Author : Gi Hae
Rate : Romance
Cast : Just read the rest of FF ^^ (apa sih gue sok misterius)
Disclaimer : every cast in this story was claimer by theirself. I’m not claimed them by mine.
Summary : I love him, but i’m too fool that didn’t say my feeling ... to him.
~@~@~@~@~
Kalau saja, ... aku lebih bersabar...
Tapi memangnya mau sampai kapan aku menunggunya?
True, this is a love story.
But my story, was different.
~@~@~@~@~
Dia berdiri disana, tersenyum seperti biasanya. Senyuman yang mampu membuatku melupakan segalanya. Senyuman yang berhasil membuatku ikut tersenyum. Senyuman yang selalu ku rindukan saat aku tak melihatnya.
Sedangkan aku disini, hanya bisa menatap dirinya. Hanya bisa memandangi nya dari jauh. Hanya bisa menyimpan perasaan ku rapat-rapat. Hanya bisa... ... terdiam.
Menyedihkan? Sangat. Aku memang sangat menyedihkan.
Disaat yang lainnya bisa dengan santai bersenda gurau dengan nya, aku justru menjauh kan diriku dari nya, dan lebih memilih memperhatikannya dari jauh. Disaat yang lainnya memanggil namanya keras, aku justru terdiam, dan hanya bisa berteriak dalam hati.
Aku juga ingin seperti yang lainnya. Bisa dekat dengannya. Bercanda dengannya. Mengobrol dengannya. Tapi... ... tak bisa. Aku selalu membeku saat melihatnya. Tak bisa berbuat apa-apa.
Mencintainya? Sangat. Aku sangat mencintainya. Aku sadar perasaan ku bukan hanya sekedar mengagumi nya. Aku mencintainya. Dan aku ingin mengatakannya, tapi lagi-lagi... aku tak mampu. Aku ini memang lemah.
Tapi bukankah ini lebih baik? Diam seperti ini jauh lebih baik daripada mengganggu hidupnya kan?
Dia tak mencintai ku. Bahkan mungkin dia tak sadar kalau aku ada. Kalau ia sampai tahu perasaan ku yang sebenarnya terhadap nya, aku yakin ia akan menjadi tidak enak pada ku. Karena dia tidak memiliki perasaan apa-apa terhadap ku. Dan itu semua berubah menjadi merepotkan.
Perasaan ku ini bisa mengganggu harinya...
Karena itu aku lebih memilih diam. Ini saja sudah cukup, kok. Asal aku bisa terus melihatnya tersenyum. Asal aku bisa melihatnya terus tertawa. Bagaimana dengan diriku? Kebahagiaan nya adalah kebahagiaan ku. Jadi aku akan baik-baik saja...
“Ra Young-ah, apa sih yang kau lamunkan daritadi?” seseorang menepuk pundak ku. Aku menoleh dan melihat seorang namja tengah tersenyum kearah ku. Aku pun balas tersenyum kepadanya.
“Menurut mu, aku pilih apa ya?” tanya ku padanya sambil menunjukkan kertas yang ada di tangan ku. Dia mengintip lewat celah bahu ku.
“Ha... aku saja tidak tahu aku mau melanjutkan kemana.” Ujarnya sambil menghela napas.
“... Aku juga...” jawab ku. Aku memperhatikan kertas yang masih berada di tangan ku. ‘Universitas tujuan mu’, itu lah yang menjadi judul dari bacaan yang tertera di kertas tersebut.
Ini adalah tahun ketiga ku di SMA. Ya... tinggal beberapa bulan lagi bahkan aku akan pergi meninggalkan sekolah ini. Masa sekolah ku sudah akan berakhir. Tapi sampai saat ini aku masih tidak tahu harus kemana aku akan melanjutkan semuanya.
Aku kembali memandang ke depan, namja itu masih ada. Masih tertawa bersama teman-temannya. Kira-kira dia akan melanjutkan kemana ya? Apakah aku bisa melihatnya lagi setelah ini?
Tiba-tiba saja namja itu menoleh kearah ku. Omo! Aku langsung membuang wajah ku, mengarahkan nya kearah lain. Aish, jeongmal... sakit sekali dada ku. Rasanya jantung ku sudah ingin keluar tadi. Itu benar-benar membuatku shock. Padahal hanya karena mata kami bertemu selama 3 detik. Ah.. bahkan mungkin kurang dari 3 detik.
“Kenapa kau?” tanya namja di sebelah ku ini.
“Gwenchana...” jawab ku sambil memegangi dadaku yang masih berdebar saking kagetnya.
“Hey, AJ... temani aku ke kantin, yuk.” Ujarku akhirnya.
~@~@~@~@~
Aku membuka pintu ku perlahan. Sepi. Yah... memang selalu seperti ini sih. Ku raba tembok dan kutemukan kontak lampu, dengan segera ku nyalakan, dan terlihat lah seluruh ruangan. Aku masuk dengan lunglai ke dalam rumah. Ah, maksud ku kos-an ku. Ini bukan rumah ku.
Aku tinggal sendirian, sementara kedua orangtua ku ada di Jepang. Ayah ku, atau biasanya ku panggil Otou-san adalah orang Jepang asli, ia bekerja disana. Sementara eomma menemani nya disana.
Meoong...
Ku lirik kebawah, dimana kurasakan sesuatu yang lembut meraba pergelangan kaki ku. Ku lihat seekor kucing berwarna putih sedang asyiknya mengelus-eluskan kepalanya sendiri disana. Aku berjongkok dan ku elus kepalanya lembut.
“Aku pulang, Keroro-chan.” Senyum ku. Sedangkan yang kusapa mendengkur nikmat.
“Hari ini lagi-lagi aku belum bisa berterimakasih padanya. Jangankan mengucapkan terimakasih, menyapanya saja tidak bisa. Ah... jangankan menyapanya, bertemu tatap saja sudah membuat jantung ku ingin keluar. Aku bodoh ya?” ujar ku pada Keroro-chan, kucing ku. Sekarang dia duduk di depan ku, seakan benar-benar mendengarkan kisah ku.
“Padahal kejadian itu sudah hampir 2 tahun ya? Hahaha... tapi aku masih belum bisa mengucapkan terimakasih padanya.” Lanjutku.
“Kalau dia melihat mu sudah sebesar ini, apa reaksinya ya?” ku elus kembali kepala Keroro-chan. Tapi kali ini Keroro-chan hanya diam saja, menatap ku tajam. Entah, aku sendiri juga tidak tahu, tapi aku merasa kalau dia mengerti apa yang ku bicarakan, dan aku sadar saat ini ia marah padaku. Kalau dia bisa bicara, mungkin ia sudah mengatakan aku bodoh.
“Makan?” cengirku, membujuknya. Tapi ternyata berhasil, ia pun langsung melengos pergi ke tempat makanan nya. Ya... kucing ku ini memang pintar. Dan rakus.
-flashback 2 years ago-
“Aduuuh, hujannya deras sekali...” keluh ku sambil berlarian menuju kos-an. Hari ini aku tidak bawa payung. Dan hujan turun dipertengahan jalan pulang. Aku terpaksa lari-larian, deh. Walau sebenarnya percuma juga, aku sudah basah kuyup.
Saat melewati jembatan, ku dengar sesuatu yang berhasil membuatku berhenti dan melupakan hujan yang turun deras. Ku dengar suara seekor kucing menangis, ah tidak, meminta tolong? Ah tidak tahu... yang jelas aku ingin menolongnya. Tapi dimana?
Aku mencari-cari ke sumber suara, dan menemukan seekor kucing di pinggir sungai. Cakar kecilnya mencengkeram kuat rerumputan, sedangkan setengah badannya sudah tercebur. Tanpa pikir apa-apa lagi, aku langsung turun ke bawah.
Tapi tinggal dikit lagi aku berhasil mendapatkannya, cengkraman kucing itu terlepas, ia pun terbawa air. Aku yang sudah mau nekat mencebur, terhenti saat ku dengar seseorang berteriak.
“PPABO! APA YANG MAU KAU LAKUKAN?!” aku mendengak, dan melihat seorang namja tinggi berdiri di jembatan. Tanpa menunggu jawaban ku. Ia langsung turun dan menghampiri ku.
“Kucing! Aku ingin menyelamatnya kucing itu!” jawabku teriak saat dia sudah sampai di depan ku, berusaha melawan suara derasnya hujan, sambil menunjuk kearah sungai. Namja itu mengikuti arah tunjukku.
“Arasseo!” jawabnya berteriak juga. Ia melepaskan tas nya dan mengarahkannya padaku, aku pun dengan segera mengambil nya. Tapi memangnya dia mau apa?
Ternyata namja itu langsung masuk ke dalam sungai. Aku terdiam melihatnya. Berani sekali dia... sedang hujan seperti ini masuk ke dalam sungai. Tidak takut terbawa arus sungai? Tapi kalau di perhatikan... kelihatannya sih tidak. Lagipula dia tinggi sekali, jadi dia tidak akan tenggelam. Ngomong-ngomong... apa kabar ku kalau tadi aku nekat masuk ke dalam sungai?...
“Selamat!” cengirnya saat ia berhasil menyelamatkan kucing itu. Aku tersenyum. Ia mengarahkan kucing itu kearah ku, sedangkan aku mengarahkan tas nya padanya. Saat kucing sudah dalam pelukan ku, baru kusadari kalau kucing ini terlalu kecil. Kasihan...
“Kau mau apakan kucing itu?” tanya nya.
“... Mungkin ku bawa pulang.” Jawabku. Aku mengambil tas ku sendiri yang tadi sempat terjatuh.
“Kau baik sekali ya, tadi kau nyaris merelakan diri mu sendiri demi menyelamat kan kucing. Yeoja yang baik. Aku suka yeoja seperti mu.” Senyumnya. Aku menatapnya, dan terdiam. “Ah, aku duluan ya. Aku lupa hari ini aku ada les. Jaga kucing itu baik-baik, aku sudah susah payah menyelamatkan nya tuh. Annyeonghaseo.” Ia pun pergi dari hadapan ku.
Kenapa aku? Kenapa aku justru terdiam begini? Kenapa aku tidak bisa bicara apa-apa?
Apa... apa aku terpesona karena senyumannya?
Esok hari nya, mungkin memang takdir ingin mempertemukan kami berdua,...... aku bertemu lagi dengan dirinya. Si namja tinggi penyelamat kucing itu. Dia sedang berjalan melewati koridor bersama teman-teman nya. Aku yang baru saja mau keluar kelas jadi terhenti saat dia lewat di depan ku.
Kami satu sekolah? Aku tidak pernah melihatnya... dia kelas berapa ya? Apa seangkatan? Loh? Salah satu dari teman yang sedang bersama nya itu teman sekelas ku. Jadi... dia juga kelas 1? ... ....... kira-kira siapa namanya? ... aku belum mengucapkan terimakasih...
Tapi bukannya bergerak untuk menghampirinya, aku justru terdiam. Berdiri memandangi nya yang semakin lama semakin jauh. Hanya bisa menatapi punggungnya. Senyumannya... tawanya... ... itu membuat dia tampak... tampan. Hei... apa aku menyukainya???
“Hey Keroro!!” teriak seseorang. Ku lihat seorang namja berlari kearahnya, sedangkan namja tinggi itu menoleh kebelakang dengan raut wajah datar.
“Kau panggil aku apa?!” tanya nya saat temannya sudah sampai di depannya.
“Keroro.” Cengir temannya itu.
“Sudah berapa kali ku bilang jangan panggil aku Keroro!” keluhnya. Sedangkan teman yang lainnya justru menertawakannya.
“Lagian, photo kecil mu mirip Keroro begitu.” Jawab yang lainnya.
“Aku menyesal membawa kalian main kerumah ku...” si namja tinggi itu jalan menjauh, teman-temannya mengikuti.
“Min Ho orangnya ambekan nih.” Ledek lagi temannya.
“Choi Min Ho si ambekan.” Sambung yang lainnya. Dan mereka pergi menghilang sambil meledeki nya.
Choi Min Ho...... itukah namanya?
-end of back-
~@~@~@~@~
“Aku sudah memutuskan!” ujar AJ tiba-tiba di depan ku. Dia itu memang duduk di depan ku, sih.
“Mwo? Memutuskan apa?” bingung ku sambil mendengakkan kepala ku yang sejak tadi sedang asyik membaca.
“Aku akan mengikuti tes di kedutaan Jepang.” Yakinnya.
“He? Kau mau melanjutkan sekolah di Jepang?”
“Ne. Sejak kecil aku sudah tertarik dengan negara itu. Mumpung dekat, dan orangtua ku sudah mengijinkan, jadi aku akan mengikuti tes di kedutaan.” Jelas AJ.
“Oh...... aku sendiri belum tahu nih mau kemana.” Gumam ku, jadi berpikir mau kemana aku setelah ini.
“Yah... tapi sebenarnya aku sempat ragu untuk pergi ke Jepang.” Ujar AJ sambil membalikkan badannya, menghadap ke papan tulis.
“Wae?” tanya ku sambil memajukan badan ku sedikit, agar AJ mendengar suara ku. Tapi tak ada jawaban darinya.
“Min Ho-ya, dicariin tuh!” teriak salah satu teman kelas ku, yang juga teman Min Ho. Aku tahu bukan aku yang dicari, tapi perhatian ku jadi teralihkan sepenuh nya, mencari tahu siapa yang datang mencari Min Ho?
Min Ho nya sendiri yang sejak tadi bersender di jendela sambil mengobrol, akhirnya keluar kelas. Ada apa ya?
Ya... dikelas 3 ini, aku sekelas dengan Min Ho. Dan hebat nya, sampai saat ini aku masih saja tidak bisa mengucapkan terimakasih padanya. Padahal hanya bilang “gamsahamnida” saja ya. Tapi lagipula... memangnya dia masih ingat kejadian 2 tahun yang lalu itu? Kurasa hanya diriku yang masih terus mengenang nya.
“Ku dengar si Min Ho itu sudah pacaran sekarang.” Ujar AJ tiba-tiba lagi. Dan aku yakin, saat ini AJ dapat melihat betapa kagetnya aku saat mendengarnya.
“PACAR?” kagetku.
“Ne... ... ...... tapi yah, dia kan namja yang populer, tampan, pintar lagi, wajar saja sih kalau sudah punya pacar. Ya kan?”
“E-eh... i-iya sih...” jawab ku. Aku menunduk. Sakit. Sakit sekali rasanya mendengar itu semua. Memang aku ini orang yang bodoh sekali. Padahal kesempatan sudah diberikan, tapi aku tak berani mengambilnya. Aku malah memilih untuk menjauh dan mengatakan aku baik-baik saja selama dia bahagia. Pada akhirnya, saat mendengar ia mempunyai pacar, aku jadi seperti ini. Shock. Dan ada perasaan tidak terima.
Kurasa aku adalah sebodoh-bodoh nya orang bodoh...
~@~@~@~@~
Aku pulang ke rumah seperti biasanya. Ku nyalakan lampu, dan masuk ke dalam dengan lunglai. Ku rubuhkan tubuh ku dengan lemas di sofa. Lelah. Rasanya hari ini lelah sekali. Min Ho sudah mempunyai pacar? ....... sudahlah Ra Young... biarkan saja. Min Ho sudah bahagia sekarang. Harusnya kau ikut senang.
Tapi tetap saja rasanya sakit. Air mata sudah berada di pinggir mata. Tidak boleh, aku tidak boleh menangis. Min Ho sudah bahagia, pasti dia bahagia bersama dengan orang yang ia sayang, ingat itu.
“... Keroro-chan... Keroro-chan mana ya?” aku baru sadar aku tidak mendengar suara nya, padahal biasanya sepulang sekolah aku akan langsung mendengar nya mengeong. Aku bangun dari duduk ku dan mencari Keroro-chan. Tapi tak ku temukan dimana-mana. Ku lihat salah satu jendela terbuka. Eh? Aku tidak menguncinya??
Jangan bilang... Keroro-chan hilang...
No way! Aku pun langsung mencari keluar rumah. Berlarian kesana kemari, mencari Keroro-chan dimana-mana. Tidak boleh... Keroro-chan tidak boleh hilang! Padahal Min Ho sudah menitipkan Keroro pada ku, tapi aku justru lalai menjaga nya.
“Keroro-chan! Keroro-chaaan!” aku berlarian sambil berteriak memanggil namanya. Berharap Keroro-chan segera muncul ke hadapan ku. Tapi nihil. Aku tidak menemukan dimana-mana. Sampai aku tidak sadar, aku tiba di jembatan, dimana aku pertama kali menemukan Keroro. Pertama kalinya juga aku bertemu dengan Min Ho.
Aku memelankan lari ku, dan melirik ke bawah. Ah... ku rasa aku sudah terlalu sering memikirkan Min Ho, sampai-sampai sekarang saja aku melihat Min Ho sedang duduk dekat sungai sambil memeluk Keroro-chan. .......
Aku menggosok-gosokkan mata ku, berharap bayangan Min Ho segera menghilang dari hadapan ku. Aku kembali mengingat kata-kata AJ tadi siang. Sakit sekali menyadari kalau aku sudah terlalu mencintainya, sekalipun dilain sisi aku juga sadar, kalau Min Ho sudah jadi milik orang lain.
e...tapi... ini bukan hanya dalam pemikiran ku! Ini sungguhan!!
“Keroro-chan!” teriak ku dari atas. Min Ho mendengak dan menatap ku. Deg! Aduh... lagi-lagi... selalu seperti ini saat Min Ho menatap ku. Rasanya ingin kabur saja, tapi... Keroro-chan ada bersamanya...
“Keroro-chan?” bingung Min Ho. Namja itu memperhatikan Keroro sekarang. Aku yang baru sadar langsung membekap mulut ku sendiri. Bodoh sekali aku ini...... kenapa memanggil Keroro-chan di depannya?! Nanti dia jadi tahu kalau aku mengambil nama darinya!
Ku lihat Min Ho bangun, naik ke atas dan menghampiri ku.
“Keroro-chan... nama yang lucu. Jadi kau suka nonton Keroro, juga?” tanyanya tiba-tiba seperti itu.
“Ha?” bingung ku.
“Aku juga suka nonton Keroro. Ah, ya, ini kucing mu. Tadi saat aku sedang duduk disana, tiba-tiba ia datang. Kabur ya sepertinya?” ia mengulurkan Keroro-chan kepada ku. Aku pun mengambilnya tanpa bicara apa-apa. Memangnya bisa bicara apa aku?
“Lain kali jaga kucingnya baik-baik. Nanti kalau kecebur lagi kan susah. Tapi tak kusangka dia sudah sebesar ini. Dulu rasanya kecil sekali. Ah, sudah waktunya, aku mau les dulu. Annyeong, Ra Young-ah.” Senyum nya ramah. Dan ia pun beranjak pergi dari ku.
....... aku... sedang bermimpi? ...... dia ingat diriku?? Di-dia... mengenal ku?? Astaga... kaki ku rasanya lemas sekali. Oh... lagi-lagi... aku tidak sempat mengucapkan terimakasih padanya...
~@~@~@~@~
“Eomma sih maunya kau melanjutkannya di Jepang, Ray-ah.” Ujar eomma ku lewat telepon.
“Eng... aku masih belum tahu, eomma. Nanti ku kabari lagi deh.” Jawabku.
“Ya, pilihlah dengan baik. Jangan sampai menyesal. Oh ya, otou-san menitipkan salam.”
“Ah, ya. Katakan pada otou-san, aku sangat merindukannya. Aku juga rindu pada mu eomma.” Senyum ku walau aku tahu eomma tidak akan melihatnya.
“Makanya, ke Jepang saja.”
“Hahaha, lihat nanti eomma. Yasudah, aku harus belajar dulu.”
“Ya, ya. Jaga kesehatan mu, Ray-ah. Annyeong.”
“Ne annyeong.” Aku pun menutup telepon dari eomma. Jepang ya? Hem... sebenarnya aku memang ingin melanjutkan disana. Tapi...... kalau aku pergi ke Jepang... aku tidak akan bisa melihat Min Ho lagi...
Kriyuuukk...
Aigooo, laparnya. Masih jam 7 malam, belum terlalu larut. Ah, ke minimarket sebentar lah. Aku pun mengambil jaket ku dan pergi keluar. Aku membeli beberapa cemilan untuk menemani belajar ku. Setelah membayar di kasir, aku pun pulang.
Tapi di pertengahan jalan, ini hanya dalam pikiran ku saja atau benaran, aku tiba-tiba melihat Min Ho jalan di depan ku. Dia juga memakai jaket, dan menenteng plastik putih di tangannya. Sepertinya dia juga baru saja dari minimarket ya?
“Chagi-ya, ayo lah, jalan yang cepat!” seorang yeoja muncul dari arah depan. Dan saat itu juga... aku terdiam di tempat. Cha...giya?? itu... pacarnya?
“Sabar lah, kau saja yang jalan terlalu cepat, Lee Gi Hae...” Jawab Min Ho.
“Kau yang lama. Ayolah, eomma nanti kelamaan menunggu.” Yeoja itu pun menarik tangan Min Ho yang bebas, dan keduanya dengan cepat menghilang dari hadapan ku.
Sedangkan aku disini terdiam.
Jadi ini rasanya sudah terbang melayang ke atas, tapi dihempaskan kembali ke bumi?
~@~@~@~@~
-3 days later-
“Ra Young-ah!” aku menoleh dan mendapati Hee Ra sedang berlari kecil kearah ku. “Kau benar-benar ingin melanjutkan kuliah di Jepang?” tanya Hee Ra saat sudah sampai di depan ku.
“Begitulah.” Jawabku sambil melanjuti jalan menuju kelas, Hee Ra mengikuti di sampingku. Baru saja aku dari ruang guru untuk memberikan kertas tujuan sekolah ku berikutnya, dan kabar mengenai aku akan melanjuti ke Jepang sudah menyebar saja.
“Kenapa jauh sekali?” tanya Hee Ra lagi.
“Orangtua ku kan disana. Akan lebih mudah kalau aku di Jepang.” Jawabku.
“Iya sih. Tapi... kalau mau bertemu dengan mu bagaimana?”
“Tinggal kabari aku saja, Hee Ra-ya. Jepang tidak sejauh itu, kok.” Senyum ku kepada sahabat ku ini.
“Tapi tidak sedekat itu juga...”
“Sudahlah, tenang saja sih. Aku hanya ke Jepang, bukan ke negera antah berantah.” Cengirku sambil membuka pintu kelas. Dan disaat itu aku berpapasan dengan AJ yang baru saja mau keluar.
“Hey, AJ, kita berjuang bersama, ya.” Senyum ku padanya.
“Ha?” bingung AJ. Sedangkan aku justru melangkahkan kaki ku menuju meja ku, dan Hee Ra masih mengikuti.
“Kau yakin ingin pergi ke Jepang?” tanya Hee Ra dengan nada berbisik.
“Yakin.”
“Tapi disana kan tidak ada pengeran kodok mu. Nanti kau tidak bisa melihatnya lagi, loh.” Ujar Hee Ra, membuatku tertawa.
“Maka akan kucari pangeran yang sesungguhnya disana.” Jawabku.
“... Kau bukannya lari darinya, kan?” kali ini pertanyaan Hee Ra membuatku terdiam. Ya... pertanyaannya tepat mengenai dadaku. Lari darinya? Ya... memang benar. Ini lah sebenarnya alasan utama ku mengapa aku memilih pergi dari Korea...
Aku ingin melupakannya. Aku ingin jauh darinya...
Aku tahu, aku sadar, aku sendiri masih ingat saat aku mengatakan dalam hati ku kalau aku akan bahagia kalau melihat Min Ho bahagia. Tapi kenyataannya, hati ini tetap terluka. Hati ini tetap sakit. Sampai-sampai aku tak dapat menahannya lagi. Aku ingin pergi. Ingin mengobati luka ini. Aku hanya ingin bisa merelakannya, dan membiarkan cinta ku pergi begitu saja.
Aku mencintainya... tapi aku ingin melupakannya...
“Tidak, kok. Untuk apa aku lari darinya? Mungkin aku sudah tidak mencintainya lagi, sekarang.” tawa ku. Munafik... itulah aku.
~@~@~@~@~
-5 years later-
Ku hirup udara sejuk nya kota Seoul yang sudah lama sekali tidak ku kunjungi. Ternyata masih sama seperti dulu. Tidak ada yang berubah sedikit pun, walau waktu tak terasa sudah berlalu 5 tahun lamanya, semenjak aku pergi meninggalkan Korea.
Akhirnya, hari ini aku kembali...
“Ray-ah, kebiasaan deh melamun. Itu mobil jemputannya sudah datang. Kajja.” Ujar seseorang menyadarkan ku. Aku menoleh dan tersenyum pada nya. Dia pun tengah tersenyum, menunggu ku menghampirinya. Aku pun menarik koper ku, dan pergi ke sampingnya. Kami pun pergi dari bandara.
Mobil kami berhenti tepat di depan sebuah gerbang tinggi menjulang. Aku keluar dari mobil, memperhatikan ke sekeliling. Sudah lama sekali aku tidak menginjakkan kaki ku ke sini lagi. Ku dengar suara pintu mobil tertutup, aku menoleh dan melihat namja itu menghampiri ku.
“Koper nya bagaimana?” tanya ku padanya.
“Biarkan saja di dalam. Toh supirnya tidak akan kemana-mana. Kita kan sudah menyewa nya selama kita di sini.”
“Ah, arasseo.” Aku mengangguk mengerti.
“Haaa... sudah lama sekali, ya.” Senyum namja di samping ku ini, ikut menikmati suasana nostalgia.
“Ne. Tidak ada yang berubah ya...”
“Iya. Masuk, yuk. Kurasa yang lainnya sudah datang.” Namja itu meraih tangan ku dan menggenggamnya. Kami pun melangkah masuk ke dalam, menuju gedung audi kami. Ternyata benar, saat kami masuk gedung audi, di sana sudah ramai sekali.
Aku melihat ke kanan dan ke kiri, mereka semua sudah lama sekali tidak ku lihat. Aah... rasanya rindu sekali. Rindu pada teman –temanku, bahkan pada yang tidak pernah ku kenal saja rasanya aku ingin memeluknya.
“Ra Young-ah!” teriak seseorang, aku mencari sumber suara, dan menemukan Hee Ra berlari kecil ke arah ku.
“Hee Ra-ya!” aku pun menghampirinya, dan kami saling berpelukan. Erat.
“Aaaah, bogosiptaaa!” ujar Hee Ra sambil melepaskan pelukan kami.
“Naddo bogosipoyooo..” jawabku.
“Bagaimana kabar mu?”
“Baik-baik saja. Kau sendiri bagaimana?”
“Sangat baik. Hey, dengan siapa kau sekarang? Ku dengar kau sekarang sudah punya pacar, huh? Kau semenjak pergi ke Jepang jarang sekali berkomunikasi dengan ku, sih.” Cemberut Hee Ra.
“Mian, deh. Di Jepang aku hampir tak punya waktu. Aku kan iseng-iseng membantu eomma ku di restorannya. Kau sendiri dengan siapa, huh? Onew apa kabar?” tanya ku dengan nada menggoda.
“Onew? Hahaha...” tawa Hee Ra malu-malu. Melihat reaksinya seperti itu, ku rasa memang akhirnya diantara mereka memiliki sesuatu nih.
“Kau sendiri, bagaimana dengan Min Ho? Hey, tadi ku lihat ada Min Ho loh disana. Ah itu dia!” Hee Ra menunjuk ke suatu arah. Aku mengikuti arah tunjuk Hee Ra. Benar... itu dia. Jarak kami tidak terlalu jauh. Bisa di bilang dekat. Dan pada saat yang bersamaan, dia menoleh ke arah ku.
“Chagi, aku ke sana dulu, ya. Kalau ada apa-apa, beritahu aku langsung. Aku sudah lama tidak melihat teman-teman ku.” Beritahu seorang namja. Aku menoleh dan tersenyum sebagai jawaban. Saat namja itu pergi, aku baru sadar, Hee Ra dan, ... entah mengapa Min Ho juga, keduanya menatap ku kaget.
“Kau? Dan AJ?!” kaget Hee Ra. Aku menoleh ke Hee Ra dan tersenyum padanya.
“Ya, aku bersama AJ sekarang.” Jawabku sambil tersenyum.
“Loh?? Aku pikir... kau...” ucap Hee Ra menggantung sambil melirik kearah Min Ho, yang baru kusadari, masih saja memerhatikan ku.
“Anniya... aku bahkan sudah lama sekali tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Bagaimana bisa kau berpikir kalau aku dengan dirinya?” heran ku.
“Bagaimana bisa kau dengan AJ jadi nya?”
“Hm? Ya tentu karena aku menyukainya, lah.”
“Masa?”
“Kau tidak percaya pada ku? Ah, sudahlah, aku lapar nih, baru saja sampai dari Jepang. Kita ambil makanan, yuk.” Ajak ku.
Ya... inilah diriku sekarang. bukan Min Ho, tapi AJ lah pangeran ku sekarang. selama di Jepang, AJ menunjukkan sikap yang akhirnya berhasil membuatku luluh, dan melupakan Min Ho. Mungkin ada bagusnya juga dulu aku bersikap bodoh, karena kalau tidak seperti itu, aku tidak akan pernah tahu kalau AJ sudah sejak dulu menyukai ku.
~@~@~@~@~
Huaaa, sudah lama sekali aku tidak menginjakkan kaki ku di sini. Suasana nya masih sama. Aah, rindu sekali. Dulu gedung itu adalah kos-an ku. Sekarang mungkin kamar ku sudah ditempati oleh orang lain.
Aku berjalan sepanjang jalan. Mengenang masa-masa lalu. Banyak sekali yang terjadi disini. Banyak sekali pemandangan yang ku saksikan . disini juga aku bertemu dengan Min Ho pertama kali. Ya... aku sekarang berdiri diatas jembatan. Jembatan yang penuh kenangan bagi ku.
“Sepertinya kita selalu bertemu disini, ya...” ujar seseorang membuatku menoleh. Dan disaat itu lah, aku melihat dirinya. Tersenyum. Senyuman yang selalu mampu membuatku terpesona.
“Hey, Ra Young-ah.” Sapanya ramah saat sudah sampai disamping ku.
“...Hey...” jawabku sambil mengalihkan pandangan ku darinya. Aku kembali menatap lurus kebawah, mengikuti arus sungai yang mengalir tenang.
“Bagaimana kabar mu?” tanya nya. Ia menyenderkan tangannya di pagar pembatas.
“Baik. Kau?”
“Sama. Jadi... sukses kau di Jepang? Ngapain saja disana?”
“Begitulah. Kuliah, sama seperti yang lainnya. Mungkin bedanya adalah aku sekalian mengurusi restoran eomma ku.” Jawabku, yang entah mengapa bisa lancar. Padahal dulu untuk mengucapkan hai saja rasanya susah.
“Oh? Eomma mu punya restoran disana?”
“Yup.” Dan sunyi. Aku hanya bisa mendengar suara burung-burung di sekitar, dan riak air.
“Jadi... kau dengan AJ sekarang.” ujar Min Ho memecahkan keheningan. Kali aku tidak menjawab. “Tidak sangka ya, dari dulu sudah dekat, ternyata saat sudah lulus, kalian bersama juga.” Lanjutnya.
“Iya. Tidak ada yang tahu, kan?” tawa kami berdua.
Dan kami kembali terdiam. Tapi tiba-tiba saja, terdengar suara ponsel ku berbunyi. Dengan susah payah ku keluarkan dari kantung ku. Terlihat nama AJ di sana. Loh? Ternyata hanya pesan?
From : My AJ
Chagi, eodigayo? Sudah sore, lebih baik kau pulang sekarang, nanti keburu gelap. Eomma ku menyiapkan kue kesukaan mu nih ^^
Asik, pulang-pulang aku bisa makan kue. Baiklah, sebaiknya aku pulang saja.
“Eng... Min Ho-sshi, aku duluan, ya. Dicariin.” Pamit ku.
“Ah, ya. ...... AJ?” tanyanya, ia sekarang sudah berdiri tegak di depan ku.
“Ne. Annyeonghaseo.”
“Annyeonghaseo...” jawabnya pelan. Ku lihat ia menunduk. Ada apa dengannya? Ah sudahlah, aku pun membalikkan badan ku dan baru saja aku mau melangkah, tapi...
“Ra Young-ah...” panggil Min Ho dari belakang. Aku menoleh. Ku lihat ia tengah menatap ku. Tatapannya sangat dalam. Aku belum pernah melihat raut wajahnya yang seserius ini. Tapi entah kenapa, aku menemukan sedikit kekecewaan disana. Sebenarnya ada apa dengannya?
“Aku tahu ini sudah telat. Hanya saja aku terlalu bodoh. Aku ini sangat bodoh. Harusnya aku tidak melepaskan mu begitu saja. But........” ujarnya menggantung.
“I love you...” sambungnya.
....... WHAT? Aku terperangah. Ta-tadi Min Ho bilang apa padaku?? Tapi... bukankah dia sudah punya pacar? Loh? Loh? Aku sama sekali tidak mengerti. Dan anehnya, jantung ku berdebar lebih cepat dari biasanya. Ini terlalu mendadak!
“Aku hanya ingin mengungkapkannya saja, kok. Daripada aku tidak tenang. Aku ikut bahagia melihat mu dengan AJ. Gitu-gitu AJ juga teman ku, dia namja yang baik. Aku tahu itu. Beruntungnya kau bersama nya. Ah, tidak... beruntungnya dia bisa bersama mu.” Ujar Min Ho lagi sambil tersenyum.
“Saranghae...” ujarnya sekali lagi, dia masih menatap ku dalam. Aku sejak tadi hanya bisa terdiam mendengarkannya. Hanya bisa balas menatapnya.
It’s too late. Aku sudah punya AJ sekarang. Min Ho... kenapa baru sekarang?
“Gamsahamnida.” Senyum ku. Aku pun membalikkan badan ku, dan pergi meninggalkannya.
Kali ini, aku berhasil mengucapkan kalimat itu. Akhirnya aku bisa berterimakasih padanya. Walau aku tidak bisa berbuat apa-apa selain berterimakasih. Lucu sekali... mungkin kisah ku akan berbeda kalau dulu aku mengungkapkan perasaan ku yang sesungguh nya pada Min Ho. Mungkin saja...
Yeah... this is my story...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar