Minggu, 24 Maret 2013

Be Mine in Paradise 1




Author: ARGE
Genre: Mistery, Kekerasan
Rate: PG
Cast:      -Infinite
              -Lee Gi Hae (OC)
              -Lee Cheon Sa (OC)

~@~@~@~@~

Malam itu, langit lebih gelap daripada malam biasanya. Padahal, malam itu bulan purnama menyinari bumi. Rintik-rintik hujan yang semakin lama semakin menghujani bumi, menghalau pandangan mataku. Awalnya aku hanya berjalan cepat, sampai aku terpaksa berlarian sepanjang perjalanan menuju rumah.

Payung, kenapa selalu tertinggal saat aku akan membutuhkannya? Dan kenapa dia mengikuti saat bahkan langit pun tak berpikiran untuk menurunkan hujan?

Aku melirik kearah jam ditangan kiri ku, sekali lagi jam itu memperingati ku kalau sekarang sudah pukul 9 malam lewat 25 menit. Sudah malam, tau, jam itu seakan bicara padaku. Aku pun semakin khawatir. Kurasa eomma (ibu) punya tiga alasan untuk mengurung ku sepanjang akhir pekan. Pertama, karena aku pulang dalam keadaan hujan-hujanan. Kedua, karena aku pulang terlalu malam, melewati batas biasanya. Ketiga, karena aku bahkan tak memberikan mereka kabar kemana aku pergi.

Tapi, aku kan hanya main ke rumah sahabatku sendiri. Sudah biasa. Kurasa itu tak seharusnya diperdebatkan.

Dari kejauhan, aku sudah bisa melihat pagar rumah ku. aku semakin mempercepat lari ku. berharap semakin cepat aku tiba, semakin ringan eomma mengomeli ku. ku dorong pagar kayu rumahku, yang memang tak digembok. Aku melewati perkarangan rumah, dan baru menyadari... mati lampu?

Aku membuka pintu, syukurlah... padahal tadi aku sempat berpikir, kemungkinan paling buruk adalah appa (ayah) mengunci pintu dan tak membiarkan aku masuk semudah itu. Gelap. Keadaan jadi semakin gelap sekarang. Apa benar, ya, mati lampu? Setahu ku appa dan eomma tak suka gelap-gelapan, sekalipun waktu mereka tidur.

Kulangkahkan kaki ku semakin masuk, dan aku tahu aku sudah sampai di ruang tengah. “Appa?” panggil ku. keadaan begitu sepi. Apakah tidak ada orang di rumah? “Eomma?” panggil ku sekali lagi, sambil mencoba mencari kontak lampu. Sebelum jari-jari ku mencapai dinding, cahaya petir sudah menyinari keadaan rumah.

Dan... aku tidak percaya dengan apa yang tadi kulihat. Tidak. Aku tidak mau percaya. Tapi sekali lagi, cahaya petir memperjelas penglihatan ku. dan mau tak mau, aku harus mempercayai penglihatan ku sendiri. Beku. Aku membeku. Aku bahkan tak bisa merubuhkan tubuhku sendiri. Jantungku seakan berhenti, tak mau bergerak. Ia juga membeku.


Disana... dua tubuh lemas itu tergeletak begitu saja diatas lantai. Lantai yang harusnya berwarna putih itu, untuk kali ini, mereka merubah warna menjadi merah. Bukan sulap. Apalagi sihir. Merah itu... adalah merah darah.

Darah... yang... keluar dari kedua tubuh lemas itu.

Aku... aku tidak ingin mengenali kedua tubuh itu. Tidak. Tidak! Aku tidak kenal!

“Gi Hae...?” sebuah suara memanggil, yang aku ingat, itu nama ku. saat itu aku menyadari, ada orang lain dalam ruangan ini. Seorang pria berdiri, di sana. Di tengah ruangan. Di dekat kedua tubuh lemas itu. Yang artinya, juga di dekat ku. aku tidak bisa berpikir. Siapa dia? Sampai tiba-tiba tubuh itu merengkuh ku kedalam pelukannya. “Syukurlah, Gi Hae!” aku bisa mendengar nada bahagia dalam nadanya.

Ia melepaskan pelukannya, mengecek kondisi ku. memeriksa tubuh ku. dan aku masih memandangi nya. Aku semakin mengenali dirinya. “Kau tak apa kan? Tak terluka kan? Gi Hae? Gi Hae jawab oppa! (panggilan untuk pria yang lebih dewasa)”

Disaat yang sama, aku merasa ada yang dingin di pipi ku. air? Aku... menangis? Pria itu memeluk ku sekali lagi. Diusapnya pelan kepala ku. lalu dia berbisik, “Ada oppa... don’t be afraid... you’re with me...”
“Hoya oppa... appa dan eomma... sedang pergi? Kenapa rumah gelap? Ke market?” akhirnya aku bisa bersuara. Tapi kali ini, pria itu yang tak bisa bersuara. Ia bungkam. Dan untuk selamanya, aku tak akan mendapatkan jawaban atas pertanyaan itu.

Eomma, ternyata... lebih baik jika kau mengomeli ku saat ini...

~@~@~@~@~

Haa... HA HA HA! Hahaha... kalian pikir bisa memiliki Gi Hae? Menjauhkan aku dari gadis kecil ku itu? Ahahaha! Sekarang kalian berujung tidak berguna seperti sampah begitu.

Tidurlah yang nyenyak disana. Gi Hae akan baik-baik saja bersama ku... akan kubuat tempat yang indah untuknya disini...

Selamat tinggal, ... appa? Eomma? HAHAHA!

~@~@~@~@~

.: 4 years later :.

*Cheon Sa pov*

Aku keluar dari taksi. untuk sejenak, ku pandangi apa yang ada dihadapanku saat ini. Club malam. Tak pernah berpikir aku akan pergi ke sini lagi. Gadis itu memang merepotkan! Setelah menghela napas panjang, aku akhirnya melangkah masuk kedalam club. Seperti biasanya, dan memang sudah seharusnya, club penuh dengan orang-orang.

Perlu waktu beberapa detik untuk bisa melihat sosoknya, sampai akhirnya mata ku menangkap sesosok pria sedang duduk di bangku bartender. Di sampingnya, ada seorang gadis yang menidurkan kepalanya di meja bartender. Jauh lebih baik dari saat terakhir kali gadis itu ke sini. Dulu aku harus menariknya yang sedang menari di lantai dansa sambil mabuk.

Aku langsung menghampiri mereka dengan cepat. Tinggal beberapa langkah lagi sampai, pria yang duduk disamping gadis itu menoleh. Dan aku bisa melihat betapa lega nya dia melihat diriku. “Lebih cepat dari sebelumnya. Dia belum sempat turun ke lantai dansa.” Ujar pria itu. Aku langsung menoleh ke arah si gadis, yang menutup matanya rapat.
“Tapi sepertinya ia tak sanggup turun ke lantai dansa, kali ini.” Ujar pria itu lagi, sama-sama memerhatikan wajah gadis blonde ini. “7 gelas.” Beritahunya. Dan aku menggeleng-geleng sendiri mendengarnya.
“Sebenarnya apa yang terjadi?” tanyaku pada pria yang ku kenal bernama Myung Soo itu. “Tahan ceritanya, chagi (sayang). Bantu aku angkut dia.” Aku pun menurunkan bahu ku, dan menaruh tangan kanan gadis ini di sana. Myung Soo oppa menggendong tangan satunya. Dan dengan cepat kami keluar dari tempat ini.

“Kenapa bisa dia ke tempat ini lagi?” Tanya ku pada Myung Soo oppa, saat kami sudah berada dalam mobil nya. Pria itu menghela napas, sambil berkonsentrasi pada jalanan.
“Who knows.” Myung Soo oppa menggedikkan bahunya.
“Padahal kupikir ia tak akan pernah ke sini lagi sejak setahun yang la—...” aku memberhentikan omongan ku, membuat Myung Soo oppa menoleh kearah ku sebentar.
“Ada apa?” tanya nya, penasaran.
“... Sepertinya aku tahu ada apa dengannya.” Gumam ku. “Hari ini tepat 4 tahun.” Lanjutku. Dan tanpa keterangan lebih lanjut, Myung Soo oppa sudah mengerti. Dan karena hal ini, aku dan Myung Soo oppa jadi sama-sama bungkam.

Mengingat kejadian itu, memang tak pernah menyenangkan. Tak akan pernah. Aku melirik kearah spion dalam mobil, ku lihat gadis itu tertidur pulas. Wajahnya kelihatan begitu lelah. Aku menghela napas, kuharap ia mimpi indah.

Sampai akhirnya, kami tiba di rumah ku. Myung Soo oppa membantu ku mengangkut gadis itu masuk kedalam rumah. Di ruang tengah, ku lihat Hoya oppa yang sedang minum, langsung tersedak. Dengan panik ia menghampiri kami. “Why? What happen?? Gi Hae kenapa??” tanya nya.
“Oppa, bisa kau tidurkan Gi Hae di kamarnya?” tanya ku, pelan. Aku tidak ingin gadis ini terbangun. Tanpa menjawab, Hoya oppa langsung menggendong nya. Aku menghadap ke arah Myung Soo oppa, dan kami berdua keluar dari rumah.

“Terimakasih, ya, oppa, sudah mau menemani Gi Hae. Maaf dia selalu merepotkan, oppa...” ujarku, sambil mengantarnya kembali ke mobil.
“It's okay, Cheon Sa-ya.” Senyum Myung Soo oppa. Ia terlihat tulus, tapi aku bisa melihat ia begitu kelelahan sebenarnya. Jam segini, biasanya ia sudah tidur di rumahnya, setelah pulang kerja. “Jangan salahkan Gi Hae, dia sedang banyak pikiran.” Lanjut Myung Soo oppa.
“Iya... kau pulanglah, oppa. Istirahat.” Senyum ku. dia balas tersenyum. Dan sebelum ia masuk ke dalam mobil, ia menarik dagu ku dan mencium bibir ku lembut.
“Nite.” Ujarnya, aku hanya mengangguk. Ia masuk kedalam mobil, dan pergi setelah aku masuk kembali kedalam rumah.

Aku langsung menuju ke lantai atas, dan berdiri di depan pintu kamar yang terbuka. Ku lihat Hoya oppa berdiri disamping kasur single, ditengah ruangan kamar yang sederhana ini. Aku melangkah masuk ke dalam, dan tersenyum kepada Hoya oppa.

“Ganti baju oppa. Baru setelah itu kau tidur. Besok kau masih kerja juga, kan?” suruhku. Hoya oppa tidak mengatakan apa-apa, ia hanya terus memandangi gadis yang tertidur dengan tenang itu. “Gi Hae tidak apa-apa, kok. Sudahlah, biarkan dia istirahat juga. Ya?” akhirnya Hoya oppa mengangguk.
“Kau juga istirahat, sis.” Hoya oppa mengelus kepala ku pelan, baru setelah itu ia melangkah keluar kamar.

Pandangan ku kembali kearah gadis tadi. Lee Gi Hae, sepupu ku. sepupu ku yang sebenarnya ku temui hampir tiap 2 minggu sekali. Tidak. Ia bukan perempuan yang suka mabuk-mabukan. Tapi aku tidak mengerti, apakah ia akan melakukan hal yang sama tahun depan, ditanggal yang sama dengan hari ini? Tahun kemarin ia sudah melakukan hal ini, dan kali ini ia melakukan sekali lagi.

“Beruntunglah kau, Myung Soo oppa mau menemani mu.” Gumam ku, entah kenapa siapa. Sebenarnya, aku ini jahat. Disaat sepupu ku sedang mengalami hari beratnya, sampai ia mabuk-mabukan, aku justru mengenang masa menyenangkan, satu tahun yang lalu.

Ya... satu tahun yang lalu, adalah pertama kali nya aku bertemu dengan Myung Soo oppa. Semua berkat Gi Hae. Myung Soo oppa adalah rekan kerja Gi Hae. Mereka sangat dekat, sampai-sampai Myung Soo oppa mau menemani Gi Hae ke club. Kalau saja waktu itu Hoya oppa tidak kerja, mungkin aku tidak akan bertemu dengan Myung Soo oppa. Sepertinya aku harus berterimakasih pada Hoya oppa juga.

Hoya oppa adalah kakak laki-laki ku. Kakak ku satu-satunya. Kami hanya tinggal berdua, atau kadang Gi Hae menginap disini. Kedua orangtua kami adalah workaholic. Tapi jangan salah sangka, kehidupan kami tak seperti kebanyakan drama-drama. Kami ini keluarga harmonis, sekalipun aku jarang bertemu dengan kedua orang tuaku. Selain itu, Hoya oppa dan aku sangat akrab. Dia selalu melindungi ku. Kakak kebanggaan ku.

Aku kembali memandangi Gi Hae... aku tersenyum, berharap senyuman ku sampai ke dalam mimpinya. “Kau kuat, Gi Hae-ya. Kau bukan perempuan lemah. Semangatlah.”

~@~@~@~@~

Mabuk-mabukkan lagi? Sampai tidak sadar begitu? Gi Hae... kenapa kau menyiksa dirimu sendiri seperti itu? Apa yang kau pikirkan saat ini?

Kalau kau bersama ku, aku akan selalu membuatmu bahagia. Tak akan kubiarkan hidup mu jadi seperti sekarang. Aku akan membuatmu selalu senang... aku akan terus mencintai mu...

... ...Sebentar lagi, kok, Gi Hae sayang... tunggu sebentar lagi...

Kita akan bersama sebentar lagi...

Aku sedang membuat ‘paradise’ untuk mu, kau pasti suka. Tunggu sebentar lagi, ya, sayang...

~@~@~@~@~

*Gi Hae pov*

Pusing. Kepala ku rasanya pusing sekali. Seluruh badan ku berat. Aku tak bisa memerintah satu organ pun dari tubuhku sendiri. Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah menyambut cahaya masuk kedalam mataku. Dan berpikir, dimana aku sekarang? Apa yang terjadi?

Beberapa detik kemudian, aku sadar aku berada dalam kamar ku sendiri, yang ada di rumah sepupu ku. aku juga ingat semalam aku mabuk-mabukan. Sepertinya Cheon Sa yang menjemput ku, ya? Jelas Myung Soo oppa yang memberitahukannya. Lagi-lagi aku merepotkan mereka berdua. Aku harus berterimakasih, terutama pada Myung Soo oppa. Pria itu sampai mau tidak mau ikut denganku.

Aku bangun dari tidurku, akhirnya aku bisa menggunakan tubuhku sendiri. Aku butuh minum. Aku pun turun dari kasur, turun ke lantai bawah, dan menuju dapur. Rumah ini selalu sepi seperti biasanya. Hoya oppa dan Cheon Sa, mereka berdua sama-sama kerja sih. Tapi masa mereka berdua mau mengikuti jejak orangtua mereka?

Aku sih tidak mau mengikuti jejak orang tua ku. appa hanya berkerja membantu temannya di toko daging. Sementara eomma hanya jadi ibu rumah tangga. Aku kan punya cita-cita berkarir. Dari dulu aku selalu suka melihat wanita sibuk. Tapi sampai saat ini aku ragu... kalau appa dan eomma masih ada, apakah mereka bangga dengan diriku saat ini?

Dari dulu, aku selalu membayangkan akan jadi orang sukses, dan melihat mereka berdua tersenyum. Apakah sekarang mereka tersenyum? Haha... aku tak pernah tahu. Tak akan pernah tahu. Sama seperti, apa yang terjadi saat itu? Siapa yang tega merenggut mereka dari kehidupan ku? dan mengapa? Sampai saat ini... itu hanya pertanyaan tak terjawab.

4 tahun yang lalu, malam itu, aku kehilangan keluarga ku. aku kehilangan mereka dengan cara yang menggenaskan. Kejam. Aku sampai tidak tahu bagaimana perasaan ku saat itu. Polisi datang, memeriksa semuanya. Tapi mereka tak menemukan keanehan apa pun. Tak ada juga barang yang dirampok. Semua seperti biasanya, kecuali tubuh lemas yang dilumuri darah itu...

Pembunuh itu, entah apa yang ia pikirkan. Yang ku tahu hanya satu, dia sangat hebat. Polisi pun tak bisa melacaknya. Atau sekedar menemukan sidik jari nya. Dia melakukannya dengan bersih. Seakan... memang sudah seharusnya appa dan eomma malam itu mati.

Tiba-tiba aku tersadarkan dari lamunan ku. tenggorokan ku seakan menjerit. Dia benar-benar butuh air saat ini. Aku mengambil minum, sambil memerhatikan ke sekeliling. Sepertinya ada yang kulupakan... apa ya? Setelah selesai minum, aku pun mandi, dan pergi meninggalkan rumah itu. Tentu saja setelah aku menulis pesan untuk Hoya oppa dan Cheon Sa.

~@~@~@~@~

Sung Yeol oppa! Aku baru ingat hari ini aku janjian bertemu dengan Sung Yeol oppa! Astaga! Sekarang sudah malam, padahal aku janji makan siang dengannya. Pasti dia marah! Aku langsung bangun dari duduk ku. ku matikan TV, dan langsung berganti baju. Ku ambil jaket, dan bersiap untuk pergi. Saat aku membuka pintu, saat itu juga aku tertegun. Seorang pria berdiri tepat di depan pintu rumahku. Kami berdua sama-sama kaget.

“Gi Hae-yaa! Aku baru saja mau menekan bel.” Ujar pria itu, masih tercengang kaget. Menyadari siapa yang berdiri di depan ku, sekali lagi aku kaget. Tapi... bukan kaget seperti tadi. Kali ini, jantungku yang membuat ku kaget, karena tiba-tiba dia berdebar kencang.
“... Woo Hyun oppa...” gumam ku.
“Aku tidak melihat mu tadi saat makan siang. Aku hanya bertemu dengan Myung Soo. Dan... pria itu menceritakan tentang semalam.” Cerita Woo Hyun oppa. “... Kau... baik-baik saja?” tanya nya, dengan nada yang lembut. Nada yang seperti biasanya. Nada yang sukses membuatku berdebar.
“I'm fine, oppa. Thanks.” jawabku, berusaha untuk biasa saja.
“Really?” tanya nya meyakinkan. Aku mengangguk sebagai jawaban, dan untuk beberapa saat ia hanya menatap ku, baru tersenyum. “Baguslah. Eng... kau sudah makan malam?” tanya nya lagi.
“Sudah. Baru saja. Ah, oppa, maaf, aku harus buru-buru.” Aku teringat akan Sung Yeol oppa. “Aku harus segera pulang.” Ujarku.
“Pulang?” Woo Hyun oppa tampak bingung.
“Ah, maksud ku pulang kerumah. Bukan apartement ini.” Jelasku. Iya... aku tinggal di apartement, untuk beberapa alasan, sekalipun sebenarnya aku bosan kalau tinggal sendiri.
“Oh.” Woo Hyun oppa mengerti. “Biar kuantar, ya?” tawarnya. Aku menatapnya, dan aku tahu sepertinya aku tidak bisa menolak nya. Akhirnya aku tersenyum dan mengangguk. Aku memang tidak pernah bisa menolak Woo Hyun oppa.

Woo Hyun oppa ini adalah senior ku saat aku masih SMA dulu. Waktu itu kami hanya sekedar saling tahu. Dan tak kusangka, kami bertemu lagi di kantor. Ya... aku dan dia satu kantor sekarang. Kalau aku bagian design, dia bagian personalia. Sudah di jabatan tertinggi lagi. Dia termasuk orang kepercayaan direktur kantor ku. namja yang hebat, kan?

Kami jarang bertemu sebenarnya. Hanya bertemu saat jam makan siang, itu juga kalau beruntung. Tapi biar begitu, hubungan kami saat ini sangatlah dekat. Kalau kata Myung Soo oppa, tinggal tunggu waktu sampai Woo Hyun oppa menyatakan cinta padaku. Aku anggap itu sebagai doa. Aku tidak mau berharap terlalu tinggi dulu. Karena aku tidak ingin jatuh di lubang terdalam.

*Cheon Sa pov*

“Cheon Sa-ya, ayo pulang.” Aku mendengak dan menemukan seorang pria berdiri di depan meja kerja ku. Sung Jong, pria teramah di kantor ini kurasa. Aku sangat dekat dengan nya.
“Wait.” Jawabku. Dia memainkan hiasan yang ada di meja ku, sambil menunggu aku memberesi bawaan ku. Sung Jong sangat baik sebenarnya, dia mau-mau saja mengantar aku pulang hampir tiap malamnya.

Biar sebenarnya Myung Soo oppa kurang suka dengannya. Tapi Myung Soo oppa juga tidak ingin aku pulang sendirian, apalagi kalau mengingat aku selalu pulang larut malam. Dan Myung Soo oppa juga sudah terlalu lelah untuk harus pergi ke kantor ku dulu, mengantar ku pulang, baru dia pulang kerumahnya. Tidak. Aku tidak mau sampai Myung Soo oppa kelelahan.

Sudah beberapa kali aku berpikir akan pindah ke kantor yang sama dengan Myung Soo oppa saja. Tapi Gi Hae melarang ku, selain karena kantor nya jadi lebih jauh lagi dari rumah ku, juga karena sebenarnya aku sudah mendapatkan jabatan yang sangat enak di sini.

Aku kerja sebagai sekretaris pribadi direktur perusahaan ini. Dan Gi Hae bilang dia akan menendang ku kalau sampai aku melepaskan jabatan itu, mengingat dia hanya berkerja di bagian design perusahaan. Selain itu juga... sepertinya aku tidak bisa meninggalkan direktur begitu saja.

“Cheon Sa, kau sudah mau pulang?” aku menoleh—begitu juga dengan Sung Jong—ketika seseorang keluar dari ruangan yang ada di sebelah meja kerja ku. direktur Kim.
“Ne, direktur.” Aku tersenyum kearahnya. Sung Jong sempat menunduk sekilas kearah direktur, sementara direktur memerhatikan Sung Jong dengan lekat.
“Pulang bersama seperti biasanya?” tanya direktur.
“Iya, aku selalu merepotkan Sung Jong.” Tawa ku, diikuti dengan tawa kaku Sung Jong. Entahlah... tiba-tiba suasana menjadi agak canggung.
"Well. Hati-hati kalau begitu. Kau juga Lee Sung Jong.” Direktur pun langsung melangkah pergi.
“Hati-hati dijalan, direktur.” Ujar ku, tepat sebelum pria itu benar-benar menghilang.
“Dingin banget, Kim Sung Gyu itu.” Gumam Sung Jong, yang masih memerhatikan tempat direktur menghilang.
“Tidak sedingin yang kau kira, kok. Dia sebenarnya baik. Dia selalu menolongku.” Jawabku, akhirnya selesai beres-beres.
“Itu karena dia menyukai mu, Cheon Sa-ya.” Ujar Sung Jong, saat kami berdua juga melangkah pergi dari ruang kerja ku.
“Ngaco.” Jawabku. “Oh iya, nanti bisa mampir ke minimarket dulu tidak, sebentar?” tanyaku pada Sung Jong. “Malam ini aku mau masak makanan kesukaan Gi Hae.”
“Loh? Memangnya dia kenapa?” tanya Sung Jong.
“Semalam dia pulang kerumah ku. dia baru saja melewati hari berat nya. Jadi aku berniat untuk menyemangatinya. Kau nanti ikut makan malam bersama kami juga, ya?” ajak ku.
“Me??” agak kaget Sung Jong.
“Iya. Hiburlah Gi Hae. Bagaimana pun dia sahabat kecil mu, kan? Melihat mu dia pasti senang.” Ujarku.
“Hem... yasudah.” Senyum Sung Jong. Aku pun ikut tersenyum. Sung Jong disini memang teman masa kecil Gi Hae. Mereka berdua, tumbuh bersama. Bisa jadi, Sung Jong lebih mengerti Gi Hae dibandingkan diriku sendiri.

*Gi Hae pov*

Aku turun dari mobil Woo Hyun oppa. Kami sudah sampai di depan rumah ku. rumah ku yang dulu. Rumah yang selalu membuatku membeku untuk beberapa saat. Tapi setelah itu, aku seperti merasakan kehangatan dari nya. Seakan appa dan eomma selalu menyambutku. “Home sweet home.” Ujarku.
“Apa perlu aku ikut masuk? Biar kakak mu tidak salah paham?” tawar Woo Hyun oppa. Sepanjang perjalanan, aku cerita padanya tentang janji ku dengan Sung Yeol oppa.
“Tidak perlu, oppa. Tapi... lebih baik kau masuk dulu. Sejak tadi aku tidak menyambut mu.” Tawaku, mengingat tadi aku tidak mempersilahkan dia masuk, dan dia sudah repot-repot mengantar ku. tidak sopan kan kalau langsung ku suruh pulang.

Akhirnya kami berdua masuk kedalam rumah. Sepi. Aku melihat ke seluruh ruangan, dan tidak menemukan Sung Yeol oppa dimana pun. “Sepertinya Sung Yeol oppa tidak dirumah.” Beritahu ku pada Woo Hyun oppa yang juga sedang memandang ke sekitar. “Mau minum apa, oppa?” tanya ku pada Woo Hyun oppa.
“Air biasa saja, Gi Hae-ya. Tak perlu repot-repot.” Jawabnya, “Aku ke kamar mandi mu sebentar, ya.” Ujarnya. Woo Hyun oppa memang sudah beberapa kali ke sini. Dia juga sering mengobrol dengan Sung Yeol oppa. Jadi dia sudah tidak asing lagi dengan rumah ku.

Saat sedang di dapur, kudengar suara pintu depan terbuka. Aku pun ke depan, dan melihat Sung Yeol oppa datang, digotong oleh temannya, Dong Woo oppa. Teman dekat Sung Yeol oppa. Aku langsung menghampiri dengan khawatir. “Oppa? What happen? Dong Woo oppa, Sung Yeol oppa kenapa??” tanyaku. Ku bantu Dong Woo oppa menidurkan Sung Yeol oppa di sofa.

Aku mencium bau alkohol dari tubuh Sung Yeol oppa. Dia mabuk. “Dong Woo oppa, apa yang terj—oppa?” aku memerhatikan Dong Woo oppa yang juga langsung terduduk di sofa. Aku juga mencium bau alkohol darinya. Mereka berdua habis mabuk-mabukan. Aku menghela napas. Dan aku benar-benar menyesal sudah melupakan janji ku dengan Sung Yeol oppa. Kalau saja aku menepatinya, mungkin sekarang ia tak harus mabuk-mabukan.

Karena aku tahu, Sung Yeol oppa juga pasti baru saja melewati hari beratnya. Karena dia kakak ku. berarti dia juga merasakan hal yang sama, seperti yang kurasakan saat ini. Terimakasih untuk kejadian 4 tahun yang lalu. Karena itu, kami berdua sekarang jadi seperti ini tiap tahunnya.

Aku membalik badan ku, berniat untuk mengambilkan minum. Sampai tiba-tiba seseorang mendorong tubuh ku, dan aku jatuh ke lantai. ...Dong Woo oppa menindih ku. “Op-oppa?” kaget ku. Pria itu menahan kedua tangan ku, ia tersenyum kearahku.
“Kau selalu tampak manis, Gi Hae-ya...” bisiknya, membuat aku merinding.
“Oppa lep-mmmhh...” aku memberontak, tiba-tiba saja Dong Woo oppa mencium bibir ku kasar. Dia terlalu kuat. Aku tidak bisa mendorong ia menjauh. Dan bau alkohol nya, semakin tercium saja. Sampai-sampai kupikir aku bisa jadi mabuk juga mungkin. Dong Woo oppa memaksa untuk masuk kedalam mulut ku, tapi aku terus mengatupkan bibir ku. tidak. Ini tidak benar! Sung Yeol oppa! Tolong! Aku ingin berteriak tapi tak bisa, karena Dong Woo oppa terus membungkam ku dengan ciumannya.

“HEY! STAY AWAY FROM HER!” tiba-tiba seseorang menarik kasar Dong Woo oppa. Aku langsung bangun dan memeluk tubuhku. Aku baru sadar, aku bergetar. Untuk beberapa saat, aku tak bisa berpikir. Nyaris... nyaris... saja. Sampai aku tersadarkan, dan melihat Woo Hyun oppa memukul keras Dong Woo oppa. Sampai pria itu tidak bergerak lagi. Mungkin pengaruh alkohol juga, ditambah pukulan keras dari Woo Hyun oppa.

Woo Hyun oppa langsung menoleh kearah ku, dan menghampiri ku. “Are you okay?” tanya nya. Dapat ku lihat wajahnya cemas. Aku tak bisa bersuara, hanya terus memeluk tubuhku yang bergetar. Baru kali ini... baru kali ini aku merasakan ketakutan luar biasa. Kurasakan Woo Hyun oppa mengelus bibir ku lembut. Perih. Aku merasa sangat perih disana. “Brengsek... kau sampai berdarah begini...” Wajah Woo Hyun oppa benar-benar menunjukkan kemarahan.

“It’s okay... I’m here...” Woo Hyun oppa memelukku. Memberikan aku kehangatan tubuhnya. Dan aku tahu. Aku tertolong karenanya,... juga semakin mencintai dirinya.

*Cheon Sa pov*

Ternyata Gi Hae sudah pulang, dia hanya meninggalkan note dan memberitahu dia sudah tidak apa-apa. Aku memandang kearah belanjaan ku. untuk apa aku belanja, coba... bahkan saat ini Hoya oppa juga belum pulang. Dan Sung Jong langsung pulang mengetahui hanya kami berdua di dalam rumah.

Aku pun masuk ke dalam kemarku. Dan mengistirahatkan tubuh ku. lelahnya... ku ambil ponsel ku, dan lihat ada pesan dari Myung Soo oppa. Seperti biasanya, aku selalu tersenyum sekalipun hanya melihat nama nya. Ku baca pesannya, dan aku tahu dia sudah dijalan pulang. Aku langsung membalas pesannya, hati-hati oppa. Aku baru saja sampai. Dan ternyata aku seorang diri. Adu ku.

Semenjak bersama Myung Soo oppa, hidup ku semakin lengkap. Aku tak pernah merasakan kebahagiaan seperti ini sebelumnya. Aku sangat mencintai Myung Soo oppa. Dan kuharap untuk selama nya seperti ini. Egois dan terlalu bermimpi sebenarnya. Tapi apa salahnya berdoa, kan?

Aku tak mendapatkan balasan lagi dari Myung Soo oppa. Mungkin pria itu tengah berkonsentrasi. Haaa... lebih baik aku tidur saja.

~@~@~@~@~

*Gi Hae pov*

“Sudahlah oppa...” aku menarik tangan Sung Yeol oppa, berusaha membujuk namja itu. Tapi pria itu menoleh dan menatap ku tajam. Tatapan yang menyeramkan, yang tak pernah berani ku lihat.
“APA NYA YANG SUDAHLAH?!” bentaknya. “DIA SUDAH BERANI-BERANINYA MELUKAI MU, GI HAE! Pria itu... pria itu harus dapat pelajaran! Lepaskan aku, Gi Hae!” mendengarnya, aku justru memeluk tubuhnya. Dan saat itu ia berhenti. Aku tak dapat lagi membendung air mata ku. aku selalu ingin menangis kalau sudah melihat Sung Yeol oppa lepas kendali begini.
“Please oppa... aku tak mau oppa bertengkar... aku tak mau oppa terluka...” gumam ku, sambil terisak. Lama Sung Yeol oppa hanya terdiam, sampai akhirnya ia balas memelukku. Ia mengusap-usap kepala ku lembut, memberitahukan aku kalau dia sudah kembali.
“... Kau ketakutan, ya, semalam?” tanya Sung Yeol oppa pelan. “I'm sorry... sorry oppa, ... malah tidak berguna...”
“It's okay, oppa.” Jawabku.

Sung Yeol oppa, adalah pria temperamen. Pria yang menyeramkan kalau sudah marah. Dan aku selalu takut. Takut kalau ia berbuat sesuatu, atau takut aku akan kehilangan dirinya lagi. Dari dulu, ia selalu bertengkar dengan appa, sampai-sampai ia pergi dari rumah dan tak kembali lagi. Bahkan... ia masih bertengkar dengan appa, terakhir kali appa ada. Sehari sebelum pembunuhan itu, Sung Yeol oppa pulang kerumah. Kupikir saat itu akhirnya kami bisa bersama-sama lagi, tapi ternyata... mereka bertengkar. Bahkan lebih hebat daripada sebelumnya.

Eomma sampai menangis. Tapi tak ada satupun yang mau mengalah, baik appa atau Sung Yeol oppa. Keduanya sama-sama keras. Seperti kata orang-orang, like father, like son. Tapi aku sangat sayang padanya. Sebagai seorang kakak, dia berhasil. Karena itu aku tak mau kehilangan dirinya lagi. Sekalipun sebenarnya... aku dan dia bukan kakak-beradik kandung. Tapi Sung Yeol oppa merawatku seperti kami sedarah.

Aku... aku besar di panti asuhan sebenarnya. Park Gi Hae, adalah nama asliku, katanya sih. Aku tak pernah tahu tentang keluarga kandungku. Bibi dipanti asuhan bilang, aku ditemukan sendirian sambil menangis di pinggir jalan. Mungkin aku hilang. Sampai aku cukup besar, umur 11 tahun, appa dan eomma, keluarga Lee ini, mengangkat ku sebagai anak mereka.

Sung Yeol oppa lah yang melihat ku pertama kali—saat itu aku sedang bermain dengan teman-teman ku—lelaki itu menghampiri ku. dan Sung Yeol oppa mengajak ku bermain, mengajari ku bermain basket saat itu. Selanjutnya, aku resmi menjadi adik nya, menjadi salah satu anak dari keluarga Lee. Tidak ada lagi Park Gi Hae, yang ada sekarang adalah Lee Gi Hae.

“Aku harus berterimakasih pada Woo Hyun.” Ujar Sung Yeol oppa, ketika aku berhenti menangis. “Untung ada dia, kalau tidak... entahlah. Bagus pria itu mengusir Dong Woo jauh-jauh. Dong Woo memang sialan...”
“Sudahlah, oppa.” Ujarku. “Makan siang?” tawarku. Untuk beberapa saat Sung Yeol oppa terdiam, baru setelah itu ia menyengir.
“Diluar saja. Oppa traktir.”

~@~@~@~@~

Aku meneguk habis minum ku. ku pandangi bulan malam ini. Lebih indah dari biasanya. Aku mengalihkan pandangan ku dari jendela, dan kutaruh gelas kaca ku diatas meja. Aku melangkah menuju pintu, yang mengarah ke bawah tanah. Ku nyalakan lampu, dan terlihat lah ruangan persegi yang sederhana, sekarang menyambutku.

“YAK!! LEPASKAN AKU! APA MAU MU, HEY!” ku dengar sebuah teriakan, mengganggu saja. Aku melirik kearahnya sebentar. Besar mulut saja, tidak sadar kalau dirinya sudah tak berdaya. Terikat di kursi, di tengah ruangan. Aku mendekat kearah meja yang ada di dalam ruangan itu.
“Hey... kau suka nya apa?” tanya ku. “Benda tajam, atau pistol?”
“...A-apa?! Orang gila! Lepaskan aku sekarang juga!!” teriak dia sekali lagi.
“Ditanya juga...” aku menghela napas. “Hey, kau lebih suka pelan-pelan, atau langsung?” tanya ku sekali lagi. Dia tak menjawab kali ini, tapi berusaha melepaskan ikatan tangannya. “Dasar sombong... aku kan sudah bertanya baik-baik.” Aku mengangkat bahu ku.

Akhirnya ku ambil pistol, lalu ku ambil satu peluru. Kalau untuk dia, satu saja sudah cukup. Baru setelah itu ku hampiri dirinya, yang langsung menatap ku tajam. “Kau! Lepaskan aku!!” bentaknya. Ku raba bibir nya dengan jari-jari ku. ku tatap dirinya, dan aku tersenyum.
“Bagaimana rasa bibir nya? Manis?” tanya ku. kurasa dia tidak mengerti maksudku, karena dia hanya diam memandang ku. “Aku iri. Aku saja belum pernah mencoba mencium nya.”
“A-apa sih maksud mu?”
“Gi Hae manis, ya? Pasti bibir nya juga... manis...” ku tangkup wajah nya dengan tangan ku, lalu ku masukkan pistol ke dalam mulutnya. Dia mengeram, tak bisa bicara karena terbungkam oleh pistol, dan tangan ku mengunci dagunya.

“Ini hukuman karena kau berani-berani nya merebut ciuman pertama Gi Hae, yang sudah kujaga sejak lama itu...”

“Bye, fella~” cengir ku, sambil menarik pelatuk pistol, dan DOR! HAHAAHAHA!

Haaa... aku menjauh dari pria tak bernyawa ini. Darah nya kemana-mana, sial, masa aku harus mandi lagi? Aku pun menaruh pistol ku kembali, dan naik keatas, membiarkan mayat tak berguna itu begitu saja. Seperti nya semakin bahaya... keamanan Gi Hae semakin terancam. Aku harus cepat-cepat membuat ‘paradise’, agar bisa cepat juga Gi Hae terlindungi...

To be continue

Tidak ada komentar:

Posting Komentar