang foto pilih kasih?” heran AJ. Saat itu juga Ra Young melihat foto Min Ho, yang memang ia akui foto Min Ho lah yang paling baik diantara lainnya. Dia memang keren... batin Ra Young. Tanpa yeoja itu sadari, AJ sejak tadi memperhatikannya. Namja ini tahu ada sesuatu yang tidak beres.
“Hoaaam... aigoo... aku ngantuk sekali. Setelah puas menertawakan teman-teman, rasanya ingin sekali tidur.” AJ merenggangkan badannya.
“Istirahatlah sana.” Suruh Ra Young.
“Kau bagaimana?”
“Aku mau bantu-bantu eomma mu dulu.” Senyum Ra Young.
“Ah, kure. Aku tidur dulu kalau begitu.” AJ pun bangun dari duduknya dan melenggang masuk ke dalam kamar. Sementara Ra Young, ia kembali ke buku kenangan, dan lagi-lagi matanya terpaku pada sosok Min Ho.
“... ...... Saranghae...” bisik Ra Young pelan. “Tapi itu dulu... kau telat, mr. Keroro...” senyum Ra Young.
Di lain sisi, tanpa Ra Young sadari, AJ masih melihatinya. Namja itu tahu benar ada sesuatu yang aneh dari Ra Young. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa sampai akhirnya nanti Ra Young bicara sendiri padanya. AJ percaya pada Ra Young. Dan ia ingin Ra Young juga begitu.
~@~@~@~@~
“Yak, kapan kau pulang, huh? Sebenarnya berapa hari kau meliburkan diri, huh?” serbu seorang yeoja dari sebrang telepon, bahkan tanpa salam pembukaan. Ra Young yang baru beberapa detik lalu mengangkat telepon darinya hanya bisa membesarkan mata, kaget.
“Aigooo, yak Kim Soo Hyun! Apa maksudmu menelpon ku dengan marah-marah begitu, huh?!” balas Ra Young.
“Kapan kau pulang?!” tidak peduli yeoja di sebrang sana, yang dipanggil Soo Hyun itu.
“Aku bahkan baru sampai dua hari yang lalu. Biarkan aku tenang dulu, liburan di negara asal ku.”
“Itu juga negara asal ku. Tapi aku tidak mengambil liburan tuh.”
“Ini lebih dari sekedar liburan, tahu! Reuni! Acara reuni!”
“Ye, ye, ye, ara... jadi kapan kau pulang?” tanya Soo Hyun, sekarang dengan nada biasa.
“Memangnya kenapa, sih? Mungkin baru beberapa hari lagi. aku sih terserah AJ.”
“Kau tahu betapa beratnya aku menjalani hari kuliah disini? Assignment, assignment, assignment. Ku pastikan, kau akan mabuk tugas saat kau sampai Jepang. dan kau tahu kan, siapa lagi yang bisa ku andalkan selain kau? Tapi kau nya sedang pergi ke negara sebrang bersama pangeran mu?! Teman macam apa kau? Cepatlah pulaaang!” omong panjang Soo Hyun.
“Araa, bersabarlah untuk beberapa hari lagi. aku juga tidak mungkin pulang begitu saja.”
“Harusnya aku ikut meliburkan diri saja kemarin. Aku juga rindu rumah ku.” Gumam Soo Hyun. “Ah, karena kebetulan kau ada di Korea sekarang, boleh aku titip sesuatu? Ada tugas tentang kebudayaan Korea, bisakah kau belikan buku nya di perpustakaan?” lanjut Soo Hyun.
“Kau kan orang Korea, masa tidak tahu kebudayaan mu sendiri?!”
“Ayolah, Ray, hanya buku saja, kok. Sampai Jepang akan ku ganti.”
“Aaah, ne, ne, arasseo. Ku bawakan nanti.” Ra Young tidak mau memperpanjang masalah.
“Cepat lah kau kembali, kurasa Keroro-chan merindukan mu.”
“Katakan saja kau yang merindukan ku, Soo Hyun-ah.”
“Anni, aku lebih membutuhkan buku nya. Cepat kembali. Tugas itu di kumpulin minggu depan.”
“Neee...”
“Annyeonghaseo.”
“Ye, annyeong.” Dan Ra Young pun menutup telepon dari teman Korea nya yang juga sekolah di Jepang sana.
“Orang Korea macam apa kau yang tidak tahu kebudayaan mu sendiri, dasar Kim Soo Hyun.” Cibir Ra Young, tapi biar begitu ia bangun dari duduknya, mengambil tas kecilnya dan jaket.
“Mau kemana, Ra Young-ah?” tanya eomma AJ yang tiba-tiba saja muncul.
“Ah, eomonim. Aku mau keluar sebentar, ke toko buku. Kau perlu sesuatu?”
“Oh, anniya, aku hanya bertanya. Dimana AJ?”
“Tadi ia bilang ia ingin keluar sebentar, sepertinya sedang mencetak foto hasil reuni kemarin.”
“Kure?”
“Ye. Eomonim, aku keluar dulu sebentar ya, kalau AJ bertanya katakan saja padanya aku ke toko buku. Annyeong, eomonim.” Tunduk Ra Young.
“Ye, annyeong.” Senyum eomma AJ.
Ra Young pun bergegas ke toko buku, biarpun selama perjalanan ia mengeluh terus. Tapi dilain sisi yeoja itu juga merasa bosan harus terus tinggal di dalam rumah hanya dengan keluarga AJ, sedangkan AJ nya sendiri entah berada dimana sekarang.
Sebenarnya Ra Young merasa ngantuk sekali. Ia tidak mengira kata-kata Min Ho bisa terus terngiang. Seakan ada seseorang yang memutar berkali-kali suara Min Ho dalam otaknya. Sampai-sampai Ra Young tidak bisa tidur nyenyak semalam. Harusnya ia tidak perlu memikirkannya lagi. ia sudah punya AJ sekarang. tapi setiap ia mengingat wajah dan kata-kata Min Ho saat itu, jantung langsung berdetak lebih cepat dari biasanya.
Apa sebenarnya aku masih mencintainya? Batin Ra Young. Tidak... aku sudah punya AJ sekarang.
Tidak terasa, Ra Young akhirnya sampai ke toko buku. Ia pun langsung mencari buku yang Soo Hyun pesankan padanya. Lama Ra Young mencari buku yang kira-kira cocok untuk tugas Soo Hyun, tapi tak juga ia temukan. Pantas saja Soo Hyun minta titip, sepertinya yeoja itu sudah mengira akan sesulit ini.
Ra Young akhirnya memutuskan untuk bertanya pada penjaga toko buku, tapi matanya justru terpaku pada satu sosok namja. Namja itu sedang duduk di salah satu bangku. Wajah nya serius dan matanya terpaku pada buku yang sedang ia baca. Buku kedokteran.
Tidak, Ra Young tidak kenal dia. Tapi... sepertinya ia pernah melihat wajah namja itu. Entah dimana... lama Ra Young memperhatikan namja itu. Karena rasa penasarannya yang besar, Ra Young pun memutuskan untuk menghampiri namja itu. Merasa seseorang mendekat, namja itu akhirnya mengalihkan pandangannya dari buku. Tatapan mereka pun bertemu.
Disaat itulah, Ra Young menyadarinya...
“Lee... ...... Gi Hae?” gumam Ra Young. Sebenarnya yeoja ini masih ragu. Tapi dilain sisi ia yakin, pemilik wajah itu adalah ‘Lee Gi Hae’. Ra Young tidak mungkin lupa, apalagi salah. Bagaimana bisa lupa begitu saja? Karena Lee Gi Hae itu lah sebenarnya alasan utama Ra Young menyerah soal Min Ho dan pergi ke Jepang.
Tapi masalahnya sekarang adalah... yang di depannya saat ini bukan lah seorang yeoja. Melainkan namja.
“Eng... maaf, barusan kau bilang apa? Oh ya, silahkan duduk dulu.” Namja itu mempersilahkan Ra Young duduk di depannya, sambil tersenyum. Ramah sekali... pikir Ra Young. “Jadi, tadi... ada apa?” tanya namja itu sekali lagi saat Ra Young sudah duduk di depannya.
“Eto...... kau... Lee Gi Hae? bukan, ya? Hahaha sebenarnya aku sedang menahan malu saat ini. Aku sudah pasti salah, karena yang namanya Lee Gi Hae itu yeoja. Tapi... kau benar-benar mirip dengannya.” Jelas Ra Young.
“Kau teman Gi Haekkie? Teman apa? Sekolah? E... tapi teman SD sampai SMP aku sudah pasti kenal. Apa kalian berkenalan di rumah sakit?”
“Rumah sakit? Ah anni, anni. Sebenarnya aku bukan siapa-siapa nya Lee Gi Hae. aku hanya sekali melihatnya, itu juga sambil lewat.”
“Kureyo? Wah... ingatan mu yang hebat kalau begitu.” Kagum namja itu.
“Ye, saat itu aku melihatnya bersama Min Ho. Eh, ... kau kenal Choi Min Ho?”
“Ahaha, namja itu sudah pasti aku kenal. Jadi kau teman Min Ho?”
“Ne, aku temannya. ....... omong-omong, kau itu...”
“Ah, mianhae, aku lupa perkenalkan diriku. Lee Tae Min imnida.” Senyum kembali namja bernama Tae Min itu.
“Han Ra Young imnida.”
“Jadi... kau saudara kandung Lee Gi Hae, kah? Pantas kalian mirip sekali.” Ra Young memerhatikan wajah Tae Min dengan seksama. Tidak salah lagi, mirip sekali dengan yeoja yang waktu itu ia lihat.
“Tentu saja mirip. Kami kembar.”
“Kureyo?! Pantas saja mirip sekali!” kagum Ra Young.
“Ah, kebetulan sekali bertemu dengan temannya Min Ho. Kau tahu dimana dia sekarang? sepertinya ia sudah mengganti nomor ponsel nya yang lama. Ku hubungi tidak nyambung-nyambung.” Ujar Tae Min.
“Hee... itu... aku sendiri tidak tahu.”
“Oh?” Tae Min sedikit terlihat kecewa. Tapi tidak lama, tiba-tiba seakan ia mendapat ide cemerlang masuk ke dalam otaknya. “Hari ini hari rabu, kan? Biasanya ia ke rumah sakit tiap hari rabu. Kecuali kalau ia sudah tukar dokter atau pindah rumah sakit.”
“He? Tiap rabu? Rumah sakit?? Untuk apa?” bingung Ra Young. Tapi bukannya menjawab, Tae Min justru menatap Ra Young dalam diam dengan lama.
“Omong-omong, di Jepang kau kuliah jurusan apa?” entah mengapa, Tae Min bicara dengan random, yang sebenarnya membuat Ra Young semakin bingung.
“Jurusan Telekomunikasi International. Kau?” tanya balik Ra Young. Tae Min hanya tersenyum sambil menunjuk buku yang tadi ia baca.
“Kedokteran. Dan aku berkonsentrasi di bidang ini.” Jawab Tae Min. Ra Young membaca tulisan yang terdapat di cover buku itu.
“Mias...teniasgravis? apa itu?” semakin bingung Ra Young.
“Kau tertarik?”
“Hee? Kalau masalah tertarik sih... ku rasa tidak. Aku tidak begitu mengerti masalah kedokteran.”
“Sayang sekali... padahal dengan ini kau bisa tahu sisi lain Min Ho.”
“Heeeee?”
“Entah kenapa, aku yakin nama Lee Gi Hae itu menyimpan satu arti untuk mu ya?”
“Sungguh, sebenarnya kau ingin bicara apa sih?” Ra Young sudah sama sekali tidak mengerti alur pembicaraan mereka berdua.
“Itu artinya, Min Ho bukan hanya sekedar teman bagi mu.” Ujar Tae Min tidak peduli. Tapi dengan kalimat terakhir Tae Min, ia berhasil membuat Ra Young terdiam. Sedikit demi sedikit Ra Young pun mulai mengerti maksud Tae Min.
“Ya kan?” tanya Tae Min sekali lagi. “Adikku, dia sangat dekat dengan Min Ho. Saat kondisi nya sangat lemah, Min Ho lah yang ada di sampingnya. Orang lain memang melihat ia adalah yeoja kuat, tapi sebenarnya ia sangat lemah. Karena ada orang-orang di sekitarnya yang selalu mendukung, ia pun ingin selalu terlihat kuat. Khususnya saat di depan Min Ho.” Cerita Tae Min tiba-tiba.
“Min Ho itu perlu disemangati, begitu kata Gi Hae dulu. Kalau kita kuat, Min Ho pun yang melihat akan ikut kuat. Baginya, Min Ho adalah oppa nya. Begitu juga dengan Min Ho, Gi Hae hanyalah dongsaengnya. Jadi kau tenang saja.” Senyum Tae Min. Dan akhirnya Ra Young mengerti.
“Anni, ahaahaha. Aku tidak jealous dengan Gi Hae.” salah tingkah Ra Young. Tae Min dengan mudah membaca nya.
“Tapi Gi Hae tidak pernah keluar dari rumah sakit setelah dia lulus smp. Kapan kau melihat Gi Hae ‘lewat’? apa kau ikut bersama Min Ho kerumah sakit? Tapi...... kau sendiri tidak tahu tentang Min Ho kan??” kali ini Tae Min yang tampak bingung.
“Ah, waktu itu aku lihat Min Ho jalan dengan adik mu. Mereka seperti baru kembali dari supermarket.” Cerita Ra Young. Walau dalam hati nya, ada banyak sekali pertanyaan lain muncul. Aneh... ini aneh sekali. Pikir Ra Young.
“Supermarket? ... ah... hahaha kau beruntung sekali.” Senyum Tae Min lagi.
“Beruntung??”
“Ne. Itu adalah waktu Gi Hae yang terakhir. Bahkan aku tidak ada saat itu. Aku justru pergi jalan-jalan sekolah. Harusnya aku tidak usah ikut......” kali ini Tae Min tampak sedih.
“Terakhir?”
“Kau jangan salah pikir lihat mereka berdua. Hari itu adalah keinginan terakhir Gi Hae. ia ingin jalan-jalan di kota seperti orang lainnya. Dia pun mengajak Min Ho. Tidak ada apa-apa diantara mereka. Yaah... walau khusus hari itu mereka berpura-pura jadi sepasang kekasih. Lucu sekali memang, eomma yang menceritakan semuanya padaku.” Cerita panjang Tae Min.
“Nanti dulu, nanti dulu...” Ra Young mencoba mencerna semua perkataan Tae Min sejak awal. “Maksudmu... adik mu, Lee Gi Hae, dia... dia sudah... meninggal?!” tanya Ra Young.
“Sudah 5 tahun semenjak kematiannya.”
“Jinjja?! Da-dan... hari dimana aku melihat nya itu, sebenarnya adalah hari terakhirnya? Lalu... saat ia panggil Min Ho dengan sebutan chagi, sebenarnya hanya pura-pura karena itu adalah keinginan terakhir nya?” tak dapat percaya Ra Young.
“Benar. Tapi yang terakhir salah. Keinginan terakhir Gi Hae bukan menjadi kekasih Min Ho sehari. Tapi sebenarnya ia ingin Min Ho juga dapat merasakan kehidupan.”
“He?? Merasakan kehidupan??” bingung Ra Young. Dan disaat yang sama dengan bunyinya ponsel Tae Min. Namja itu melihat ponsel nya untuk beberapa saat, dan kembal lagi pada Ra Young.
“Mianhae, Ra Young-sshi. Aku tidak bisa berlama-lama disini. Ku harap kita bisa bertemu lagi.” pamit Tae Min tiba-tiba. “Annyeonghaseo.” Dan Tae Min pun pergi begitu saja, meninggalkan Ra Young yang masih kebingungan.
Ra Young sadar Tae Min meninggalkan buku ‘miasteniasgravis’ nya itu di meja. Rasa penasaran nya semakin menjalar. Maka Ra Young pun memutuskan untuk membawa buku itu pulang.
~@~@~@~@~
Seorang namja tinggi tengah duduk di bangku taman. Matanya terpejamkan, menikmati sejuknya angin yang bertiup disekitarnya. Tak lama kemudian, terdengar suara langkah mendekat kearah nya, namja itu pun membuka matanya. Dan saat itu lah, ia tersentak kaget melihat siapa yang berdiri di depannya.
“Lama tak ketemu, Min Ho-ya.” Senyum seorang namja di depannya. Namja yang dipanggil Min Ho itu bangkit dari duduknya, masih menatap orang di depannya dengan tatapan tidak percaya.
“… Tae Min-ah…?” gumam Min Ho.
“Ye, ini aku. Apa kabar, hyung?” cengir namja bernama Tae Min tadi.
“Astaga! Ini benar-benar kau?!” Min Ho bergerak maju, memeluk Tae Min singkat lalu menepuk-nepuk pundak Tae Min bersemangat. “Kapan kau kembali dari Amerika?!” tanya Min Ho.
“Baru kemarin, hyung.” Jawab Tae Min sambil duduk di bangku tadi, Min Ho mengikuti. “Bagaimana kabar mu, hyung?”
“Sejak kapan kau memanggil ku hyung, huh?” tatap Min Ho datar.
“Hahahaa, kalau Gi Hae memanggil mu oppa, aku seharusnya juga memanggil mu hyung dong.” Tawa Tae Min.
“Ah? Ya…… terserah kau lah.” Min Ho mengalah.
“Jadi… apa saja yang sudah kau lewati, hyung?” tanya Tae Min lagi.
“Banyak. Banyak sekali. Kau sendiri, bagaimana dengan sekolah mu? Kau akhirnya memutuskan untuk jadi dokter kan? Lalu bagaimana akhirnya?” balik tanya Min Ho.
“Ah, iya. Ada yang ingin ku tunjukan pada mu. Kebetulan sekali, Min Ho-ya, darah mu yang di kirim ke Amerika, menjadi bahan penelitian ku. dan ini hasil n-…… loh? Dimana ku taruh hasil laporan nya?” Tae Min merogoh-rogoh blazer yang ia pakai.
“Sudahlah Tae Min-ah.” Ujar Min Ho sambil justru bersantai dan memejamkan matanya kembali. “Percuma kau kasih liat, aku juga tidak akan mengerti apa-apa saat melihatnya. Bahasa dokter semua, mana ku mengerti.” Lanjutnya.
“… Tapi… dimana ya? rasanya tadi sengaja ku bawa…” Tae Min berpikir keras.
“Daripada itu, bagaimana kau bisa tahu aku masih ada di rumah sakit ini?” tanya Min Ho.
“Oh, tadi aku minta tolong teman ku. kebetulan dia kenal dengan dokter Zhou Mi. aku minta ia menanyakan tentang mu pada dokter Zhou Mi. dan katanya kau masih disini. Jadi aku langsung pergi ke rumah sakit ini.” jelas Tae Min.
“Oh, ya Min Ho-ya!” ingat Tae Min tiba-tiba. “Tadi aku bertemu dengan teman mu.”
“Teman ku? nugu? Bagaimana bisa kau tahu dia teman ku?” bingung Min Ho. Namja itu membuka matanya dan menatap Tae Min bingung. Setahu Min Ho, harusnya tidak ada teman nya yang mengenal Tae Min.
“Dia yang menghampiri ku. kami bertemu di toko buku. ……. Ah! Buku ku ketinggalan disana!” baru sadar Tae Min.
“Yak! Kalau cerita jangan sepotong-potong gitu, dong! Sudah lupakan saja buku mu itu. Jadi… bagaimana bisa teman ku kenal kau?” Min Ho jadi penasaran.
“Ah, ye ye. dia tidak kenal aku, kok. Dia menghampiri ku karena dia melihat ku ini, yang wajahnya sama dengan Gi Hae.”
“Hn? Jadi maksudmu, dia kenal Gi Hae? Tapi… bagaimana bisa? Tidak ada teman ku yang tahu Gi Hae… harusnya.”
“Kau tidak cerita padanya, ya…” gumam Tae Min. Min Ho menoleh dan baru menyadari kalau Tae Min sedang melamun.
“Tae Min-ah?” Panggil Min Ho sambil melambaikan tangannya di depan Tae Min.
“Ah, iya. Mian. Ohya, nama teman mu itu… chankam. ……. Siapa ya tadi?”
“Kau ini pintar sih boleh. Tapi kau pikun. Heran, bagaimana bisa kau bertahan kuliah di jurusan kedokteran?” ejek Min Ho. Tapi Tae Min menanggapinya dengan tertawa. Keduanya pun terdiam, menikmati angin yang bertiup di sekitar mereka.
“Min Ho-ya…” panggil Tae Min tiba-tiba.
“Hm?”
“Kau… tidak mau dioperasi saja?” tanya Tae Min. yang ditanya justru tertawa.
“Aku sudah tahu, kau sebenarnya selalu mengecek keadaan ku, kan? Makanya kau menawarkan ku untuk oprasi saja? kalau sudah tahu sejak awal, kenapa tadi kau menanyakan kabar ku segala, huh?” tawa Min Ho.
“Ya… basa-basi. Tapi aku serius, Min Ho-ya. ku dengar, kau menolak untuk dioprasi. Wae?” tanya Tae Min sekali lagi. Kali ini Min Ho terdiam, pandangannya lurus ke depan. Ia pun menghela napas panjang, dan tersenyum lirih.
“Sekarang aku mengerti bagaimana perasaan Gi Hae. Kau juga pasti mengerti, kan? Begitulah aku saat ini Tae Min. aku benar-benar bisa merasakan apa yang dirasakan Gi Hae, saat terakhir ia masih ada.”
“…… Jadi maksud mu…”
“Aku lelah, Tae Min-ah.” Lanjut Min Ho, membuat Tae Min terdiam. Sebenarnya banyak yang ingin ia bicarakan pada Min Ho sekarang, setidaknya ia ingin berusaha untuk mempertahankan Min Ho. Tapi melihat Min Ho sekarang, tiba-tiba saja, kata-kata yang sudah ia rancang sebelum nya, menghilang begitu saja.
“Kau sudah kuanggap seperti hyung ku sendiri…” gumam Tae Min. Min Ho menoleh kearahnya, dan baru menyadari kalau namja itu sedang menunduk. “Setidaknya… ijinkan aku menyelamatkan saudara ku kali ini… untuk apa aku belajar serius, sampai jauh-jauh ke Amerika sana, dan aku masih belum bisa menyelematkan keluarga ku...” ujar Tae Min.
“Masih ada yang lain, Tae Min-ah. Masih ada yang bisa kau selamatkan. Mianhae… jeongmal gomawo, dongsaeng-ya.” senyum Min Ho. Namja tinggi itu pun berdiri dari duduknya, bersiap untuk pergi, tapi langkahnya langsung terhenti ketika ia menyadari seorang yeoja tengah menatapnya.
Yeoja itu terengah-engah. Seperti habis berlarian. Yeoja itu menatap Min Ho dengan tatapan tidak percaya. Min Ho tak dapat bergerak. Ia membeku di tempat. bahkan tak ada suara yang dapat keluar dari mulutnya. Sampai akhirnya sang yeoja bergerak maju, dan langsung memeluk Min Ho erat. Disaat itu, Min Ho tahu. Yeoja itu menangis.
“… Ra Young-ah…” panggil Min Ho. Yeoja itu tidak menjawab, terus menangis dalam pelukan Min Ho. Lama Min Ho terdiam, sampai akhirnya ia balas memeluk yeoja itu. Ia mengelus-elus rambut yeoja itu lembut. Mencoba menenangkan nya.
“Kalau kau hanya menangis, aku tidak akan mengerti apa-apa… uljima… jebal. Berhentilah menangis… dan katakan padaku, ada apa, Ra Young-ah?” bisik Min Ho lembut. Akhirnya yeoja yang dipanggil Ra Young itu melepaskan pelukannya. Masih sesegukan, ia menatap Min Ho.
“Kenapa kau tidak pernah memberitahukan ku? kenapa kau selalu tak pernah bicara apapun padaku? Kenapa kau menyembunyikan semuanya dari ku? kenapa, Min Ho?!” tanya Ra Young beruntun.
Min Ho yang tidak tahan melihat wajah Ra Young, dengan air mata masih mengalir, hanya bisa terdiam. Ia pun menyeka air mata Ra Young dengan lembut. Sambil terus menatap mata yeoja itu dalam. Sudah lama ia ingin menatap yeoja di depannya seperti saat ini. hanya menatap ke dalam mata saja, sudah cukup bagi Min Ho. Selama ini, bertatapan saja tidak pernah bertahan lama.
“Kenapa kau menyembunyikan semuanya? Setelah perasaan mu… sekarang… ...” gumam Ra Young menggantung. Tapi Min Ho mengerti apa yang akan dikatakan Ra Young setelah ini. namja itu hanya bisa menunduk.
“……. Mianhae…” jawab Min Ho akhirnya.
“Kalau saja aku tidak menemukan ini, aku tidak akan pernah tahu tentang penyakit mu.” Ra Young menunjukkan amplop besar berwarna coklat. Dari belakang, Min Ho dapat mendengar Tae Min bersuara.
“Loh? ... Ah… ternyata… ku simpan di dalam buku, ya?” gumam Tae Min.
“Jadi, Tae Min meninggalkan buku itu, kau yang mengambil, lalu kau menemukan amplop itu. Dan dari situ kau tahu tentang diriku?....... apa teman yang dimaksud Tae Min tadi, itu kau, Ra Young-ah?” tanya Min Ho, mencoba mengerti keadaan.
“Ye. tadi aku bertemu dengan Tae Min-sshi di toko buku. Benar, aku menemukan amplop itu diantara selipan kertas-kertas buku yang di tinggalkan Tae Min-sshi. Aku membacanya, dan aku melihat ada nama mu disana. Kau… positif… miasteniasgravis?”
“Ye. aku sudah tahu itu.” Jawab Min Ho, tersenyum.
“Karena tidak percaya… aku langsung menghubungi eomma mu. … dia akhirnya memberitahukan alamat rumah sakit ini.”
“Ah… kureyo?”
“Min Ho…” panggil Ra Young. Sedangkan yang dipanggil hanya menatap yeoja itu sambil masih terus tersenyum. “Aku selalu ingin mengatakan ini, tapi aku tidak pernah punya keberanian… Min Ho, saranghae…”
Dan dengan kalimat terakhir Ra Young, sukses membuat Min Ho kembali membeku. Ia menatap Ra Young tidak percaya.
“Aku… aku selalu menyukai mu sejak du-…”
“Ssshh…” Min Ho menempelkan jari telunjuk nya di depan bibir Ra Young, memotong apa yang ingin dikatakan Ra Young. “… Gomawo, Ra Young-ah. You already know, that I love you, aight?” senyum Min Ho. Awalnya Ra Young terdiam, tapi akhirnya ia mengangguk pelan. Kali ini Min Ho yang menarik Ra Young ke dalam pelukannya.
“Saranghae…” bisik namja itu.
~@~@~@~@~
“Kau darimana saja, Ray-ah?” tanya AJ saat melihat akhirnya Ra Young pulang. Yeoja itu berhenti, tapi tak menjawab apa-apa. Setelah menatap cukup lama, Ra Young akhirnya pergi tanpa berkata apa-apa. AJ pun menyusul nya.
Ternyata Ra Young pergi ke halaman belakang rumah AJ. Disana, AJ menemukan Ra Young duduk di bangku teras sambil menutupi wajahnya. Dengan perlahan namja itu mendekat. Saat ia sudah di samping Ra Young, ia berjongkok, dan dengan lembut menyentuh pundak yeoja itu.
“Ada apa?” tanya lembut AJ. Dan namja itu baru menyadari kalau bahu Ra Young berguncang. Tak lama kemudian terdengar suara isakan tangis dari yeoja itu. Ra Young menangis. Tanpa tunggu apa-apa lagi, AJ langsung memeluk Ra Young.
“Di-dia……… selama ini ia menahan sakitnya sendirian… aku bahkan tidak menyadarinya… dia sangat rapuh…… a-aku sama sekali tidak berguna… aku tidak pantas untuk menyukainya……” ujar Ra Young sambil masih terus menangis. AJ yang tidak mengerti apa maksudnya hanya bisa terus mengelus punggung yeoja itu. Mencoba menenangkannya.
“Dan aku merasa sangat jahat padamu…… a-aku tidak pantas untuk mu, AJ-ah…” lanjut Ra Young.
“Ssstt… jangan bicara begitu. Sekarang jelaskan apa yang terjadi sebenarnya?”
“Min Ho…” jawab Ra Young. Dan hanya dengan menyebut nama itu saja, AJ sudah bisa menebak apa yang akan selanjutnya dikatakan Ra Young. “Aku ternyata masih menyukai Min Ho, AJ-ya…” lanjut Ra Young.
“….. …….. Aku sudah tahu.” Jawab AJ, membuat Ra Young terlonjak. Yeoja itu melepaskan pelukan AJ, dan menatap namja di depannya dengan mata bengkaknya. “Aku sudah lama tahu, kalau kau menyukai Min Ho.”
“Aku juga tahu kalau Min Ho juga menyukai mu. Sudah lama aku tahu, kalian berdua sebenarnya saling menyukai. Tapi aku menyembunyikannya. Aku pun tak berniat mendekatkan kalian berdua. Karena aku tidak mau. Aku tidak mau kau diambil olehnya…” jelas AJ.
“Pada akhirnya, aku hanya membuat semuanya jadi berantakan. Untuk mu, untuk Min Ho, begitu juga untuk ku. tidak ada yang bahagia disini. Ini semua salah ku…” tunduk AJ. “Mianhae, Ra Young-ah…… kalau kau mau pergi ke tempat Min Ho, pergi lah…”
“… Mianhae, gomawo, AJ-ya…” Ra Young memeluk AJ sekilas, lalu yeoja itu bangkit berdiri. Dan pergi meninggalkan AJ.
~@~@~@~@~
“Soo Hyun-ah, ayo masuk kelas.” Ra Young memanggil temannya. Seorang yeoja tengah terdiam menatapi kearah lapangan di bawahnya. “Apa yang kau perhatikan?” tanya Ra Young.
“Yamapi…” jawab Soo Hyun, setengah melamun. Ra Young hanya bisa tertawa di sampingnya.
“Ku pikir kau sudah melupakannya.” Ujar Ra Young.
“Siapa bilang. Inginnya sih begitu. Tapi entahlah, dia selalu mengganggu pikiran ku.” jawab yeoja yang dipanggil Soo Hyun itu.
“Memang tidak mudah melupakan seseorang yang sudah sangat kau sukai.”
“Tapi aku heran dengan mu…” gumam Soo Hyun.
“Aku? Aku kenapa?”
“Sampai sekarang, kau tidak bercerita apa-apa padaku. Apa yang terjadi antara kau dan AJ? Beberapa bulan yang lalu, saat kau kembali dari Korea, tiba-tiba saja kalian sudah tidak bersama. AJ juga pulang ke Jepang lebih dulu daripada kau, bukankah kau yang mengatakan kau pulang tergantung AJ? Sebenarnya apa yang terjadi di Korea?” Soo Hyun bicara panjang lebar.
“Hem…. Apa yaa…”
“Yak! Kau masih tidak mau cerita padaku? Ayolaah, aku penasaran.” Bujuk Soo Hyun. Ra Young tersenyum. Yeoja itu merogoh kantung celananya dan mengambil ponsel nya. Dan ia pun menunjukkan poto yang menjadi wallpaper di ponselnya. Disana terlihat seorang yeoja tersenyum ceria bersama seorang namja yang ikut tersenyum lembut.
“Kau? He? Siapa namja ini?” bingung Soo Hyun melihat poto itu.
“Dia? …… namja yang kucinta.” Jawab Ra Young, sukses membuat Soo Hyun membelalakan matanya.
“Jadi namja ini alasan kau pisah dengan AJ?! Wah… bagaimana bisa tiba-tiba namja ini muncul?”
“Anniya. Namja ini bukan tiba-tiba muncul. Justru… namja ini selalu ada disini.” Ra Young menunjuk kearah hatinya sendiri, sambil tersenyum sendiri.
“Lalu mana dia sekarang? Di Korea?” tanya Soo Hyun lagi.
“Yup. Dia di Korea.”
“Hey, kapan-kapan kenalkan aku dengannya. Bawa dia ke Jepang, dong.”
“Tidak bisa. Kau saja yang ke Korea.”
“Loh memangnya kenapa?”
“Dia… dia tidak bisa meninggalkan Korea.” Jawab Ra Young. Sedangkan Soo Hyun terdiam. Bingung dengan maksud Ra Young.
“Soo Hyun-ah… kau mencintai Yamapi, kan?” tanya Ra Young tiba-tiba.
“Ke-kenapa tiba-tiba ke aku lagi?” kaget Soo Hyun.
“Lebih baik katakan lah padanya. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi. Lakukanlah, beranilah, sebelum semuanya terlambat. Atau kau akan menyesal seumur hidup mu.” Ujar Ra Young. Ia pun pergi meninggalkan Soo Hyun yang kebingungan.
Bukannya masuk kelas, Ra Young justru jalan menuju taman. Ia butuh udara segar untuk menyegarkan pikirannya. Padahal sudah agak lama, tapi ia masih belum bisa mengatasi kesedihan di hatinya. Ia melihat sekali lagi kearah layar ponselnya. Disana terlihat senyuman Min Ho. Senyuman yang selalu berhasil membuatnya ikut tersenyum.
“Min Ho-ya… bagaimana kabar mu sekarang? Apa kau melihat ku disini? Apa disana kau bertemu dengan Gi Hae? ….Sampaikan salam ku untuknya, ya.” ujar Ra Young, entah kepada siapa.
“… Bogoshipo……” bisik Ra Young. Tanpa ia sadari, air mata mengalir di pipinya.
“Seandainya aku bisa mengulang waktu… aku akan kembali disaat kau masih di sampingku. Dan disaat itu, akan kuhentikan waktu, agar kau tidak akan pernah meninggalkan ku. ……. Aku merindukan mu… sangat merindukan mu… ku harap kau senang sekarang, disana….”
“Ra Young-ah?” merasa namanya dipanggil, Ra Young pun menoleh. Disaat itulah, ia melihat seorang namja berdiri tidak jauh darinya. Menatapnya dengan tatapan bingung.
“…….. AJ?” kaget Ra Young.
“… Kau…” AJ menatap Ra Young, dan yeoja itu baru menyadari kalau dia sedang menangis. Dengan segera ia hapus air mata yang ada di wajahnya. Perlahan, AJ jalan mendekatinya, dan berjongkok di depannya. Dengan lembut, AJ menghapus sisa air mata yang masih membekas di wajah Ra Young.
“Jangan menangis lagi. Min Ho disana juga pasti akan sedih melihat mu, kalau kau terus menangis.” Ujar AJ, sementara Ra Young hanya terdiam. Tapi tak lama kemudian, Ra Young pun bangkit berdiri, berniat untuk pergi.
Saat Ra Young hendak ingin pergi, AJ justru maju dan memeluk yeoja itu erat.
“Akan ku tunggu.” Ujar AJ. “Akan ku tunggu sampai kau bisa melupakan Min Ho, dan kembali padaku. Aku akan tetap mencintai mu sampai kapan pun. Ra Young-ah, ku mohon… berilah aku kesempatan sekali lagi.”
“AJ……”
“Saranghae.” Tegas AJ. Ra Young terdiam dalam pelukan AJ. Namja itu seakan tidak ingin melepaskan pelukannya. Dan pada akhirnya, Ra Young mengangguk pelan.
“Gomawo…” jawab Ra Young pelan. AJ pun akhirnya melepaskan pelukannya dan menatap yeoja di depannya.
“Kau tahu kau selalu punya aku disini. Kembalilah padaku kapan saja. aku akan terus menunggu.” Ujar AJ sekali lagi. Ra Young hanya tersenyum sebagai jawabannya. Lalu yeoja itu pun pergi.
Biar begitu, ia benar-benar berterimakasih pada AJ. Yeoja itu hanya bisa meluruskan hatinya. Saat ini masih campur aduk rasanya. Tapi ia mengakui, tumbuh sedikit cinta dalam hati nya. Tak bisa ia bohongi dirinya sendiri, kalau ia membutuhkan AJ, lebih dari yang sebenarnya ia sadari.
'Bodoh'
Lagi-lagi kata itu. Tapi jika itu tidak bodoh, maka... itu bukanlah sebuah 'Cinta'. Cinta mana yang tidak bodoh?
'Bodoh'
Lagi-lagi kata itu. Tapi jika itu tidak bodoh, maka... itu bukanlah sebuah 'Cinta'. Cinta mana yang tidak bodoh?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar