Rate : general
Genre : romance
Cast : AJ (U-Kiss)
Support cast : Han Ra Young (OC), Choi Min Ho (SHINee)
Disclaimer : every cast in this story was claimer by theirself. I’m not claimed them by mine.
Summary : I was just another person. I can’t recieve a love... because I don’t have a role in this story...
~@~@~@~@~
Aku tak pernah merasakan yang namanya cinta. Aku tak pernah tau apa itu. Sejak kecil, aku memang tidak dikenalkan dengan yang namanya kasih sayang. Kedua orangtua ku terlalu memfokuskan ku pada pelajaran. Sehingga tak ada waktu untuk ku berhenti sejenak dan merasakan rasanya jatuh cinta.
Aku pun berpikir, cinta itu tidak penting. Kebanyakan yang kulihat dari teman-teman ku, cinta hanya merepotkan. Memakan mereka semua, sampai membuat kinerja otak mereka melemah dan sering melakukan hal yang menurutku tidak wajar. Cinta juga menyakitkan. Seperti pembunuh, mereka bisa membuat hati sakit, sampai rasanya ingin dikeluarkan saja...
Jadi seperti ini lah aku sekarang. Banyak yang bilang, aku tak berperasaan. Sangat dingin. Tak pantas disayangi.
Kadang aku heran dengan mereka semua. Terutama pada yeoja-yeoja yang sudah menyatakan cinta padaku. Aku tak meminta mereka untuk menyukai ku, mereka sendiri yang memulainya. Tapi saat mereka menyatakan padaku, dan aku menolak mereka, semua pasti bersikap sama...
Mereka akan mengatakan aku namja tak berperasaan. Teman-teman disekeliling mereka yang menyukai ku pasti menyuruh untuk melupakan aku, karena aku tak pantas mendapatkan cinta mereka.
Memangnya sejak kapan aku minta mereka menyukai ku?
Dan ku pikir, sampai kapan pun aku tak akan mengetahui apa itu arti sebenarnya ‘cinta’. Tak kusangka, perkiraan ku ternyata salah. Ya... akhirnya cinta menyentuhku. Akhirnya dia datang padaku. Dengan cara nya sendiri, ia mengenalkan ku pada apa itu yang namanya kasih sayang.
Mungkin memang cinta itu merepotkan dan pembunuh, tapi di lain sisi, cinta adalah hikmat hidup. Karena cinta, senyuman bisa selalu menghiasi wajah, walau tidak ada yang pernah tahu apa sebabnya. Karena cinta... aku baru sadar kalau dunia itu tidak seburuk yang kupikir sebelumnya.
Itu semenjak aku mengenal diri nya. Seorang gadis yang hadir ke dalam hidup ku dengan cara sederhana, tapi ia membuat semua nya jadi berarti. Tidak, kalau dipikir-pikir yeoja ini tidak begitu istimewa. Rambut hitam sebahu nya yang selalu ia urai, matanya yang terkadang terhalangi oleh kaca-kaca minus, kulit putihnya yang sedikit tampak pucat, tubuh ramping nya, dan tingginya yang hanya sebahu ku. Dia sungguh biasa saja. Banyak yeoja yang berciri-ciri seperti dia.
Dia adalah yeoja yang lumayan pendiam. Disaat yang lainnya ramai sendiri dengan teman-teman mereka, yeoja ini justru duduk diam dan tanpa sedikit pun merasa terganggu ia terus berhadapan dengan buku tebal nya. Kadang aku penasaran, apa sebegitu menarik kah buku yang ia baca?
Tapi kalau sudah bertemu dengan sahabatnya, tidak disangka-sangka, yeoja yang kelihatan pendiam ini berubah 180 derajat. Tiba-tiba saja ia jadi ramai. Ia pun lebih berekspresif. Tertawa, mengejek, tersenyum, mengobrol panjang lebar, seakan apa yang mereka bicarakan begitu menarik.
Kalau diperhatikan, dia begitu misterius. Aku tak pernah bisa menebak apa yang ia pikirkan. Ia selalu mendengarkan, tapi tak pernah membuka diri pada yang lain. Ia pendengar yang baik, bukan pendongeng.
Ia juga sederhana, tak pernah berpenampilan berlebihan. Ia tampil apa adanya, dan selalu menunjukkan apa adanya. Tak ada yang ia buat-buat. Ia juga lumayan pintar, tidak... bukan lumayan lagi, tapi ia memang pintar dan cerdas.
Dan biarpun aku duduk tepat di depan nya, aku tetap tidak mengerti jalan pikirnya. Ia sungguh tak bisa ditebak. Dan dengan cara yang tak ditebak pula, ia masuk ke dalam hati ku. Terus menerobos ke dalam. Mengetuk pintu hati ku, dan menetap di dalamnya.
Aku sendiri tidak mengerti, sejak kapan aku mulai menyukainya? Awalnya hanya karena aku heran melihat dia yang begitu pendiam. Tapi semenjak melihat sisi dirinya yang lain, aku jadi tertarik memperhatikannya. Dan sekarang, aku tak bisa berhenti melihatnya. Mataku terus melihat kearahnya, mengawasinya, memperhatikannya.
Aku... aku menyukainya, dan mungkin... aku sudah menyayanginya sekarang. Han Ra Young... hanya namanya yang ada dalam hati ku sekarang.
Walau aku sendiri tidak yakin, apa aku juga ada di dalam hatinya...
“Jadi yang mana AJ-ah?” tanya seorang yeoja menyadarkan ku dari lamunan.
“He? Apanya yang mana?” aku terkaget dan menatap yeoja itu kebingungan.
“... Jangan bilang sejak tadi kau tidak mendengarkan aku bicara?!” curiganya. Sedangkan aku hanya menyengir sebagai jawaban. Dia pun menghela napas panjang dan mengalihkan pandangannya, “Sudahlah... lupakan saja. Eng, aku pesan es krim rasa cokelat saja, deh.”
Seorang pelayan di depan kami pun tersenyum, ia mengambil cone dan mengambil sesendok besar es krim cokelat. Setelah itu ia julurkan kearah yeoja di sampingku, dan yeoja itu langsung mengambilnya.
“Kau pesan tidak?” tanyanya sambil menjilat sedikit es krim.
“Eng... enaknya rasa apa ya... kalau cokelat sudah terlalu sering, aku sebenarnya ingin coba rasa lain. Tapi takut tidak enak, jadinya malah menyesal. Menurut mu yang mana, Ra Young-ah?” aku meminta sarannya. Tapi tak kudengar jawaban darinya, aku menoleh dan melihat ia menatap lurus ke depan sambil terus menjilati es krimnya.
“Ra Young-ah? Kau dengarkan aku tidak? Kau lihat apa, sih?” bingungku, mengikuti arah pandangnya.
“Anni. Memangnya kau bilang apa?” tanya baliknya. Aku menatapnya lagi.
“Kau... balas dendam, ya?”
“Balas dendam untuk apa memangnya?” ia mendengus dan berlalu pergi meninggalkan aku setelah membayar es krimnya. Haha yeoja itu sungguh kekanak-kanakan. Hanya karena aku tidak mendengarkan apa yang ia bicarakan saja, ia balas dendam begitu.
Mungkin untuk seorang yang selalu mendengarkan orang lain, ia akan jadi sangat marah saat dirinya tidak didengarkan, ya?
Akhirnya aku memesan es krim cokelat, sama dengannya. Setelah membayar aku langsung menyusulnya. Ternyata ia sudah berjalan kembali ke kelas. Dasar yeoja itu, aku yang mengajaknya ke kantin, tapi dia justru meninggalkan aku. Sampai kelas, aku melihat nya sudah duduk di bangku. Karena kebetulan aku duduk tepat di depan nya, mau ia sedang ngambek denganku, ia pasti akan berhadapan lagi dengan ku hahaha
“Jahat sekali kau meninggalkan ku sendiri.” Ujarku.
“Memangnya berapa umur mu sekarang, sampai kembali ke dalam kelas saja harus ditemani?” balasnya dingin.
“Auh, Younggie-ah marah ternyata.”
“Sudah ku bilang berapa kali! Jangan-panggil-aku-dengan-nama-itu!” tegasnya.
“Memangnya kenapa? Bukankah nama itu imut, Younggie-ah?”
“Yak Kim Jae Seop!!” ia menatap ku marah sampai menyebut nama asliku. Sedangkan aku justru tertawa melihat wajahnya itu. Ia memang tidak suka yang namanya ‘imut’, dia bahkan tidak punya benda berwarna pink.
“AJ...” Aku menoleh karena seseorang telah memanggil ku. Ku temukan seorang namja tinggi tengah menghampiri ku.
“Min Ho-ya? Waegurae?” tanyaku saat ia sudah sampai dihadapan ku.
“Eng, masalah tugas kelompok tadi... mianhae, aku tidak bisa ikut ke rumah mu.” Ujarnya.
“He? Wae? Kau ada urusan?” bingungku.
“Begitulah. Jeongmal mianhae.” Ia meminta maaf sekali lagi.
“Hem.. bagaimana kalau besok?” tiba-tiba Yo Seob, namja lainnya yang kebetulan juga sekelompok dengan ku, ikut dalam pembicaraan.
“Besok... aku juga tidak bisa...” ujar lemas Min Ho.
“Memangnya kau ada urusan apa, sih?” penasaran ku.
“Bukan hal yang penting, sih. Tapi aku harus datang.” Jawab Min Ho.
“Memangnya tidak bisa kau tinggalkan saja?”
“Maunya sih begitu... tapi ya, aku harus datang.”
“Apa itu lebih penting dari tugas sekolah?” tanya Yo Seob. Min Ho terdiam sebentar, baru setelah itu ia menghela napas panjang dan tertawa sendiri.
“Ya, lebih penting kurasa.” Jawabnya masih sambil tertawa. “AJ-ah, Yo Seob-ah, Mianhaeyo.” Ia menunduk sekilas, lalu pergi menjauh.
“Hem... mencurigakan, ya?” bisik Yo Seob padaku.
“Ne. Kurasa ia hanya malas saja. Kenapa tidak katakan saja kalau ia tidak ingin kerja.” Jawabku.
Brak!! Aku dan Yo Seob terlonjak kaget. Aku menoleh dan melihat ternyata Ra Young baru saja menaruh dengan keras buku tebal miliknya keatas meja. Ia menatap kami berdua dengan tatapan tajam.
“Kalau kalian tidak tahu apa-apa, lebih baik jaga omongan kalian. Kalian akan menyesal apa yang telah kalian katakan kalau ternyata kenyataannya tidak seperti yang kalian duga.” Ujarnya, lalu membuka buku dan membaca nya. Yo Seob kembali ke tempatnya, sementara aku justru memperhatikan yeoja yang sedang serius ini.
Sudah berapa bulan, aku dan yeoja ini sekelas. sudah berapa bulan semenjak itu juga, aku memperhatikannya, dan justru jatuh hati padanya. Mungkin memang dia misterius untukku. Tapi ada satu yang benar-benar terlihat darinya. Yang entah darimana aku bisa begitu yakin... kalau saja... Ra Young sudah menyukai orang lain.
Aku memang belum memastikannya, karena memang aku tidak mau memastikannya. Tapi... semakin hari, aku semakin yakin dengan apa yang kurasa... Ra Young menyukai namja itu.
~@~@~@~@~
Hujan turun deras. Aku langsung berlari karena tidak membawa payung, menuju rumah ku. Malam hari dan aku kelaparan. Tidak ada makanan dirumah, jadi aku harus ke mini market. Dan aku sama sekali tidak menyangka akan turunnya hujan.
Saat sedang berlari pulang, aku terhenti saat melihat sesosok yang sangat ku kenal. Ra Young, tengah berdiri tidak jauh di depan ku, di tengah jembatan. Ia memegang payung transparant miliknya, sambil memandangi aliran arus sungai. Apa yang ia lakukan di tengah hujan begini? Ditempat seperti ini?
Aku berniat untuk menghampirinya, dan baru saja aku mau memanggilnya, tiba-tiba saja aku tercekat. Suaraku jadi tertahan di tenggorokan ku, saat aku menyadari kalau... Ra Young sedang menangis. Ku lihat setetes air mata mengalir di pipinya.
“Min Ho-ya... gamsahamnida... ....... ha... hahaha, mengapa hanya mengucapkan itu saja begitu susah, ya? Yah... aku bisa apa? Menatapnya saja aku tak sanggup... seandainya... aku tidak terlalu menyayanginya, apa aku bisa dengan santai berterimakasih padanya?...”
“Lagipula... kurasa ucapan terimakasih itu sudah tidak penting lagi, kurasa Min Ho tidak ingat apa-apa. Bahkan mungkin ia tidak mengenal ku haha... mana mungkin orang seperti ku bisa diingat oleh seorang Min Ho yang begitu terkenal di sekolah? Ha... hahaha...”
Serasa ada panah yang menancap. Seluruh badan ku langsung membeku. Aku tak bisa bergerak sekalipun Ra Young nya sendiri sudah beranjak dari tempatnya. Memunggungi ku, tak melihat sedikitpun kearah ku, dan ia pergi begitu saja... meninggalkan ku.
Bagai di drama-drama... hujan turun deras, seakan sudah meramalkan ini akan terjadi. Rasanya sakit sekali di dalam hati. Dan mengapa ini masih terasa begitu menyakitkan, sekalipun aku sudah menduga hal ini dari dulu? Mengapa disini... masih terasa... seperti diremukkan?
~@~@~@~@~
Aku menyender ke tembok, di tempat paling belakang di kelas. Aku hanya terdiam disini. Tak ada semangat sama sekali. Rasa sakit yang semalam kurasa entah mengapa masih terasa begitu menyakitkan sampai sekarang.
Yeoja itu terduduk di tempatnya. Seperti biasanya, ia sedang membaca buku. Ra Young-ah...... apa yang ku tebak selama ini... benar? Ha... hahahaha... hebat juga aku... ...Ra Young-ah... kenapa? Kenapa di dalam hati ku rasanya sakit sekali? Sekalipun aku sudah dapat menebak sejak awal?
Aku melihat ke arah jendela, dimana Min Ho dan kedua temannya, Key dan Jong Hyun sedang mengobrol disana. Dan saat itu juga, bagai luka yang dicakar, rasanya semakin sakit di dalam hati. Min Ho... aku melihat mu... dan aku menyadari apa yang tengah kau perhatikan saat ini...
Kenapa, Min Ho? Kenapa mata mu tertuju pada Ra Young?... kenapa kau menatap sosoknya dari jauh dengan tatapan yang dalam? Kenapa ekspresi mu seperti itu? KENAPA?!...
Kenapa harus aku yang melihat ini semua...?
~@~@~@~@~
“Min Ho-ya.” Aku memanggilnya. Min Ho yang baru saja mau keluar kelas, berhenti dan membalikkan badannya, menatap ku.
“Waegurae, AJ?” tanyanya. Saat ini kelas sudah kosong, hanya tinggal kami berdua, itu juga karena kami berdua harus menyelesaikan tugas kelompok, dan Yo Seob sudah lebih dulu pulang.
“Ini punya mu?” aku menunjukkan sebuah buku padanya. Hanya perlu beberapa detik ia lihat cover buku yang ku pegang, ia langsung menggelengkan kepala dan tertawa.
“Anni, anni hahaha. Itu punya Ra Young, kan? Mana mungkin juga aku baca buku haha.” Jawabnya.
“Oh? Ini punya Ra Young??”
“Yup.” Yakinnya. Aku menatapnya selama beberapa saat.
“Darimana kau yakin ini punya nya? Aku tak pernah lihat ia bawa buku ini.”
“Memang ia tak pernah bawa buku itu, tapi coba lihat di cover buku itu, deh. Penulisnya itu adalah penulis favorite Ra Young.” Jawabnya.
“Oh, ya? Darimana kau tahu?”
“Karena Ra Young selalu bawa buku dengan penulis yang sama. Tidak selalu sama, sih. Tapi dari dulu ia paling sering bawa buku dengan nama penulis itu. Lagipula, siapa lagi sih di kelas ini yang mau baca buku seperti itu?”
Aku terdiam mendengar itu semua. Awalnya hanya ingin mengetes nya, tapi... bodohnya aku... ini justru menyakitkan untukku. Jadi... Min Ho selalu memperhatikan Ra Young, huh? Aku pun tersenyum kearah Min Ho. “Kau benar...”
Senyum memang. Tapi disini terasa sangat menyakitkan...
~@~@~@~@~
“Ra Young-ah, menurut mu lebih baik ak-.......” aku menghentikan omongan ku. Mata nya, pandangannya, hanya tertuju pada satu titik. Min Ho.
Ra Young-ah? Kau tidak melihat ku disini? Kau tidak menyadari panggilan ku? Kenapa Ra Young? Bukankah aku yang selalu ada di depan mu? Bukankah aku yang selalu menemani mu? Kenapa kau tidak menatapku? ... kenapa kau justru memberikan pandangan seperti itu kepada Min Ho?
Apa yang telah ia lakukan? Kenapa kau menyukainya? Kenapa bukan diriku?
“Kenapa...?”
“Eh?” tiba-tiba Ra Young menatap ku. Aku tersadarkan.
“Apa aku barusan bicara sesuatu?” tanyaku.
“Eng-aaah... mungkin saja... ada apa, AJ?”
“......... Anni.” Aku membalikkan badan ku, kembali menghadap ke depan kelas.
Ternyata cinta memang membunuh, ya... rasanya ingin sekali aku mengeluarkan hati ku saat ini. Sakit sekali. Sakit... kalau tahu begini, mungkin lebih baik aku tak perlu mengenal apa yang namanya cinta sama sekali......
Dikisah ini, aku hanya orang lain. Tidak akan ada tempat untuk cinta ku. Mereka saling menyukai. Mungkin mereka tidak tahu, kalau keduanya mempunyai perasaan yang sama. Sedangkan aku? Haha... semakin berjalan nya waktu, cinta ku akan terlupakan begitu saja...
Kalau di sebuah cerita, cinta ku hadir hanya untuk mengganggu, dan hanya untuk disakiti... karena aku tidak akan pernah mendapatkan cinta balasan...
~@~@~@~@~
-3 years later-
Dia duduk di depan ku sambil memijat tangannya sendiri. Sementara aku, yang duduk di depannya hanya bisa terdiam menatapinya. Sampai hari ini, aku tidak menyangka kalau aku masih saja melihat nya. Pandangan ku masih saja tertuju padanya. Begitupun hati ku... hati ku masih untuknya.
Sudah berapa kali aku mencoba untuk menghapusnya, membuang perasaan ini jauh-jauh. Tapi tetap aku jatuh hati padanya, dan hebat nya, aku justru semakin mencintainya tiap harinya. Aku tahu hatinya bukan untukku, tapi mengapa bisa aku masih mengharapkannya?
Ra Young-ah... kenapa kau tak pernah melihat ke arah ku? Padahal selama ini aku berada disini. Selalu mencintai mu. Kenapa tak pernah kau lihat? Apakah pernah diriku hinggap di hati mu? Biarpun hanya sebentar?
Padahal hari-hari lalu sudah lewat... bahkan kita sekarang ada di negara yang berbeda dari yang dulu. Kau tetap misterius... aku tahu, sangat tahu... kau begitu mencintai Min Ho, begitupun juga dengan Min Ho. Tapi kenapa kau meninggalkannya? Kenapa kau pergi ke negara sakura ini?
Kenapa tidak kalian berdua bersama? Agar aku juga bisa pergi meninggalkan mu... agar aku juga bisa menghapus perasaan ku ini. Kalau seperti ini, kapan aku bisa melupakanmu?
“AJ-ah? Kau kenapa sejak tadi diam saja?” tanya Ra Young, yang ternyata sedang memperhatikan ku saat ini.
“Anniya.” Senyumku.
“Kau sungguh aneh, datang ke restoran ku, tapi tidak memesan apa-apa. Malah melamun. Kau ada masalah?” tanyanya. Sementara aku hanya menatapnya dalam diam.
“Hey, Ra Young-ah, sebenarnya... cinta itu apa, sih?” tanyaku balik. Dia terlonjak kaget mendengar pertanyaan ku.
“Ke-kenapa tiba-tiba kau bertanya begitu?” sedangkan aku hanya mengangkat bahu sebagai jawaban. Dia berdeham, lalu menatap ku. “Cinta, ya? Hem... tidak ada definisi pasti. Aku sendiri tidak bisa menjelaskannya. Tapi yang kutahu, cinta itu bagai lukisan abstrak. Tak bisa dijelaskan, tapi jelas nampaknya di depan mata. Kita tak bisa mengatakan dengan pasti apa yang kita rasa dalam hati, apakah ini menyenangkan? Atau menyakitkan? Tapi kita tahu... kita sedang jatuh cinta.”
“Hanya karena hal sepele, kita bisa luar biasa senang, atau kebalikannya, kita juga bisa menangis keras karena itu. Cinta memang merepotkan. Tapi cinta adalah hal wajar yang dirasakan semua manusia. Cintalah yang menghidupkan manusia, membuat mereka tegar dan kuat.” Lanjut Ra Young. Ia menatap keluar jendela, memperhatikan kegelapan malam.
“Seperti malam. Gelap, tapi kita tetap bisa melihat. Tak tahu arah tujuan, tapi kita tetap berjalan. Semua hal ini sulit dijelaskan kenapa sebabnya, begitu juga dengan cinta.” Ra Young kembali menatapku. “Memangnya kenapa?”
“...... Hey, Ra Young-ah...” bukannya menjawab, aku justru memanggilnya. Ia hanya menatap ku dengan wajah bingung, sementara aku menatap matanya dalam. “Saranghae.”
~@~@~@~@~
-2 years later-
Ternyata memang seharusnya aku mundur sejak awal. Aku tahu ini akan menyakitkan untuk semuanya, tapi kenapa aku tetap nekat? Aku terlalu egois... aku hanya ingin menang sendiri. Seharusnya aku tahu... ini akan jadi jauh lebih menyakitkan daripada sebelumnya...
Beberapa hari yang lalu ada acara reunian sampai aku harus kembali lagi ke Korea. Waktu berjalan begitu cepat dan tak terduga, besok aku sudah akan kembali ke Jepang... dan meninggalkan cinta ku disini.
Sudah berakhir... semua sudah berakhir sekarang. Aku sudah harus melupakan semuanya. Aku harus merelakan Ra Young untuk Min Ho. Mereka saling mencintai, lalu kenapa aku harus mengganggu? Sadarlah diri Jae Seop... kau hanya orang lain, yang memang tidak ditakdirkan untuk mendapatkan cinta balasan.
Biar begitu... aku sendiri tidak menyangka kenapa bisa kaki ku sampai di tempat ini. Aku berdiri di depan pintu putih, dengan jendela kecil yang membuat ku bisa melihat ke dalam. Tempat ini sudah sepi. Mungkin aku adalah pengunjung terakhir. Untung saja, dia belum tidur. Aku dapat melihat sosoknya dari jendela kecil ini.
Ia duduk menyender diatas kasur. Lampu kecil menyinari kamarnya. Aku tidak tahu apa yang ia perhatikan, itu seperti selembar kertas yang aku tidak pernah punya niat untuk mengetahui lebih lanjut tulisan apa yang tertera disana.
Aku mengetuk pintu kamarnya pelan, lalu ku buka pintu itu. Ku lihat wajah nya kaget, matanya membesar saat menyadari aku lah yang berdiri di depan pintunya.
“AJ-ya...” panggilnya. Masih dengan wajah heran. Aku melangkah masuk, mendekat kearahnya. Dan tersenyum menyapanya.
“Annyeong, Min Ho-ya.” Senyumku, berusaha untuk ramah. Selama beberapa saat, ia hanya melihati ku dalam diam, sampai akhirnya ia membalas senyumku.
“Duduklah.” Ia mempersilahkan ku duduk di samping kasur nya. “Kenapa kau datang malam sekali ke rumah sakit, AJ-ya?” tanyanya.
“... Besok pagi aku sudah akan kembali lagi ke Jepang.” Jawabku.
“Oh? Begitu...” angguk-angguknya sambil masih tersenyum. Kami terdiam. Sunyi.
“Mianhae... mungkin kau marah padaku. Aku sudah merebut kekasih mu. Wajar saja kau marah padaku.” Ujar Min Ho tiba-tiba.
“Anni, kau lah yang harus marah padaku. Aku yang bersalah disini. Sejak dulu aku sudah tahu kalian saling mencintai... tapi aku diam saja, tak berniat sedikitpun untuk menyatukan kalian. Aku lah yang lebih dulu merebut Ra Young dari mu, Min Ho.”
“Hn... Gwenchana.” Jawab Min Ho.
“Kau tak marah padaku?” tanyaku.
“Entahlah... mungkin harusnya aku marah, ya? Tapi mengingat pada akhirnya aku juga merebutnya dari mu... kita impas.” Cengirnya.
“Heem... ya, benar juga.” Aku pun ikutan menyengir.
“Dia sangat mencintai mu. Mungkin kau tak menyadarinya, tapi... sejak dulu ia sudah menyukai mu.” Ujar ku pada Min Ho. “Jaga dia, Min Ho-ya. Ku titipkan Ra Young padamu. Ia pasti bahagia bersama mu. Yaa... sebenarnya aku datang ke sini hanya untuk mengatakan itu.” Lanjutku sambil bangun dari duduk ku.
“Ku harap kalian berdua bahagia. Sayonara.” Pamitku. Aku pun melangkahkan kaki ku menuju pintu, sampai akhirnya Min Ho memanggil ku lagi. Aku membalikkan badan, dan menatapnya.
“Ku rasa hanya kau yang bisa menjaga Ra Young, AJ-ah. Jadi, harusnya aku lah yang menitipkan Ra Young padamu. Kau pasti bisa membuatnya lebih bahagia daripada diriku. Dia mencintai mu, lebih dari yang kau tahu. Dia membutuhkan mu. Aku yakin, kalian berdua pasti akan bahagia.” Ujar Min Ho panjang lebar sambil tersenyum.
Aku terdiam, tidak mengerti apa maksudnya. Dia... dia menyerahkan Ra Young pada ku lagi? Kenapa?
“Hati-hati, AJ-ah. Terus lah sehat. Ingat, bahagiakan Ra Young, untukku. Aku sangat mencintainya, kau tahu.” Tambahnya lagi. Aku yang kebingungan dengan maksudnya hanya mengangguk. Lalu keluar dari kamar nya. Saat baru saja menutup pintu kamar rawat Min Ho, aku mendapati Ra Young berdiri di depan ku.
“Kau datang...” ujarnya pelan. Aku sempat terhenti sejenak. Sebenarnya aku berniat datang diam-diam. Tapi sudah terlanjur, Ra Young sudah melihat ku.
“Ye.” Jawabku.
“...... Kau... pulang besok?” tanyanya.
“Ye...” jawabku masih dengan nada yang sama.
“... Kure... hati-hati kalau begitu. Sampaikan salam ku pada eomonim.”
“... Ye.”
Ra Young jalan mendekat, dan melewati ku. Saat tangannya menggenggam gagang pintu, aku menahannya. Ia menoleh kearah ku. Kami saling tatap untuk beberapa detik. Sampai akhirnya aku tersenyum kearahnya.
“Jaga dirimu baik-baik. Berbahagialah dengan Min Ho. Aku... aku pamit pulang.” Ujarku. Sementara ia hanya terdiam memandangiku. Samar-samar ku lihat matanya berkaca-kaca, seakan menahan tangis. Ia pun tersenyum dan mengangguk. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, ia membuka pintu dan masuk ke dalam.
Ya... ini lah akhir untukku.
~@~@~@~@~
-some months later-
Kaki ku terhenti disini. Tempat yang sunyi. Sepi. Tak ada siapa-siapa lagi selain diriku. Aku masih tak percaya dengan apa yang kulihat sekarang. Tangan ku bergetar, tidak... tidak hanya tangan ku, tapi tubuhku ikut bergetar. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa ini terjadi?
“Apa maksud mu Min Ho? Hey, k-kau... kenapa kau... disini? Semua ini bohong kan? APA MAKSUD DARI INI SEMUA CHOI MIN HO?!” tubuhku melemas. Akhirnya aku terjatuh ke tanah. Tangan ku meraba tumpukan tanah yang ditutupi rumput-rumput hijau yang halus di depanku.
Mata ku tak pernah lepas dari nisan yang bertengger diatas tumpukan tanah ini. Ukiran demi ukiran ku perhatikan, mengapa bisa ukiran itu membentuk nama nya? kenapa jadi seperti ini? Tuhan... katakan pada ku yang ku lihat ini semua bohong.
“Min Ho-ya... kenapa kau disini? ...... kau sedang bercanda kan? K-kenapa...? kenapa kau... justru meninggalkan dunia ini, Min Ho-ya? Kau tak harusnya tertidur disini! Hey Choi Min Ho! Aku tahu kau sedang melihat ku! Aku tahu kau mendengarkan aku! Keluar kau!!” aku berteriak-teriak. Aku yakin saat ini pikiran ku sudah sangat kacau.
Bagaimana bisa Min Ho meninggal?! Bagaimana bisa... ia menyembunyikan tentang penyakitnya dariku? Bagaimana bisa...? bukankah ia selalu terlihat sehat? Bukankah ia selalu terlihat bersemangat?
Inikah alasannya mengapa setelah pulang sekolah ia tak bisa pergi kemana-mana? Inikah sebabnya ia tak melanjutkan kuliah setelah lulus?? Inikah sebabnya... ia masuk ke rumah sakit saat itu? Dan... aku... sama sekali tidak tahu... tidak, aku bahkan tidak sadar...
“Bangun, Min Ho... bangun! Kau bilang kau akan membahagiakan Ra Young, kan?! Kau bilang kau ingin bersamanya, kan?! Kau bi-......” aku berhenti. Tidak... ia tidak mengatakan itu semua... ia justru menitipkan Ra Young padaku. Jadi... ini kah maksud dari perkataan mu malam itu?
“....... ........ Setidaknya kau mengatakan padaku kalau kau mencintai Ra Young, kan? Tapi... TAPI KENAPA KAU MALAH TERTIDUR DI DALAM TANAH SANA?! Kalau kau memang mencintainya... bangun Min Ho-ya... terus lah bersamanya... ...... bahagiakan dia... bukan meninggalkannya... ku mohon... bangunlah.........”
Aku bicara tak karuan. Aku pun sudah tak menatap lagi makam di depan ku, aku hanya bisa menunduk sekarang. Pandangan ku memburam. Genangan air mata menghalau mata ku. Tak terasa, air mata ku mengalir. Tubuhku semakin gemetar.
Sesak. Rasanya sesak sekali.
Kenapa semua berakhir seperti ini? Kenapa Tuhan? Kenapa kau memisahkan mereka berdua? Kau Tuhan, bukan? Tapi kenapa Kau melakukan hal jahat, seperti yang telah ku lakukan? Apa Kau sengaja melakukan ini untuk membuatku semakin merasa bersalah? Apa ini hukuman untukku?
Cinta... mengapa cinta bisa begini menyakitkan? Apa ini semua pantas disebut cinta?...
~@~@~@~@~
-4 years later-
Setiap tahun, Jepang pasti merayakan yang namanya festifal kembang api. Biasa di lakukan di musim panas. Seperti saat ini. Semua orang beramai-ramai datang, berkumpul, bersenang-senang bersama, dan pada akhirnya, mereka semua akan menyaksikan pertunjukan kembang api yang spektakuler di ujung acara.
Aku berjalan seorang diri sambil membawa kamera SLR ku. Ku arahkan lensa nya, mencari objek menarik. Akhir-akhir ini aku menemukan hobby baru. Ya, ini lah hobby baru ku. Dari lensa ini, aku bisa melihat semua nya dengan jelas. Kerlap-kerlip lampu kecil yang menghiasi tempat festifal ini, anak-anak kecil yang berlarian, orang-orang memakai yukata (semacam kimono) yang berlalu lalang.
Semua nampak indah.
Sebentar lagi acara kembang api akan dimulai. Aku sebenarnya tidak begitu tertarik. Aku sudah melihat nya tahun kemarin, bahkan tahun-tahun sebelumnya. Kurasa tahun ini juga akan tetap sama. Aku pun memutuskan untuk pergi dari tempat festifal.
Suasana malam memang yang paling indah menurut ku. Apalagi dimusim panas begini, bintang-bintang bertaburan dilangit. Sangat indah. Tidak sadar, aku melangkahkan kaki ku menuju bukit kecil dekat tempat festifal.
Di sini lumayan tinggi, mungkin kembang api akan terlihat dengan jelas kalau dari sini. Aku memfokuskan pandangan ku ke lensa. Ku sapu seluruh pemandangan yang ada lewat lensa kamera ku. Sampai akhirnya aku berhenti pada satu sosok, berdiri tidak jauh di depan ku.
Sosok yeoja memunggungi ku. Entah mengapa siluet nya tampak sangat indah terlihat lewat lensa kamera ku. Rambut hitam yang digulung keatas, yukata berwarna biru langit dengan motif bunga-bunga kecil, bagus. Ia memakai bakiak. Benar-benar dandanan yeoja Jepang. Sinar bulan yang menerangi dari depan, membuat efek yang sangat indah.
aku menghampiri nya, berniat untuk meminta ijin yeoja itu. tidak mungkin kan aku memotonya diam-diam. Saat aku mendekat, tiba-tiba saja ia menoleh ke belakang. Kurasa ia mendengar suara langkah ku.
Dan disaat itulah, seluruh tubuhku kaku. Langkah ku terhenti. Mata ku menatap lurus ke dalam matanya, dan seakan tidak ingin lepas, aku terus memandanginya tanpa bisa berkata apa-apa. Sudah 4 tahun semenjak terakhir kali aku melihat dan berbicara dengannya. Hari ini... kami bertemu lagi.
Semenjak ia pergi, entah menghilang kemana. Tak ada kabar. Aku sendiri juga pergi jauh dari kota Tokyo ini, aku memutuskan untuk pindah ke Hokkaido sejak 4 tahun yang lalu. Kami berdua sama-sama menjauh.
Dan hari ini... kami dipertemukan kembali.
“...A-AJ-ya...” kulihat wajahnya, sama kagetnya dengan ku.
“...... Hey, ... Ra Young-ah...” senyumku. Kami terdiam. Masih saling tatap. Seperti terjebak dalam ruang hampa, tidak ada suara yang bisa keluar dari mulutku lagi. Begitu pun juga dirinya. Dan tiba-tiba...
DUAAAAARRR!! Duarr duaar!!
Kami berdua tersentak kaget dan menoleh kearah langit malam. Disana, menari-nari percikan warna-warni yang berasal dari kembang api. Ternyata sudah dimulai. Kami berdua terpaku menatap ke arah langit. Indah. Indah sekali.
“Untuk apa kau bawa kamera kalau kau justru melewatkan kembang apinya?” tanya Ra Young tiba-tiba. Aku melirik kearahnya, ia masih menatap kearah langit. Tapi senyuman mengembang di bibir mungilnya. Aku pun ikut tersenyum, lalu mengarahkan kamera SLR ku ke arah kembang api.
“Aku tak menyangka, kita bertemu lagi disini.” Ujar Ra Young. Aku pun menghentikan aktifitas ku dan menatapnya. “Sudah lama sekali ya.” Ia menoleh kearah ku lalu tersenyum.
“....... Ya. Sudah lama sekali.” Aku balas tersenyum.
“Jujur saja, aku merindukan mu.” Kalimatnya membuat seluruh darah ku mengalir cepat. Memang kalimat sederhana, dan siapa saja bisa mengucapkan. Kalimat yang tidak terlalu penting sebenarnya. Tapi entah mengapa... terdengar begitu indah di telinga ku.
“Ye... aku juga merindukan mu.” Jawabku. Lagi-lagi kami saling tatap. Tanpa ku sadari, tangan ku bergerak dengan sendirinya, mengelus pipi putihnya. Tapi ia tidak bicara apa-apa, Ra Young justru menatap ku dalam.
“AJ-ya... aku... ... pulang.” Ujarnya pelan, dan nyaris seperti bisikan. Ambigu. Kalimatnya terlalu ambigu. Apa maksud dari perkataannya?
“...Kau pulang? Apa maks-...”
“Apa aku masih punya tempat?....... di hati mu? Atau aku sudah terlambat?” tanyanya. Mendengar itu semua, lagi-lagi aku membeku. Tapi tak selama sebelumnya, kali ini begitu cepat. Dan aku langsung bergerak memeluknya.
Apa ini artinya, Ra Young kembali padaku?
“K-kau... kau kembali?” tanya ku.
“Ye... bukankah sudah ku katakan tadi? Aku pu-...”
“Saranghae.” Potongku. Ia berhenti. Tak bicara apa-apa setelah itu. Tapi aku merasakan tangannya balas memelukku. Ia memasukkan wajah nya ke dalam dada ku. Lalu kurasakan ia mengangguk-angguk pelan. “Ra Young-ah?” panggilku.
ku dengar isakan darinya, aku pun juga merasakan kaus ku basah. Ku lepaskan pelukanku, dan ku tatap dia. Dia menunduk, dan ternyata ia menangis. Dengan lembut ku hapus air matanya.
“Kenapa kau menangis?” tanya ku lembut.
“K..karena ku pikir... aku sudah terlambat... ...... saranghae, Jae Seop-ah...” jawabnya sambil masih terisak.
“....... Na do saranghae.” Aku pun memeluknya lagi.
Duaaarrr!! Duaaaaar!!
Kembang api kembali dinyalakan. Aku tak menyangka ternyata kembang api kali ini lebih indah daripada kembang api sebelumnya, bahkan paling indah yang pernah kulihat. Apa karena ada Ra Young dalam pelukan ku?
Akhirnya... aku mendapatkannya kembali. Cinta pertama ku, dan akan menjadi cinta terakhir ku. Hanya untuk yeoja ini seorang. Aku tak menyesal mengenal cinta. Dia lah yang mengajari ku tentang cinta. Dia juga yang akhirnya memberikan ku cinta.
Apa aku sudah bukan lagi memainkan peran cadangan? Apa aku sekarang adalah pemeran utama dalam kisah ini? Ah molla~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar