Senin, 30 Januari 2012

Fool (Min Ho pov)


Author : Gi Hae
Rate : Romance
Cast : Choi Min Ho, Han Ra Young
Support cast : SHINee, AJ (U-Kiss), Lee Gi Hae, Han Hee Ra, Kim Soo Hyun.
Disclaimer : every cast in this story was claimer by theirself. I’m not claimed them by mine.
Summary : If I was an angel, if i can built a time machine, if i’m not this fool... maybe you never leave me. Maybe...

~@~@~@~@~

Semua mengatakan, Tuhan sudah mengatur sejak awal pada siapa nantinya cinta kita akan berlabuh.
Apa Tuhan juga menuliskan itu untukku?

This is not love story.
Because this is my stories. There’s no love here.

~@~@~@~@~

Sreeek...

Ini sudah yang keberapa kalinya aku melipat-lipat kertas di tangan ku ini, dan membukanya kembali, melipatnya lagi dengan bentuk lain, dan membuka nya lagi seperti semula, dan berulang begitu terus sampai akhirnya kusadari kertas ini sudah tidak karuan bentuknya. Dan baru kusadari juga, kertas ini kan nantinya akan kuberikan pada guru ku.

‘Universitas tujuan mu’, tulisan yang menjuduli kertas di tangan ku ini. Kuliah ya? Aku sama sekali tidak memikirkannya. Aku berdiri dari duduk ku, menghampiri teman-teman ku yang sedang mengobrol sambil bersender di jendela. Jam bebas tanpa pelajaran seperti ini memang paling seru deh.


“Kau mau kuliah dimana, Min Ho-ya?” tanya Ki Bum padaku saat aku baru sampai di hadapannya.
“Baru saja aku datang, sudah ditanya pertanyaan itu... tidak ada pembicaraan lain?” malas ku sambil menyender, dan mataku menyusuri seluruh ruangan kelas ku. Bukan aku dan teman-teman ku saja yang berkeliaran. Ku lihat hampir semua murid jalan kesana-kemari.

Kecuali satu orang. Yang entah mengapa rasanya ia lebih nyaman kalau hanya diam saja di bangku nya, sambil membaca kertas yang sama dengan yang ku pegang tadi. Yeoja itu... ia seakan tidak mendengarkan sekitarnya. Ia seakan berada di dunia yang berbeda saat ini. Dia berbeda. Aku tahu itu.

Bagaimana aku bisa tahu? Tentu saja karena selama ini aku selalu memperhatikannya. Aku selalu mengawasinya dari jauh. Sampai-sampai aku hampir tahu semua tentangnya. Dan sampai aku sendiri tidak sadar, entah sejak kapan perasaan lain timbul dalam hati ku.

Perasaan yang selalu membuatku senang tiap aku bisa melihatnya, perasaan yang membuatku sangat bahagia saat melihat tawanya. Tapi perasaan ini juga dapat membuatku sedih saat aku tak bisa menemukannya dimana pun, perasaan yang dapat membuatku sedih saat melihat setetes air mata jatuh mengalir di pipinya.

Nobody knows... the truth is, i love her. Yeah... i love her. But i can’t. Bukan karena aku tidak mau atau takut... tapi aku tidak bisa. ‘tidak bisa’.

“MWO?! Jadi kemarin kau gagal menyatakan perasaan mu pada yeoja yang kau sukai, hanya karena tiba-tiba kau sakit perut dan ingin pergi ke toilet?!” teriak Ki Bum tiba-tiba mengagetkan ku, dan menyadarkan ku dari lamunan. Aku menoleh dan melihat wajah Jong Hyun memerah.
“Yaaak! Berisik sekali mulut mu itu, Kim Ki Bum!” Jong Hyun menyerang Ki Bum.
“Hahahaha gak elite sekali, sih, alasan kau gagal menyatakan perasaan mu, Jjong.” Ki Bum meledeki nya.
“Lalu kau kembali lagi tidak?” tanya ku, yang sudah mencerna apa yang terjadi sebenarnya. Dan ini membuatku ingin sekali menertawakan Jong Hyun keras.
“Aku kembali lagi... tapi yeoja itu sudah pergi. Dan tadi pagi, saat aku menghampirinya, dia justru menjauhi ku.” Sedih Jong Hyun.
“Loh? Memang nya kenapa?” tanya ku.
“Dia tahu tentang aku nervous dan tiba-tiba sakit perut saat aku ingin menyatakan perasaan ku...” tunduk Jong Hyun. Dan disaat itu juga tawa kami berdua meledak.

“HAHAHAHA! Makanya lain kali jangan makan apa-apa dulu sebelum menembak.” Saran Ki Bum sambil masih tertawa.
“Iya, lebih baik kau puasa dulu sebelum nya.” Sambung ku, ikutan menertawakannya.
“Aduuh, jinjja! Nasib mu malang sekali sih, Jjong. Kalau aku jadi kau, aku sih sudah malu banget saat melihat nya.” Lanjut Ki Bum.
“Sudahlah, jangan bicarakan ini. Lagian, sebentar lagi kan kita kuliah. Akan ku cari yeoja yang lebih cantik lagi disana!” tekad Jong Hyun.
“Memangnya kau mau masuk mana? Kalau ternyata universitas mu sama dengan yeoja itu bagaimana?” tanya Ki Bum.
“...... Plis bunuh saja aku, saat itu.” Jawab Jong Hyun yang disambut tawa oleh Ki Bum. Sementara aku jadi memikirkan hal lain. Kira-kira...... dia melanjutkan kemana ya? Apakah kami bisa bertemu lagi?

Aku menoleh kearahnya, dan disaat itu aku sempat melihat... dia menatap ku. Mata kami bertemu. Tapi tak lama, bahkan mungkin kurang dari 5 detik, tiba-tiba saja ia mengalihkan pandangannya. Selalu seperti itu... kami tak pernah lama saling bertatap-tatapan.

Maybe, she hate me...

~@~@~@~@~

“Aku pulang...” ujar ku sambil membuka pintu rumah.
“Selamat datang.” Sambut eomma ku sambil tersenyum hangat. Seperti biasanya, eomma selalu berhasil membuat hari ku kembali menjadi baik hanya karena senyumannya yang tulus. “Bagaimana hari ini? Ada yang baru?” tanya eomma.
“Hanya ini.” Aku memberikan sesuatu, yang mungkin sudah tidak pantas disebut kertas lagi kalau melihat bentuknya yang berantakan.
“Apa ini?” seperti yang ku tebak sebelumnya, eomma pasti kebingungan.
“Tujuan universitas berikutnya.” Jelas ku sambil merubuhkan tubuh ku di sofa.
“Ooh...” jawab eomma ku. Lama ia hanya menatap kertas itu, sementara aku hanya memperhatikannya. Setelah itu, eomma menyingkirkan kertas itu dan kembali tersenyum kepadaku.
“Mau langsung pergi? Atau mau istirahat dulu?” tanya eomma lagi.
“Eng...... mungkin langsung saja. Biar lelah sekalian.” Jawab ku sambil ikutan tersenyum.
“Bilang saja kau ingin cepat-cepat bertemu dengan Gi Hae, ya kan?” goda eomma.
“Hahaha, mungkin saja.” Jawabku.
“Kalau begitu eomma siap-siap dulu.” Eomma pun menghilang dari hadapan ku. Aku menengadahkan kepala ku, memperhatikan langit-langit rumah yang berada tinggi diatas.

Membosankan... itulah kehidupan ku. Sangat membosankan. Tidak ada yang special sedikit pun. Rasanya ingin sekali cepat-cepat ku habiskan semuanya...

Lama aku melamun, sampai aku tidak sadar kalau eomma sudah kembali lagi ke hadapan ku. Ia tidak mengatakan apa-apa, hanya tersenyum disana. Aku pun balas tersenyum sambil berdiri dari duduk ku.

“Kajja.”

Kami pun pergi ke tempat yang tiap 3hari seminggu ku datangi. Tempat yang menurut ku sudah seperti rumah ku sendiri. Padahal banyak orang yang membenci tempat ini, selain karena aroma nya membuat orang-orang merasa tidak nyaman, tapi juga karena memang seharusnya kalian tidak merasa nyaman disini. Karena ini adalah rumah sakit.

Eomma berjalan di depan ku, sedangkan aku hanya mengekori nya, sambil melihat ke kanan-kiri. Berharap melihat si licik itu. Bahkan saat aku melewati taman rumah sakit, aku tidak melihatnya. Padahal biasanya ia selalu duduk di bawah pohon rindang yang sejuk di sebelah sana. Mana dia?

Sampai akhirnya kami tiba di depan ruang dokter, yang namanya sudah akrab sekali dengan ku. Kami berdua masuk, dan langsung disambut oleh senyum ramah dokter itu.

“Tumben jam segini sudah datang, Min Ho-ya, adjumma.” Ujar dokter itu.
“Aku mau istirahat nanti. Jadi pulang sekolah langsung ke sini.” Jawabku.
“Apa kabar mu hari ini, Min Ho-ya?” tanya nya sambil berdiri, tanpa disuruh aku langsung berjalan ke kasur periksa sebelah meja kerjanya, sementara eomma langsung duduk di bangku depan meja.
“Sama seperti biasanya. Mungkin tadi hanya sedikit pusing. Wajar saja, mana ada pelajaran yang tidak membuatku pusing.” Jawabku.
“Coba buka mulut mu.” Suruh dokter itu, aku pun menurut dan ia mengarah kan senter kecil ke dalam mulut ku. Ia pun juga memeriksa bola mata ku. Detak jantung ku. Tensi ku. Berat badan ku. Semuanya. Ya... ini lah yang selalu ku lakukan saat aku datang ke sini.

“Min Ho baik-baik saja. Tetap lah seperti ini, terus ya, Min Ho-ya. Jangan paksakan diri mu terlalu jauh. Lebih baik istirahat.” Saran dokter setelah selesai memeriksa ku. Aku pun duduk disamping eomma ku.
“Eng, dokter Zhou Mi... tadi Min Ho pulang membawakan ini.” Eomma menyodorkan kertas tujuan universitas ku ke arah dokter. Dokter itu memperhatikan selama beberapa saat, entah dia benar-benar baca tulisan yang ada disana, atau dia heran apa yang terjadi dengan kertas itu, ya?

“Menurut dokter, bagaimana sebaiknya?” tanya eomma.
“Kita sudah sepakat kan... selesai Min Ho sekolah, kami pihak rumah sakit akan merawat Min Ho semaksimal mungkin. Apa... kau kembali ragu, Min Ho-ya?” tanya dokter Zhou Mi padaku.
“Tidak. Sama sekali tidak ragu. Aku sangat setuju kalau aku tidak akan melanjutkan kuliah. Aku lebih suka dirawat di rumah sakit.” Jawabku yakin. Sedangkan eomma terkekeh di sampingku.
“Lagipula, kalau Min Ho mau belajar, kita bisa menyediakan fasilitas nya, kok. Jadi tenang saja.” Senyum dokter Zhou Mi.
“Ne...” jawabku, balas tersenyum.
“Yup, saran ku hanya jangan terlalu paksakan dirimu. Dan istirahat selalu. Jangan banyak pikiran. Oke?”
“Oke.”

Kami pun keluar dari ruangan dokter Zhou Mi. Ya... ini lah diriku yang sebenarnya. Tidak ada yang tahu sama sekali tentang penyakit ku yang sebenarnya. Karena aku selalu menyembunyikannya. Aku tidak mau siapa pun tahu, selain keluarga ku sendiri. Ini lah aku... Choi Min Ho, si pengidap Miasteniasgravis.

Apa itu? Miasteniasgravis adalah penyakit yang menyerang kekebalan tubuh. Tidak ada yang tahu bagaimana caranya mereka datang menyerang. Bahkan sampai saat ini... tidak ada yang tahu bagaimana cara menyembuhkannya.

Ya... aku adalah uncureable. Aku sudah tidak akan kembali lagi seperti diri ku yang dulu. Itu sebab nya aku sama sekali tidak memikirkan kuliah, karena aku lebih memikirkan bagaimana caranya agar aku tetap bertahan hidup. Harusnya, aku tidak perlu tahu tentang penyakit ku ini, tapi dokter Zhou Mi justru memberitahukan semuanya padaku, ia ingin aku menikmati waktu ku.

Tapi akhir-akhir ini... aku sedikit merasa lelah dan bosan. Ingin sekali ku habiskan saja. Tapi kalau aku pergi... aku tidak yakin, apakah aku masih bisa melihat yeoja itu dari ‘sana’? Dialah alasan utama mengapa aku masih mau bernapas sampai hari ini. Dialah yang membangkitkan semangat hidup ku.

Walau aku tidak jauh beda dari seorang idiot. Untuk apa juga mengharapkan nya? Aku hanya akan memberikan derita untuk nya. Aku tidak mau dia harus tersiksa bersama ku yang penyakitan ini, yang bahkan kematian nya sudah terlihat jelas dari sekarang.

“Min Ho-ya, kau mau ke tempat Gi Hae dulu?” tanya eomma menyadarkan ku dari lamunan.
“Ne.” Senyum ku.
“Yasudah, eomma bisa tunggu disana.” Tunjuk eomma kearah taman.
“Sebenarnya tak apa kalau eomma pulang duluan. Aku baik-baik saja, kok.”
“Gwenchana. Sudah sana, Gi Hae pasti terkejut melihat mu sudah datang jam segini.” Senyum eomma. Aku pun hanya bisa balas tersenyum dan pergi sesuai dengan yang diminta eomma. Awalnya aku tidak bisa diperlakukan terlalu baik seperti ini. Tapi tidak ada yang mendengarkan ku. Maka sekarang aku hanya bisa nurut dan menjalani semuanya.

Aku jalan dalam diam, sampai akhirnya aku tiba di depan kamar rawat yang sudah sangat ku kenal. Ku geser pintunya, dan........ kosong? Loh? Kemana anak itu??

“Eh? Min Ho-ya? Tumben sudah kelihatan jam segini.” Sapa salah satu perawat yang bekerja disini.
“Iya, aku ingin istirahat nanti. Oh ya, apa kau tahu Gi Hae dimana? Aku tidak melihatnya dimana-mana. Bahkan kamar nya kosong begini.” Ujar ku.
“Gi Hae kan di pindahkan.” Jawab perawat itu.
“He? Dipindahkan ke?”
“Dia dirawat di ruang ICU semenjak 2 hari yang lalu.”
“Mwo?!”

~@~@~@~@~

Aku berjalan lunglai menuju kelas. Perut ku kenyang sekali. Baru saja bel masuk istirahat berbunyi, aku dan teman-teman ku pun jalan masuk ke dalam kelas kembali. Saat aku masuk ke dalam, ku lihat... dia... lagi-lagi dia duduk disana, sekarang sambil membaca buku.

Dan aku baru menyadari kalau aku tersenyum sendiri melihatnya. Terlintas dalam pikiran ku, aku ingin menjadi buku itu... aku ingin ia melihat ku berdiri disini. Aku ingin ia menatap ku. Ingin sekali aku mendekatinya, bercanda seperti biasanya aku bercanda dengan yang lainnya. Tapi... sesuatu selalu menahan ku. Aku tidak bisa. Aku tidak boleh.

Padahal aku ingin sekali membuatnya terus melihat ke arah ku. Hanya kepada ku... egois memang, hahaha.

“Min Ho-ya, dicariin tuh!” aku menoleh dan melihat Onew, teman ku dari kelas lain, teriak memanggil ku. Aku yang baru masuk kelas, kembali keluar, menghampiri Onew.
“Siapa?” tanya ku.
“Tidak tahu, tadi guru piket menitipkan pesan ini padaku. Katanya kau disuruh ke ruang guru.” Beritahu Onew.
“Kau menyampai kan pesan guru, dengan cara berteriak begitu? .......”
“Jadi kau mau nya aku menghampiri mu, menyolek pundak mu, dan bicara... Min Ho-ya~ ada yang mencari mu, tuh~ begitu?!”
“Ya tidak begitu juga... ah sudahlah, gomawo deh.” Jawabku sambil melangkah menuju ruang guru. Sampai sana, guru ku tidak bicara apa-apa, tapi justru mengarahkan gagang telepon kearah ku. Aku menerimanya dengan bingung.

“Min Ho-ya~” sapa ceria seorang yeoja dari sebrang sana. Suara ini... suara yang sangat ku kenal.
“Gi Hae-ya!” kaget ku.
“Neee.”
“Kau sudah bisa bicara?!”
“Kapan memangnya aku tidak bisa bicara, huh?!”
“Ah... mian. Tapi bagaimana bisa? Bukankah baru kemarin kau di ruang ICU dengan selang masuk ke dalam lambung mu itu??”
“Hihihi, aku hebat, kan? Aku sudah keluar kembali dari ruang ICU. Ohya, gomawo atas kunjungan mu kemarin. Mian ya, saat kau datang aku lagi tertidur.”
“Gwenchana... tapi kau sehat terlalu cepat!”
“Min Ho-ya... boleh aku minta satu permintaan?” ujarnya menghiraukan ku.
“He? Permintaan apa?”
“Saat aku sudah membaik, aku ingin jalan-jalan keluar. Hanya untuk sehari, kok. Kau mau menemani ku?”

~@~@~@~@~

Aku melangkahkan kaki ku tidak tentu arah, sampai akhirnya aku tiba disatu tempat yang menyimpan kenangan teristimewa untukku. Jembatan ini... jembatan dimana awalnya kami bertemu. Disinilah aku pertama kali melihatnya. Disini juga pertama kali aku jatuh cinta padanya.

Tanpa pikir apa-apa lagi, aku jalan turun kebawah, dan duduk di pinggiran sungai yang tenang. Kenangan 2 tahun yang lalu pun terlintas. Aku melihatnya berdiri disini, ditengah hujan deras, tapi aku masih bisa melihat wajahnya yang tulus itu, ia kelihatan sekali tulus ingin menyelamatkan kucing kecil yang waktu itu ingin tenggelam.

Melihatnya, aku sampai melupakan semuanya dan langsung nyebur masuk ke dalam sungai. Padahal saat itu hujan sangat deras. Kalau dipikir-pikir bahaya juga, bisa-bisa aku terbawa arus saat itu.

Meooong...

Aku menoleh dan melihat makhluk kecil dan lucu sedang mengelus-eluskan kepalanya ke tangan ku. Loh? Sejak kapan ada kucing disini? Eh? Nanti dulu... bukankah ini... kucing yang waktu itu?

“Annyeong.” Senyum ku sambil mengangkat kucing itu ke dalam pelukan ku. Aku tidak tahu darimana, tapi aku merasa yakin kalau ini kucing yang dulu sudah ku selamatkan.

“Hey, mana terimakasih mu padaku, huh? Kalau saat itu tidak ada aku, mungkin kau saat ini juga tidak ada.” Ujar ku. Tiba-tiba kucing itu mendengkur sambil menatap ku tajam. Eh? Dia mengerti apa yang ku katakan? Nahloh...

“Ku rasa majikan mu mendidik mu jadi kucing pintar ya?” senyum ku sambil mengelus ujung kepalanya.

“Dia memang pintar. Ia juga ramah, dan baik. Ceria. Tapi ia pendiam, ia lebih memilih duduk di bangku nya dan membaca buku. Herannya ia bisa dekat dengan siapa saja. Tapi tidak dengan ku. Kadang kalau sudah bertemu dengan sahabat nya Hee Ra, ia berubah jadi berisik. Kadang dia malas makan siang, tapi pasti nurut ke kantin kalau AJ mengajaknya. ....... mereka berdua memang dekat...” lanjutku. Dan tiba-tiba saja kucing itu mengeluskan kembali kepala nya kearah ku. Aih, lucu sekali kucing ini.

“Ssstt, jangan beritahu dia ya, kalau sebenarnya aku selalu mengawasinya.” Aku pun kembali mengelus kepalanya.

“Keroro-chan!” teriak seseorang dari arah atas. Aku menoleh dan menemukan yeoja itu berdiri disana. Oh Tuhan... ini hanya dalam khayalan ku? Atau ini sungguhan? Kenapa tiba-tiba ia muncul dihadapan ku??

“Keroro-chan?” bingung ku. Oh? Apa itu nama kucing ini? Keroro?? Hahaha lucu sekali. Tapi aku jadi ingat kalau dulu teman ku sering meledeki ku keroro. Aku pun bangun dari duduk ku. Mungkin ini kesempatan yang diberikan Tuhan padaku. Ternyata Dia masih baik, ya, mau memberikan ku kesempatan bicara dengannya.

Aku naik dan menghampirinya. “Keroro-chan... nama yang lucu. Jadi kau suka nonton Keroro, juga?” tanyaku saat sudah sampai di hadapannya.
“Ha?” ia tampak kebingungan.
“Aku juga suka nonton Keroro. Ah, ya, ini kucing mu. Tadi saat aku sedang duduk disana, tiba-tiba ia datang. Kabur ya sepertinya?” aku mengulurkan kucing kecil itu padanya, sedangkan dia menerima tanpa bicara apa-apa.

Mungkin memang sebaiknya aku tidak mendekati dirinya, ya?...... maybe, she hate me...

“Lain kali jaga kucingnya baik-baik. Nanti kalau kecebur lagi kan susah. Tapi tak kusangka dia sudah sebesar ini. Dulu rasanya kecil sekali. Ah, sudah waktunya, aku mau les dulu. Annyeong, Ra Young-ah.” Senyumku padanya. Aku membalikkan badan, dan dengan langkah yang berat, aku pergi meninggalkannya. Tanpa bisa ku dengar sedikit pun suara keluar lagi dari mulutnya.

~@~@~@~@~

Aku jalan dengan semangat ke arah kamar rawat Gi Hae. ku buka pintu dan dan ku lihat ia sedang berdiri di samping kasurnya. Eommanya berdiri di depannya. Dan mereka berdua langsung tersenyum ramah saat melihat ku datang.

“Tepat waktu nya, Min Ho-ya, aku baru saja selesai bersiap-siap.” Ujar senang Gi Hae.
“Aku memang namja yang selalu tepat waktu.”
“Baiklah kalau begitu ayo cepat!” tiba-tiba saja Gi Hae dengan semangat menghampiri ku.
“Aish, pelan-pelan, nanti jatuh.” Aku mengawasi, berjaga-jaga. Takut. Karena bisa kapan saja ia terjatuh.
“Na gwenchana~” cengirnya senang.
“Min Ho-ya, jaga Gi Hae, ya. Ku titipkan dia padamu. Selamat bersenang-senang Gi Hae. jangan kelelahan.” Eommanya memperingati.
“Ne, eomma.” Senyumnya.
“Kami pergi dulu, adjumma.” Pamit ku. Kami pun pergi dari rumah sakit.

Gi Hae disamping ku ini, dia sudah kuanggap seperti adikku sendiri. Dan kalau kau hanya melihatnya, kau tidak akan tahu betapa sakit sebenarnya dia. Aku mengenalnya, karena kami memiliki penyakit yang sama. Ya... Gi Hae juga mengidap miasteniasgravis.

Tapi dia lebih kuat dibanding kan ku. Keinginan nya untuk hidup jauh lebih besar dibanding kan ku. Padahal, dia sudah lebih dulu memelihara penyakit itu dalam tubuhnya. Dia bahkan sudah tinggal di rumah sakit sejak pertama kali aku melihatnya. Dia memang yeoja kuat dan tegar. Aku banyak belajar darinya. Dan karena dia juga, aku jadi menghargai hidupku.

“Aku iri melihat mereka...” ujar Gi Hae dari samping ku. Aku mengikuti arah pandang Gi Hae, dimana ia melihat sepasang kekasih sedang duduk berdua di taman sambil tertawa-tawa. Aku menoleh kearah Gi Hae, dan melihat pandangannya kosong ke depan.

“Kau tahu, apa yang akhir-akhir ini ku pikirkan?” tanya Gi Hae tiba-tiba.
“Apa?”
“Apakah aku bisa menikah?” tanyanya, yang berhasil membuat hati ku terasa sakit. Jujur saja, baru kali ini aku melihat Gi Hae mengasihani dirinya sendiri. Biasanya ia selalu kuat. Biasanya ialah yang menyemangati ku. “Aku ingin seperti mereka...”
“Baiklah, khusus hari ini, aku adalah namjachingu mu. Otthokhe?” tawarku sambil menyengir.
“Shireo.” Tegasnya.
“Waeeee??” heranku. Dan jujur saja, aku merasa sedikit tersinggung... yeoja ini memang... menyebalkan.
“Karena aku mau ‘orang itu’ yang mengucapkan kalimat tadi padaku.”
“Orang itu?” tanya ku. Gi Hae menoleh dan tersenyum sendiri kepadaku.
“Baiklah, khusus hari ini, kita berpacaran.” Cengirnya.
“Sebenarnya ada apa sih dengan mu?!” aku tidak tahu jalan pikir yeoja disamping ku ini, deh...

~@~@~@~@~

“Min Ho-ya! Gi Hae—.......” ujar eomma terpotong. Ia berhenti bicara karena pasti ia kaget melihat ku saat ini. Air mata mengalir di wajah ku tanpa bisa ku tahan sedikit pun. Pandangan ku memandang eomma kosong. Tangan ku rasanya lemas sekali, sampai-sampai ponsel yang sejak tadi ku pegang terjatuh.

Eomma maju dan memelukku erat. Rasa kehangatan tubuhnya menjalar ke seluruh tubuhku, memberikan ku sedikit kekuatan. Aku balas memeluknya. Kurasakan tangan eomma mengelus punggung ku halus.

“Mereka menelponmu juga ya? ...... Ganti lah pakaian mu... kita harus mengantar Gi Hae. ia pasti ingin melihat oppanya.” Bisik eomma lembut. Aku hanya bisa mengangguk. Eomma pun melepaskan pelukannya dan pergi meninggalkan ku, memberikan ku sedikit waktu untuk menyendiri.

Aku mengganti pakaian ku. Dan dengan segera ku hampiri eomma yang ternyata juga sudah berganti pakaian. Kurasa eomma juga merasakan apa yang ku rasa saat ini, kami berdua ingin cepat-cepat melihat Gi Hae. setidaknya memastikan yang terjadi.

Sampai rumah sakit, seakan kembali masuk ke dalam mimpi buruk. Ternyata kabar itu benar. Sekarang di hadapan ku, terbaring lemas sesosok tubuh yeoja, yang biasanya selalu menyambut ku dengan senyuman cerianya. Aku bahkan tak mampu mendekat. Aku takut semakin aku mendekat kesampingnya, semakin aku tak kuat menahan air mataku.

“Min Ho-ya, Gi Hae menitipkan ini.” Aku menoleh dan mendapati adjumma tengah mencoba tersenyum kearah ku, matanya sayu dan membengkak. Hidungnya memerah. Aku yakin sejak tadi ia menangis. Aku melihat ke arah tangannya, ia mengulurkan sebuah amplop putih kecil kepadaku. Saat amplop itu sudah di tangan ku, aku pun segera membukanya.

Hey, oppa...

Mianhae, aku pergi duluan. Mianhae, aku meninggalkan mu sendirian. Mian...
Kau pasti bertanya, kenapa aku menyerah? Kenapa aku begitu pasrah? Ya, kan? Kau salah.. aku tidak menyerah, dan aku tidak pasrah. Aku hanya ingin melanjuti ‘kehidupan’ ku, dengan cara lain.
Aku sudah mengatakan perasaan ku pada ‘namja itu’, haha bangga kah kau padaku? Dia tampak kaget. Ia bilang terimakasih padaku. Aku merasa sangat senang. Karena itu aku bisa pergi dengan tenang.
Kau juga harus seperti itu ya, Min Ho-ya. Atau kau hanya akan terus hidup dengan kebohongan dan kebodohan.
Aku tahu kau mencintai yeoja itu (walau aku tidak tahu yang mana orangnya haha)
Semangat Min Ho! Kau lebih kuat daripada yang kau kira, tahu.
Life on.

Lee Gi Hae.

“Kemarin dokter mengatakan, ia harus di oprasi kalau masih ingin terus bertahan. Tapi ia menolak. Ia bilang, ia hanya ingin pulang dan hidup dengan caranya.” Ujar adjumma di samping ku. “Inilah maksudnya dengan ‘pulang dan hidup dengan caranya’. Saat pergi dengan mu, itulah keinginan terakhir nya. Ia bilang... ‘aku ingin merasakan hidup, bersama Min Ho. Namja itu juga perlu merasa hidup’. Tapi ia sudah lemah, sudah tidak mampu lagi. Kau masih kuat Min Ho-ya.”

“Kau mengerti pesan yang sebenarnya disampaikan Gi Hae, kan?” tanya adjumma.
“... Ne.” Jawabku pelan, sambil masih menunduk menatap surat di tangan ku ini.

Farewell, my little sist...

~@~@~@~@~

Ku lihat ia sedang berbincang dengan sahabatnya. Sedangkan aku hanya berdiri diam disini. Masih sama, hanya bisa mengawasinya dari jauh secara diam-diam. Tidak ada yang tahu, rasanya sakit sekali di dalam hati ku. Hey Gi Hae... bagaimana bisa aku terus hidup, kalau kau pergi... dan sekarang... yeoja itu juga memutuskan untuk pergi?

Ra Young, yeoja itu, kabar mengenai ia akan melanjuti kuliah di Jepang sudah menyebar ke isi kelas. Jepang memang bukanlah negara yang jauh dari Korea. Tapi... tetap saja... aku tidak bisa melihatnya lagi setelah kelulusan nanti. Entah dia akan kembali lagi atau tidak.

Mungkin ada bagusnya juga ia pergi. Aku jadi bisa kembali mengontrol perasaan ku. Aku jadi bisa menghilangkan harapan ku sedikit demi sedikit, sehingga aku tidak mengharapkan dirinya lagi. Tapi kalau begini... untuk apa aku hidup? Untuk apa aku terus bertahan?

~@~@~@~@~

-5 years later-

Tidak ku sangka, aku bisa bertahan sampai sejauh ini. Walau memang sudah sering sekali aku mendapati kondisi terburuk ku. Rasanya sudah lelah sekali. Tapi... aku sudah bertekad untuk bertahan. Untuk melakukan satu hal yang harusnya sudah ku lakukan sejak dulu. Sekarang aku menyesal. Aku memang bodoh.

Disini aku berdiri sekarang, sekolah ku yang dulu. Yang menyimpan banyak sekali kenangan. Kembali berjalan di sini, membuatku merasa seakan aku sudah berhasil membuat mesin waktu ke waktu lampau. Anggap lah kalau memang aku berhasil membuat mesin waktu, maka aku harus memperbaiki satu hal. Ku harap ia datang.

Ku lihat teman ku dimana-mana. Rasanya menyenangkan sekali melihat mereka lagi. Ada yang tidak berubah sama sekali, tapi ada juga yang berubah drastis. Entah aku masuk yang mana. sampai akhirnya... ku lihat sesosok yeoja yang sebenarnya sejak tadi ku tunggu kehadirannya. Han Ra Young.

Yeoja itu tidak banyak berubah, masih seperti yang dulu, yang ku cinta. Ia tersenyum, membuatku yang berdiri disini jadi membeku. Sudah lama sekali semenjak aku kehilangan senyumannya itu. Dan sekarang ku sadari, ternyata aku memang belum bisa melupakannya sedikit pun.

“Min Ho-ya, kenapa sejak tadi kau diam saja, sih? Di acara seperti ini malah melamun.” Tegur Jong Hyun, yang sebenarnya sejak tadi berada di sampingku.
“Dia memang selalu sok keren.” Ledek Ki Bum, yang berada di sisiku satu lagi.
“Tahu. Beginilah orang yang sampai saat ini tidak punya pacar. Jadi sok keren terus.”
“Harusnya kau bawa cermin kemana-mana, supaya sebelum kau bicara kau bisa lihat dirimu sendiri, Jjong.”
“...... Entah kenapa sejak dulu aku tidak bisa menjawab perkataan mu, Ki Bum-ah...” Jong Hyun merasa tersinggung. Sementara aku hanya tersenyum melihati keduanya. Aku kembali menoleh, mencari keberadaan yeoja itu. Rasanya belum puas melihatnya tadi. Aku menemukannya sekarang sedang berbincang dengan sahabat lama nya, Hee Ra. Tapi disaat yang sama dengan aku melihatnya, keduanya menoleh kearah ku. Eh?

“Chagi, aku ke sana dulu, ya. Kalau ada apa-apa, beritahu aku langsung. Aku sudah lama tidak melihat teman-teman ku.” Tiba-tiba seorang namja muncul dari belakang nya. Ra Young tersenyum kearah namja itu, dan namja itu pun pergi.

Nanti dulu... chagi? Itu... pacarnya? Tapi... bukankah itu... AJ?? Jadi... mereka berdua sekarang benar-benar bersama?!

~@~@~@~@~

Dia berdiri disana. Ra Young tengah memandangi pemandangan di depannya. Selalu di jembatan inilah kita bertemu. Aku hanya bisa berdiri di sini. Memandanginya dari jauh. Kira-kira apa yang ia pikirkan ya? Ah sudahlah... aku harusnya sudah tidak perlu memikirkannya lagi. hey Min Ho, memangnya apa yang kau harapkan, huh?

Aku membalikkan badan ku, berniat untuk pergi. Tapi... bukankah ini artinya kesempatan ku? ...... bukankah ini keinginan ku? Tuhan sudah memberikan ku kesempatan. Ia tahu aku tidak bisa membuat mesin waktu... ... alright.

“Sepertinya kita selalu bertemu disini, ya...” ujar ku akhirnya sambil berjalan menghampirinya. “Hey, Ra Young-ah.” Sapa ku ramah saat sudah sampai disamping nya.
“...Hey...” jawab nya, dan kembali memandangi aliran sungai di depan kami.
“Bagaimana kabar mu?” tanya ku sambil menyender di pagar pembatas.
“Baik. Kau?”
“Sama. Jadi... sukses kau di Jepang? Ngapain saja disana?”
“Begitulah. Kuliah, sama seperti yang lainnya. Mungkin bedanya adalah aku sekalian mengurusi restoran eomma ku.”
“Oh? Eomma mu punya restoran disana?”
“Yup.” Dan sunyi.

“Jadi... kau dengan AJ sekarang.” ujar ku memecahkan keheningan. “Tidak sangka ya, dari dulu sudah dekat, ternyata saat sudah lulus, kalian bersama juga.” Lanjutku.
“Iya. Tidak ada yang tahu, kan?” tawa kami berdua.

Tiba-tiba terdengar suara, aku menoleh dan melihat Ra Young mengeluarkan ponsel dari kantung nya. Untuk selama beberapa saat ia terdiam membaca pesan yang baru saja ia terima, baru setelah itu ia menoleh kearah aku.

“Eng... Min Ho-sshi, aku duluan, ya. Dicariin.” Pamit nya.
“Ah, ya. ...... AJ?” tebakku.
“Ne. Annyeonghaseo.”
“Annyeonghaseo...” jawabku pelan. Ra Young membalikkan badannya dan berniat untuk pergi. tidak... dia tidak boleh pergi dulu...

“Ra Young-ah...” panggil ku. Ia pun menoleh dan menatap ku bingung. “Aku tahu ini sudah telat. Hanya saja aku terlalu bodoh. Aku ini sangat bodoh. Harusnya aku tidak melepaskan mu begitu saja. But........”

“I love you...” ujar ku akhirnya.

“Aku hanya ingin mengungkapkannya saja, kok. Daripada aku tidak tenang. Aku ikut bahagia melihat mu dengan AJ. Gitu-gitu AJ juga teman ku, dia namja yang baik. Aku tahu itu. Beruntungnya kau bersama nya. Ah, tidak... beruntungnya dia bisa bersama mu.” Ujar ku lagi, berusaha untuk tersenyum kearahnya. Sementara Ra Young sejak tadi hanya bisa menatap ku kaget.

“Saranghae...” ujar ku sekali lagi. dan kami saling terdiam. Berkali-kali ku lihat Ra Young seakan ingin bicara, tapi ia selalu menutup mulutnya kembali. Sampai akhirnya...

“Gamsahamnida.” Senyum nya padaku. Ia kembali membalikkan badan. Dan pergi.

Gwenchana... setidaknya aku sudah mengatakannya. Hey Gi Hae, I did it. Aku sudah tenang sekarang. thanks for you. Hanya karena ini lah aku bisa bertahan sampai 5 tahun, hanya untuk melakukan ini, seperti apa yang sudah kau lakukan, Gi Hae.

Maybe, this is time... bye, Ra Young-ah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar