Genre : romance
Rate : general
Cast : Fujigaya Taisuke (Kiss-my-ft2), Fujiwara Ragau.
Support cast : Yuta Tamamori (Kiss-my-ft2), Hikaru Yaotome (HSJ)
Summary : Even I can’t see you, I still can hear your voice. I almost forget about all, but when I hear your voice, I remembered how you look like. I can see you smile to me…
~@~@~@~@~
“Bukan kah ini terlalu awal?” tanya Ragau.
“Terlalu awal? Apanya?” kaget ku. apa… dia tahu kalau aku menyukainya? E.. tapi aku sendiri juga belum tahu pasti apa benar aku menyukainya atau tidak, kan…
“Menurut perhitunganku, jam segini belum pulang sekolah, kan? Kenapa kau sudah ada disini?” tanya nya sekali lagi, kali ini lebih jelas.
“Oh… hahahaha kupikir apa.” Tawaku lega.
“He? Ada apa? Memangnya kau pikir apa?” bingung nya.
“Iie.” Senyum ku padanya, yah… walau ku tahu ia tidak akan melihatnya.
“Mana ibu mu?” tanya ku sambil memandang kesekitar. Saat ini kami berada di dalam kamar rawat nya.
“Tadi oka-san pergi keluar sebentar. Ia pasti bosan menunggu ku di rumah sakit seperti ini.” ujar Ragau sambil menghela napas.
“Makanya, cepat lah sembuh, lalu keluar dari rumah sakit. Biar ibu mu tidak bosan lagi.” Aku mengelus-elus kepalanya lembut.
“Seharusnya aku sudah boleh keluar dari rumah sakit. Luka ku sudah tidak sakit lagi.” Jawabnya.
“Souka? Kalau begitu apa guna tongkat penyanggah ini? kalau kau memang sudah tidak merasa sakit, jangan pakai ini lagi. Lalu jalan dengan benar.” Ujarku.
“Eeh… kok begitu?!”
“Berarti masih sakit, kan? Jangan sok kuat.” Aku menyentil kepalanya pelan. Ku lihat ia mengembungkan lagi pipinya itu. Lucu nya, aku jadi senyum-senyum sendiri melihatnya begitu. Aku pun berdiri dari duduk dan memperhatikan barang-barang yang ada di atas meja, di sebelah kasurnya. “Lagipula, kau juga harus berjalan dengan benar dulu, baru rumah sakit mengijinkan mu pulang. Eh? Buku apa ini?”
Ku lihat satu buku tebal berwarna biru gelap tergeletak diatas meja. Buku itu tampak baru, seakan tidak pernah ada yang membukanya. Apa oba-san yang baca ini? tapi kelihatannya seperti tidak pernah disentuh.
“Buku nya cukup tebal?” balik tanya Ragau.
“Yup.”
“Oh, itu buku pemberian teman ku. dia baik sekali mau membelikan ku buku itu. Tapi… haha sayang sekali aku tidak bisa membacanya.” Jawabnya sambil tertawa-tawa pelan. Ah… aku teringat akan kejadian di kelas Tama. Jadi ini buku yang dimaksud? He… bukankah buku ini juga yang waktu itu kulihat Ragau melemparnya?
“Karena ingin beli buku itu lah, aku kecelakaan.” Ujar Ragau membuatku menoleh. Ku lihat ia memandang lurus ke depan, dengan senyum lirih di wajahnya. “Buku itu ada 2 set. Dan itu adalah buku yang terakhir. Aku sudah baca yang pertama. Sudah berbulan-bulan ku tunggu yang terakhir. Kira-kira bagaimana ceritanya? Seperti apa akhirnya? Aku sangat penasaran…”
“Tiba lah hari terbit nya. Aku sangat bersemangat. Sampai-sampai aku tidak tidur malam nya, penasaran. Pulang sekolah, aku langsung ke toko buku. Padahal… tinggal beberapa langkah lagi sampai di toko buku… … saat sedang menyebrang, aku yang mengantuk jadi lamban melangkah. Saat itu lah terjadi…”
“Lampu sudah hijau kembali, dan aku masih di tengah jalan. …… aku bahkan tidak sempat melihat, warna apa mobil itu? Jenis apa mobil itu?” ia pun mengakhiri ceritanya. Sekarang aku tahu bagaimana kejadiannya, dan… aku tidak bisa berbuat apa-apa.
“Ah, gomenasai. Aku membuat suasana jadi tidak enak, ya?” tanya Ragau, yang mengetahui aku hanya terdiam.
“Iie, dojoubu.” Jawabku, berusaha sebisa mungkin agar Ragau tidak mendengar nada aneh dari suaraku. Aku pun mengambil buku itu. Sambil duduk kembali, kupandangi buku yang sekarang ada di tangan ku.
“Apa buku yang ke 1 setebal ini juga, ya?” gumam ku. dan ku dengar Ragau tertawa.
“Buku itu tidak begitu tebal, kok.” Jawabnya.
“Yang benar saja? Tidak begitu tebal?! Ukuran tebal nya sama dengan buku pelajaran!”
“Ya, itu artinya tidak begitu tebal, kan?”
“Baca satu halaman buku pelajaran saja sudah sukses membuatku tertidur.”
“Hahaha, souka? Ku pikir, kau termasuk murid yang rajin, tidak seperti Tama.” Tawa Ragau. Aku pun jadi memerhatikannya.
“Kau… dekat dengan Tama, ya?...” tanyaku hati-hati.
“Iie. Tapi aku suka memperhatikan nya.” Jawabnya. Dan tiba-tiba saja muncul perasaan tidak suka saat mendengar jawaban darinya. Apa maksudnya suka memperhatikan Tama?
“……. Kau menyukai Tama?” tanya ku lagi.
“Hahaha.. bukan kah sudah ku bilang? Aku ini fans kalian.” Senyum Ragau. Ooh… fans…
“Oh, hahaha souka.” Tawa ku lega.
“Kalian masih sering bermain musik?” tanya Ragau.
“Hn. Tapi hari ini tidak latihan, ruangannya dipakai.” Jawabku bohong. Padahal hari ini tidak latihan karena aku bolos sekolah.
“Hoo… kenapa kalian tidak jadi band sungguhan? Padahal menurut ku kalian hebat-hebat.”
“Ahaha… kami tidak sehebat itu. Lagipula mana mungkin ada yang mau mendengarkan lagu kami.”
“Aku. Aku akan mendengarkannya.” Ujar Ragau. Aku menatapnya lama, lalu tersenyum.
“Arigatou.” Jawabku. Aku kembali memperhatikan buku yang ada di tangan ku. “Kau… apakah kau masih penasaran bagaimana kisah di buku ke 2 ini?” tanya ku.
“He?”
“Ah, gomen, mungkin pertanyaan ku menyinggung… tapi… kau masih ingin tahu bagaimana akhir dari kisah ini?” tanya ku sekali lagi. Dia terdiam sesaat, lalu tersenyum.
“Tentu saja. Memangnya kenapa?”
Aku menunduk memperhatikan buku di tangan ku ini. tiba-tiba muncul ide gila, yang seharusnya tidak pernah muncul dalam otak ku. pikiran seperti ini seakan bukan diri ku sekali. Tapi… aku ingin melakukan ini untuk Ragau…
“Baiklah.” Ujarku akhirnya.
“Baiklah?” bingung Ragau.
“Mulai dari hari ini, biar ku bacakan per-bab dalam buku ini, sampai tamat. Mungkin… kau tidak bisa membaca lagi, tapi kau masih bisa mendengarkan aku bercerita, ya kan? Bagaimana?” tawar ku. ku lihat ia melebarkan matanya, kaget.
“Kau… kau mau membacakan nya untukku? Bukankah kau tidak suka baca?” tanyanya.
“Memang sih… tapi seperti nya menarik. Kau tidak mau?”
“Ah, iie… aku mau. Arigatou, Sukechi.” Senyum Ragau lebar.
“Yosh! Kita mulai sekarang!” aku pun membuka buku itu, dan ku bacakan kalimat per kalimat yang ada dalam nya. Sambil membaca, kadang aku melirik ke arah Ragau yang mendengarkan ku. ku lihat ia terus tersenyum. Dan aku suka melihat itu. Aku ingin terus melihat senyum itu.
Mulai hari ini, ku pastikan aku akan terus melihat senyum nya. Tidak peduli pada buku ini yang akan tamat nanti nya. Aku akan terus melihatnya tersenyum, untukku…
~@~@~@~@~
“Akhir-akhir ini kau cepat sekali pulang, Taisuke-kun.” Aku menoleh dan melihat Hikaru tengah memandangi ku.
“Hikaru! sejak kapan kau ada di kelas ku?!” kaget ku. Hikaru duduk di bangku depan meja ku. tangannya diatas meja ku, menopang dagu nya.
“Sejak tadi kau memandang keluar jendela. Kau juga senyum-senyum sendiri. Kau bahkan tidak menyadari kalau aku sejak tadi ada di depan mu. Sebenarnya apa yang terjadi padamu, huh?” Hikaru menatap ku curiga.
“O-oh? Sejak tadi kau ada di sini? Aku tidak tahu… ada apa?” tanya ku balik.
“Kau lah yang ada apa!? Sudah 3 hari setelah kau tidak masuk sekolah, dan saat kau masuk sekolah, kau jadi aneh. Kau juga tidak lagi latihan band. Apa yang terjadi waktu kau tidak masuk?”
“Tidak ada apa-apa. Memangnya aku aneh? Apanya yang aneh?”
“Pertama!” Hikaru menunjuk wajah ku. membuatku kaget saja… “Ku perhatikan kau sering melamun. Lalu senyum-senyum sendiri.” Lanjut Hikaru.
“Oh? Itu karena aku mengingat hal lucu.” Jawabku.
“Kedua!” lagi-lagi Hikaru menunjuk wajah ku. “Kau tidak lagi mengajak kami latihan band. Kau pasti langsung menghilang secepat angin setelah bel pulang berbunyi. Kau pasti buru-buru pulang… mau kemana?” kali ini Hikaru memajukan wajahnya juga kearahku, sambil terus menatap ku curiga.
“Ng… oh! Akhir-akhir ini oka-san butuh aku membantu nya di rumah. Dia sedang sakit. Karena itu aku pulang cepat.” Jawabku, kali ini tentu saja berbohong. Hikaru pun memundurkan wajahnya.
“Ketiga…” sekarang ia berdiri, mendekat kearah jendela. “Sejak kapan kau jadi suka membaca buku?!” dan tiba-tiba saja ia menoleh cepat kearah ku, sambil lagi-lagi memajukan wajahnya.
“E-ehh… aku? Baca buku?” aku terbata-bata.
Sebenarnya memang benar aku membaca buku, akhir-akhir ini aku sengaja membaca buku yang di baca Ragau, yang ke 1. Biar setidaknya aku mengerti jalan ceritanya dari awal.
“Yes! Aku melihat mu baca buku tebal. Yang jelas itu bukan buku pelajaran. Tapi mau apa pun jenis buku itu, tetap saja… aneh kalau kau yang membaca nya.” Lanjut Hikaru sambil memundurkan wajahnya.
“O-oooh… hahaha… memangnya kenapa, huh? Aneh kalau aku tiba-tiba suka baca?” tanya ku balik sambil tertawa kaku.
“A.N.E.H.”
“Hey, suka-suka aku, dong. Aku memang jadi suka baca sekarang, tidak boleh?!”
“Haa… kenapa tidak kau beritahu saja apa yang terjadi sebenarnya, huh?”
“Sudahlah, Hikaru… kalau Taisuke tidak mau beritahu, ya biarkan saja.” Tiba-tiba Tama muncul.
“Tapi, Tama-kun…” gumam Hikaru.
“Taisuke, kau sudah dengar kabar tentang festival band nanti sore?” tanya Tama, menghentikan Hikaru.
“Festival band? … oh, ya sudah dengar. Ada apa?”
“Nah… kebetulan, anak ini…” Tama memandang Hikaru tajam. Sedangkan yang dipandang hanya menyengir. “Dia mendaftarkan kita di festival tersebut.” Lanjut Tama.
“He?! Hontoni?!” kaget ku.
“Yup! Bukankah ini kesempatan kita untuk mencoba bermain di luar? Permainan kita akan di dengar orang-orang! Ini kan festival, siapa saja boleh ikut.” Semangat Hikaru.
“Ta-tapi… Tama, kau setuju?” tanya ku pada Tama.
“Haa… mau bagaimana lagi? Hikaru sudah mendaftarkan kita.” Jawab Tama sambil menghela napas.
“Kenapa kau tidak bilang apa-apa dulu pada kami, Hikaru?” tanya ku kali ini pada Hikaru.
“Nah, ini yang ingin kutanya kan padamu, Taisuke. Bukankah aku sudah bilang pada mu 2 hari yang lalu? Kenapa sekarang kau kaget, seakan tidak tahu apa-apa?” bingung Hikaru.
“Kau sudah bilang padaku? Tapi aku tidak ingat…”
“Waktu itu kau sedang buru-buru pulang. Memangnya kau mau ngapain sih?” tanya Hikaru lagi-lagi menyelidik. Sedangkan aku diam saja, memikirkan hal lain.
Nanti sore? Tapi… aku sudah janji akan datang ke tempat Ragau… bagaimana ini?!
“Jadi siap-siap untuk nanti, Taisuke. Sepulang sekolah kita langsung ke tempat festival nya.” Ujar Tama.
Sepulang sekolah, benar saja… Hikaru dan Tama sudah menunggu ku di dekat loker sepatu. Mereka sudah siap, tinggal pergi. Aku masih berpikir… aku harus bagaimana? Ingin memberitahukan Ragau… tapi aku tidak tahu nomor ponsel nya. Ah.. harusnya aku tanya nomor nya dari kemarin.
…… Nomor ponsel nya?
Aku langsung buru-buru ganti sepatu ku dan menghampiri Hikaru dan Tama.
“Aku pergi dulu sebentar! Tenang saja, aku akan kembali lagi. Kalian tunggu aku di depan gerbang sekolah ya. hanya sebentar, kok. Percaya lah padaku, aku tidak akan kabur. Jya!” aku pun langsung lari pergi meninggalkan keduanya. Secepat mungkin aku berlari menuju taman.
Ku lihat Ragau sedang duduk di bangku biasanya. Aku pun langsung menghampirinya.
“Ragau-chan!” panggil ku sambil masih terengah-engah karena lelah berlari.
“Sukechi? … kau kenapa? Habis berlari?” bingung Ragau.
“Gomenasai!” aku menunduk, meminta maaf.
“He?”
“Hari ini aku tidak bisa menemani mu. Tiba-tiba saja Hikaru dan Tama memberitahu ku kalau sore ini kami akan tampil di festival. Gomen ne…” jelas ku. ku dengar Ragau justru tertawa. Aku pun mendengak untuk melihatnya.
“Dojoubu, dojoubu. Kenapa kau meminta maaf begitu, Sukechi? Dojoubu… pergi lah kalau begitu.” Senyumnya.
“Gomen… besok aku janji akan datang lagi.”
“Hai. Ku tunggu besok kalau begitu.” Ujarnya sambil masih tersenyum. Aku pun ikut tersenyum melihatnya. Ah ya, aku ingat niat awal ku tadi.
“Ragau-chan… boleh aku minta nomor ponsel mu?” tanya ku padanya.
“He? Nomor ponsel ku?”
“Ya… biar kalau ada hal terjadi mendadak seperti ini, aku bisa memberitahu kan mu. Boleh?” ku lihat ia hanya terdiam. Tak lama kemudian, dia tersenyum lagi.
“Boleh saja.” jawabnya. Aku tersenyum lebar. Dia pun menyebutkan nomor ponsel nya. Dan aku segera menyimpannya dalam kontak ponsel ku.
“Arigatou, Ragau-chan. Aku pergi dulu kalau begitu. Jya, ne.” pamit ku.
“Jya.” Senyumnya.
Saat aku membalikkan badan ku, untuk kembali ke sekolah, aku justru melihat Hikaru dan Tama tengah menatap ku tidak percaya. E-eh?! Mereka ada disini?! Tama membuka matanya lebar, sedangkan Hikaru menutup mulutnya sendiri. Keduanya shock.
Aku langsung berlari kearah mereka berdua, dan menarik mereka pergi menjauh sebelum keduanya sempat bicara macam-macam. Setidaknya sebelum Ragau tahu kalau ada mereka berdua.
“Apa yang kalian lakukan di sini, huh?! Bukankah ku suruh untuk menunggu di depan gerbang sekolah?!” tanya ku saat sudah jauh dari tempat Ragau.
“Siapa tadi?!” tanya Hikaru akhirnya bersuara.
“Bukankah tadi Fujiwara-san?! Teman sekelas ku?” ikutan Tama.
“Fujiwara-san? Oh! Teman mu yang kecelakaan waktu itu, Tama?” tanya Hikaru pada Tama.
“Iya. Taisuke, sejak kapan kalian dekat?” tanya Tama dengan tatapan curiga.
“Apa maksudnya dengan “hari ini aku tidak bisa menemani mu”? kau sudah sering menemani nya?” lanjut Hikaru.
“Dan kau janji akan datang lagi besok?” sambung Tama.
“Kau bahkan meminta nomor ponsel nya!”
“Kau berniat akan terus datang ke tempatnya?”
“Memangnya sejak kapan kalian berteman? Bukankah waktu Tama cerita tentang nya, kau belum mengenal dirinya??”
“Hey, Taisuke, kenapa kau diam saja, huh?”
“Bagaimana bisa aku jawab kalau kalian bertanya ganti-gantian begini tanpa memberi kesempatan ku untuk menjawab?!” jawabku.
“… Benar juga, yasudah jawab sekarang.” Ujar Hikaru dan Tama bersamaan.
“Haa… aku dan Ragau-chan memang sudah sejak beberapa hari yang lalu berteman. Aku sudah melihat nya dari sebelum aku tahu ada teman Tama yang kecelakaan. Kalian tahu kan aku sering bersantai di taman itu? Nah… disitu lah pertama kali aku melihatnya.” Cerita ku akhirnya.
“Ragau-chan?!” kaget Hikaru. “Kau memanggil nya Ragau-chan??”
“Memangnya kenapa? Tidak boleh?” tanya ku, sedikit merasa kesal.
“Lalu apa maksud mu akan datang lagi besok? Kau selalu menemuinya?” tanya Tama.
“Begitulah. Aku janji akan membacakan nya buku. Tama… kau mengerti bagaimana kondisi dirinya sekarang, kan? Kau juga tahu penyebab nya kecelakaan, kan? Nah… aku janji akan membacakan buku itu untuk nya.” Jelas ku.
“Kondisi nya? Buku? Apa maksudnya?” bingung Hikaru.
“Oh, jadi itu sebab nya akhir-akhir ini kau membaca buku?” tanya Tama sekali lagi.
“Yup.” Jawabku.
“Apa dia yang menyuruh?” tanya Hikaru kali ini.
“Tidak. Tentu saja itu keinginan ku sendiri. Aku… entah kenapa ingin terus melakukan apa yang bisa ku lakukan untuk dirinya. Aku ingin melihat nya tersenyum. Membacakan buku untuknya adalah asalan pertama ku, seterusnya… aku akan mencari alasan lain agar aku bisa terus menemui nya, dan bersamanya…” jawabku sambil tersenyum sendiri.
“Hee…”
Aku menoleh dan baru menyadari kalau aku telah mengucapkan kata-kata memalukan di depan Hikaru juga Tama. Aku pun jadi salah tingkah, sedangkan mereka menatap ku aneh.
“Sudahlah, ayo cepat pergi.” Aku pun melangkah pergi. Dari depan dapat ku dengar Hikaru bertanya pada Tama.
“Kenapa Taisuke membaca kan buku untuk Fujiwara-san? Memangnya gadis itu tidak bisa baca apa?”
“Baka.” Jawab Tama singkat.
“Hee… kenapa kau malah mengatai ku?!”
~@~@~@~@~
Aku melamun menatapi jam dinding kamar ku. sudah hampir pukul 10 malam, dan aku masih belum bisa tidur. Tiba-tiba saja jadi teringat Ragau. Kira-kira apa yang ia lakukan, ya? apa dia sudah tidur? Haa… hari ini aku hanya sebentar melihatnya.
Aku bangun dari tidur ku. ku ambil ponsel ku dari atas meja yang letak nya di samping kasur. Ku senderkan punggung ku ke bantal, sambil membuka kontak ponsel. ku pandangi nama Ragau dalam ponsel. Sekarang aku bisa menghubungi nya… kira-kira bagaimana suaranya kalau lewat telepon ya? apa dia sudah tidur jam segini? Apa aku akan mengganggu tidur nya?
Tapi… aku ingin menelponnya… aku ingin mendengar suaranya… boleh kah aku egois, sekali saja?
Aku pun akhirnya menghubungi Ragau. Ku tunggu ia mengangkat telepon dari ku. mendengar bunyi tunggu saja sudah membuatku berdebar. Bagaimana kalau aku mendengar su-…
“Moshimoshi?”
DEG!! Oh god…… baru saja aku berpikir bagaimana kalau aku mendengar suaranya, tiba-tiba saja, suara itu muncul dari sebrang sana. Membuat jantung ku rasanya ingin loncat.
“Moshimoshi??” panggil Ragau dari sana sekali lagi. Suaranya benar-benar lembut. Tidak jauh beda dari yang ku dengar langsung.
“Ah, ye, moshimoshi. Ragau-chan, kore no ore wa.” Jawabku akhirnya, sambil masih berusaha mengatasi debaran jantung ku.
“… Sukechi?”
“Hai.”
“Oh… hahaha kupikir siapa. Ada apa, Sukechi?” tanyanya. Aah… tawanya…
“Ng… aku… aku ingin minta maaf atas kejadian tadi.” Jawabku, mencari-cari alasan.
“Kau masih saja minta maaf. Daripada itu, bagaimana tadi penampilan kalian?”
“Penampilan kami sih biasa saja, seperti latihan biasanya. Tapi kali ini rasanya beda. Kali ini kami di tonton. Tadi aku sempat gugup. Baru kali ini kami tampil di hadapan banyak orang. Untunglah tidak ada yang melakukan kesalahan. Apalagi waktu mereka semua bertepuk tangan, rasanya senang sekali.” Cerita ku.
“Syukurlah. Jadi… kalian sudah memutuskan untuk jadi band sungguhan, nih?”
“He? iie. Tadi kami tampil hanya karena perbuatan iseng Hikaru. Anak itu iseng memasukkan kami dalam festival.”
“Souka? Kenapa kalian tidak jadi band sungguhan saja? bukankah menyenangkan menampilkan permainan kalian di depan banyak orang?”
“Iya sih… ah daripada itu, kau belum tidur? Apa aku mengganggu mu?” tanyaku.
“Iie, aku memang belum tidur. Tidak bisa tidur.”
“Oh? Ada apa?”
“Tidak ada apa-apa… hanya memang tidak bisa tidur saja.”
“Souka…”
“Aku rindu dengar permainan band kalian, deh… seandainya tadi aku bisa menonton penampilan kalian…” ujar Ragau sambil tertawa-tawa pelan. Aku pun terdiam mendengarnya. Aku memerhatikan gitar ku yang menggantung di dinding. Tiba-tiba sebuah ide muncul dalam otakku. Aku pun mengambil gitar itu, dan kembali duduk.
“Ragau-chan, mau kuantar kan tidur?” tanya ku.
“Hm? Bagaimana caranya?”
“Ku nyanyikan lullaby untukmu. Kau suka lagu apa?”
“Hee… kau mau bernyanyi untukku?”
“Yup.”
“Hontoni?! Wuaah… arigatou! Apa saja, kau saja yang pilih, Sukechi.”
“Okay. Dengarkan yaa..” aku menaruh ponsel ku, dan ku tekan tombol ‘loud speaker’ yang ada di ponsel ku, agar Ragau juga bisa mendengar suara gitar ku.
Aku pun memainkan gitar ku, berusaha sebisa mungkin mengeluarkan nada yang lembut. Aku ingin membuat Ragau senang. Biar pun aku tidak bisa melihat nya sekarang, tapi aku yakin ia tersenyum saat ini. setelah beberapa lama aku memainkan intro, aku pun mulai bernyanyi. Aku menyanyikan salah satu lagu ciptaan band kami. Lagu yang biasa nya kami nyanyikan.
Selama aku bermain, aku tidak mendengar Ragau bersuara sedikit pun. Apa dia tertidur? Atau dia masih bangun dan menikmati permainan ku?
Setelah selesai, aku kembali mengangkat ponsel ku, mematikan loud speaker, dan bicara lagi.
“Kau tertidur?”
“Tidak. Tapi kau berhasil membuat ku mengantuk. Arigatou. Permainan mu benar-benar keren.” Jawabnya senang.
“Haha, arigatou ne. Kalau begitu tidurlah.”
“Hn. Ah, ya Sukechi.” Panggilnya.
“Ye?”
“Aku hampir lupa dengan apa yang selama ini kulihat. Yang ku ingat sekarang hanya lah kegelapan. Aku memang sudah tidak bisa melihat, tapi aku masih bisa mendengar suara mu.” Ujar Ragau membuatku terdiam.
“Dan dengan mendengar permainan gitar mu yang lembut, juga nyanyian mu, tiba-tiba saja… aku kembali ingat akan wajah mu. Aku melihat, kau memainkan gitar sambil memejam kan matamu. Kau juga tersenyum, menghayati permainan mu. Dan saat permainan selesai… kau menatap ku, dan tersenyum lembut. Itu yang ku lihat tadi. Arigatou... Sukechi. oyasuminasai.”
Ragau memutuskan teleponnya. Dan aku masih terdiam. Kalimat nya terus terngiang-ngiang dalam otakku. Harusnya aku senang mendengarnya, tapi entah kenapa air mata ku justru mengalir. Rasanya campur aduk di dalam hati ku.
Rasanya senang mendengar ia mengingat wajah ku. tapi ada rasa sedih yang ikut muncul… aku menyadari ia akan kembali melupakan ku. ia akan kembali menatap kegelapan itu. Dan aku tidak bisa berbuat apa-apa.
Aku menatapi gitar yang masih ada di pangkuan ku. mendengarkan permainan… dan suara ku? aku pun mengambil kertas dan pensil. Aku jadi ingin menciptakan sebuah lagu, khusus untuk Ragau. Aku ingin ia kembali mengingat ku. aku juga ingin… dia tahu perasaan ku. dari lagu ini, ku biarkan perasaan ku mengalir di dalamnya.
Aku memang menyukainya…
~@~@~@~@~
“Taisuke-kuuun~” ku dengar seseorang berteriak memanggil nama ku. aku menoleh dan melihat Hikaru sedang berlari kearah ku. di belakangnya Tama jalan mengikuti.
“Ka-kalian, apa yang kalian lakukan disini?!” tanya ku kaget, sampai aku berdiri dari dudukku. Saat ini aku sedang berada di taman biasa, bersama Ragau, tentu saja.
“Konnichiwa, Fujiwara-san.” Sapa ramah Hikaru.
“E-eh? Eng konnichiwa.” Bingung Ragau.
“Aiyaa, Taisuke-kun, libur-libur begini tetap datang. Benar-benar, deh. Kenapa tidak kau ajak kami juga? Aku kan juga ingin kenal dengan Fujiwara-san.” Ujar Hikaru semangat sambil duduk di samping Ragau.
“Dia memaksa ku untuk pergi ke sini. Semenjak hari itu, dia terus-terusan bertanya pada ku.” jelas Tama. Memang sudah beberapa hari lewat semenjak Hikaru dan Tama memergoki ku dengan Ragau. Sekarang hari minggu, dan aku tidak menyangka mereka datang ke sini.
“Fujiwara-san, watashi wa Hikaru desu. Yoro~shiku~” HIkaru memperkenalkan diri.
“A-ah, ye. Yoroshiku.” Senyum Ragau, walaupun ia masih tampak bingung.
“Fujiwara-san, kore no ore wa. Tama. Konnichiwa.”
“K-konnichiwa…” jawab Ragau.
“Nah, Hikaru, kau sudah kenal kan, sekarang pulang lah.” Suruhku.
“Eeey, kenapa? Fujiwara-san, boleh ku panggil kau Ragau-chan?” tanya Hikaru pada Ragau.
“Hey!” protes ku.
“Ra-ragau-chan?” bingung Ragau dengan permintaan Hikaru yang tiba-tiba. Tapi… aku sendiri baru kenal juga sudah langsung memanggil Ragau dengan embel-embel -chan.
“Kau boleh panggil aku Hikaru-kun! Eng… atau mungkin, Hika-kun?” tawar Hikaru. Tapi Ragau justru tertawa.
“Hikaru, kau ternyata memang lucu seperti yang dibicarakan orang-orang ya? baiklah, aku panggil kau Hika-kun mulai sekarang.” Senyum ramah Ragau.
“Ho? Kau sudah mendengar tentang diriku dari orang lain? Oh, ya, kau juga boleh panggil Tama dengan nama Ta-kun. Ya, kan, Ta-kun~?”
“Baka!” Tama menjitak Hikaru. Dan lagi-lagi Ragau tertawa. Ia tertawa lepas. Dan… aku… aku tidak mau Hikaru dan Tama melihat tawanya yang seperti ituuu!! Aaaah! Kenapa mereka mengganggu sajaaa!
“Ah sudahlah kalian pulang saja…” gumam ku.
“Tidak mau. Ragau-chan, libur-libur begini tidakkah kau bosan hanya duduk-duduk begini?” tanya Hikaru, keras kepala.
“Hem… iya juga, sih… tapi memangnya aku bisa apa?” tawa Ragau pelan. Aku pun menatap Hikaru tajam. Dia sudah tahu kan kalau Ragau itu buta?! Apa Tama belum memberitahukan nya?
“Mau dengar kami main band?” tawar Hikaru.
“He?” kaget Ragau bersamaan dengan ku juga Tama.
“Iya, eng… gomen, mungkin kau tidak bisa lihat, tapi kau bisa dengar kan? Mau kan? Jarang-jarang loh kami mengajak orang lain saat kami mau latihan. Kau tamu khusus, Ragau-chan. Mau kan? Ya kan?” ajak Hikaru sekali lagi.
“Hahaha. Boleh saja. tapi apa aku tidak menganggu?” tanya Ragau.
“Tentu saja tidak! Ya, kan, Taisuke? Tama?” sekarang Hikaru menatap ku dan Tama bergantian.
“Ya. kebetulan aku juga ingin kau mendengar kami latihan, Ragau-chan.” Jawabku.
“Ya… boleh saja, sih.” Jawab Tama.
“Hontoni? Aahh, arigatou gozaimasu!” senang Ragau.
“Jangan kaku begitu dengan kami, Ragau-chan. Let’s goo!” semangat Hikaru. Ia pun menggandeng tangan Ragau dan mengajak nya pergi.
“Sebenarnya ada apa dengan anak itu?” tanya ku bingung.
“Kau tidak sadar, ya? akhir-akhir ini Hikaru memperhatikan mu. Dia juga mengikuti mu tiap pulang sekolah. Dan tadi, ia datang ke rumah ku… aku sependapat dengannya, kau berubah kalau sedang bersama Ragau. Dan Hikaru, dia juga ingin Ragau mengenalnya. Dia juga ingin, setidaknya menyenangkan gadis yang disukai sahabatnya.” Jelas Tama.
“E-eh?!” kaget ku.
“Sudahlah, Taisuke, kau tidak bisa menyembunyikan nya dari kami. Kami tahu perasaan mu, kok. Tak perlu dijelaskan, kami sudah mengerti. Lebih baik hari ini tampilkan sebaik mungkin. Buat dia senang.” Senyum Tama sambil menepuk pundak ku.
Aku sempat terdiam, tapi setelah itu aku tersenyum lebar. Mereka memang sahabatku.
~@~@~@~@~
“Begitu… wah… ternyata seru juga ya ceritanya…” ujarku setelah selesai menceritakan satu bab pada Ragau.
“Ya, kan? Aah, aku penasaran dengan akhirnya…” senang Ragau. Ku perhatikan buku di tangan ku. tinggal beberapa bab lagi… maka selesai lah buku ini…
“Ragau-chan…” panggil ku.
“Hem?”
“Setelah buku ini selesai… apa aku masih boleh menemui mu?” tanya ku padanya. Dia terdiam sesaat. Aku memandangi nya dalam, walaupun aku yakin ia tidak akan melihatku. Ia pun tersenyum kearahku.
“Tentu saja boleh.” Jawabnya.
“Hontoni?” senangku.
“Hn!” angguknya. aku pun bernapas lega. “Oh ya!”
Aku melihat nya meraba bawah bantal kasurnya. Tak lama kemudian, munculah setangkai bunga sakura, dengan pita kecil putih terikat di ujung tangkainya. Ia mengarahkannya padaku sambil tersenyum.
“Buat mu.” Ujarnya.
“He? Untukku??” bingungku sambil mengambil setangkai bunga sakura tersebut.
“Fans biasanya memberikan hadiah untuk idola nya, kan? Gomenasai… aku hanya bisa memberikan mu itu.” Jelas nya.
“Kau bicara apa? Kau bukan fans ku. aku kan bukan idola.” Ujarku.
“Kalau aku bukan fans mu, aku apa kalau begitu?” tanyanya.
“Hem…… mungkin… orang special?”
“Orang special?”
“Yup. Bagi ku… kau adalah orang yang special.” Aku pun mengelus-elus kan kepalanya. Ku lihat ia tersenyum. Kali ini senyumannya sangat manis.
“Arigatou, Sukechi.” Jawabnya.
“Ah, coba pikirkan ini, kau terus memanggil ku Sukechi, tidak kah itu terlalu imut?” protes ku.
“Haahaha, kau lucu sekali, kenapa kau baru protes sekarang, setelah aku sudah terbiasa memanggil mu begitu? Sudah tidak bisa dirubah.” Jawabnya sambil menjulurkan lidahnya. Anak itu dasar…
“Baiklah… kalau begitu, mulai hari ini aku akan memanggil mu Rachan. Bagaimana?”
“Rachan?”
“Yup, Rachan. Aah tidaaak, aku sudah terbiasa memanggil mu begitu. Sudah tidak bisa dirubah.” Balas ku. dan ia tertawa lagi.
“Kau tahu, aku ini anak tunggal. Dan hanya oka-san, juga otou-san yang memanggil ku dengan sebutan Rachan. Tapi untuk mu, tak apa deh. Karena kau adalah orang special, untukku.” Jawabnya sambil tersenyum.
Saat itu juga debaran jantung tak bisa tertahankan. Aku? Orang yang special untuknya? A-apa…. Apa dia juga merasakan hal yang kurasakan? Apa dia merasa hal yang sama dengan ku??
“Sukechi?” panggilnya.
“E-eh? Yaa… hem, arigatou, Rachan~” jawabku.
Ya… setidaknya aku berbeda dari yang lainnya kan? Hihihi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar